Ada yang menarik di radio pagi itu. Ocehan Desta dan Gina "jeng Kelin" mengulas tentang angka favorit pendengar radio. Seorang penelpon wanita, dengan sukacita mengatakan angka kesukaannya adalah nomor dua karena angka tersebut adalah kelahiran anak dan pernikahannya. Penelepon selanjutnya, seorang remaja putra yang menyebut angka keberuntungannya adalah 20 karena jika daftar hadirnya ataupun nomor kelasnya nomor 20 maka nilai ujiannya akan bagus.
Dering penelepon berikutnya seorang remaja putri yang menyebut angka 4 adalah angka favoritnya. Saat ditanya Desta sang penyiar, jawabannya sederhana karena mirip bentuk kursi. Beberapa penelepon masuk menyebut semua angka adalah favorit bagi mereka kecuali angka sial tertentu saja. Banyaknya ragam penelpon yang masuk mengabarkan angka kebanggaannya menunjukkan banyak di antara kita yang sangat menyukai kehadiran angka tertentu dalam hidup kita.
Salah satu angka yang paling memberi rasa takut adalah angka 13 karena dianggap sebagai angka sial. Bahkan saking takutnya terhadap angka 13, seseorang bisa terkena phobia yang disebut 'triskaidekaphobia'. Selain dari angka 13 yang dianggap sebagai angka sial, ternyata masih ada beberapa angka lain di berbagai belahan dunia yang juga dianggap sebagai angka sial. Karena kepercayaan ini maka banyak orang yang kemudian menghindarinya. Orang Afghanistan terutama di ibukota Kabul sangat menghindari angka 39 karena dianggap sebagai salah satu angka sial. Contohnya sebuah mobil yang mempunyai plat nomor mengandung angka 39 hanya laku setengah harga apabila dijual.
Phobia atas angka 17 disebut sebagai heptadecaphobia. Di Italia, angka 17 dianggap sebagai angka sial karena melambangkan kematian. Dalam penulisan Romawi, angka 17 ditulis "XVII" dimana angka itu bisa disusun ulang menjadi "VIXI", sebuah kata yang sering ditulis di kuburan orang mati. Yang paling parah adalah apabila tanggal 17 November jatuh pada hari Jumat, maka sebulan penuh akan dianggap sebagai bulan sial. Angka 26 dianggap sebagai angka sial di India karena beberapa peristiwa berikut. Gempa bumi di Gujarat yang menewaskan sekitar 20.000 jiwa terjadi tanggal 26 Januari 2001. Tsunami di Samudra Hindia yang menewaskan banyak penduduk India (sekitar 230.000 korban di seluruh dunia, terbanyak dari Aceh, Indonesia) terjadi tanggal 26 Desember 2004. Pemboman di kota Guwahati dan Ahmedabad terjadi tanggal 26 Mei 2007 dan 26 Juli 2008, serta serangan teroris di kota Mumbai terjadi tanggal 26 November 2008.
Jika kita simak pemahaman masing-masing ternyata kesukaan angka tertentu dengan alasan yang berbeda, dari penelpon radio kita dapat memahami ada orang yang senang angka tertentu karena sebagai angka penting perjalanan hidup mereka, ada juga suka karena bentuk angkanya namun yang harus kita hindarkan adalah kepercayaan terhadap kekuatan angka tertentu seperti halnya angka yang dapat memberikan angka ujian bagus yang dipercayai salah satu penelepon ataupun kepercayaan angka-angka yang dapat memberikan kesialan.
Memperhatikan angka sial di beberapa negara, kita juga mengambil kesimpulan bahwa angka menjadi sial di tempat tertentu yang mempercayainya saja. Angka sial di suatu negara tidak berlaku di negara lain. Cara pikiran kita bekerja seperti ini, jika kita mempercayai satu angka sebagai pembawa keberuntungan maka pikiran kita mencocokkan angka keberuntungan dengan peristiwa yang terjadi dan juga secara tidak langsung angka tersebut membawa mendukung kesuksesan karena timbul rasa percaya diri untuk mengerjakan sesuatu . Demikian juga jika kita menganggap angka '4' sebagai angka sial, kita akan kehilangan semangat dan percaya diri serta cepat pesimis saat menerima hambatan kecil dan segera menghubungkannya sebagai angka sial. Bandingkan jika kita menggangap angka '9' sebagai angka keberuntungan, saat timbul masalah kecil kita akan menyakini bahwa beruntung angka 9 sehingga tidak terjadi masalah besar. Jelas sudah, pikiran kita adalah pelopor dan pemicunya maknanya apa yang kita pikirkan menghasilkan tindakan kita.
Di dalam Kalama Sutta (Anguttara Nikaya III, 65) diceritakan bahwa Suku Kalama bingung oleh banyaknya ajaran, maupun kepercayaan yang menyebar dan saling mengatakan mereka masing-masing yang terbaik dan paling benar. Di sini lah Buddha Gautama memberikan 10 panduan yang berlaku sepanjang masa. Salah satunya adalah Ma itikiriya yang bermakna seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu secara membuta karena tersebar umum, dipercayai banyak orang ataupun disetujui banyak orang. Dan juga panduan Ma anussavena yang bermakna seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu karena turun-temurun telah diberikan secara lisan, misalnya kepercayaan terhadap angka angka.
Panduan - panduan tersebut menjadi pedoman kita untuk berpikir ulang sebelum memercayai suatu hal. Panduan ini bukan mengajarkan untuk menolak mentah-mentah suatu hal namun panduan ini meminta kita melakukan penyelidikan yang mendalam, khususnya penyelidikan terhadap kebenaran (dhammawicaya/ r)