Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Hidup dan Mimpi

* Oleh: Upasaka Rudiyanto Tanwijaya
- Sabtu, 08 Oktober 2016 17:17 WIB
1.279 view
Hidup dan Mimpi
Hampir sebagian besar dari kita pernah bermimpi. Mimpi yang indah akan membuat kita nyaman, bahkan, tak jarang setelah bangun rasanya begitu terkesan dan ingin mengalaminya lagi. Sebaliknya mimpi buruk akan membuat tidur kita terganggu dan perasaan menjadi sangat tidak enak. Begitu terbangun dari mimpi buruk, kita akan merasa sangat lega karena yang kita alami ternyata tidak sungguh-sungguh terjadi.

Guru agung junjungan kita, Buddha Sakyamuni, juga pernah menjelaskan bahwa kehidupan laksana mimpi. Bedanya, kehidupan ini adalah mimpi yang panjang. Satu impian adalah satu kehidupan.

Dari apa yang dikabarkan oleh Guru Agung Buddha Sakyamuni, seorang guru Zen termasyur abad ini bernama Maha Biksu Sheng-Yen pernah menceritakan sebuah kisah yang menarik.

Dalam kisah tersebut, diceritakan ada seorang pemuda yang tengah melakukan perjalanan jauh ke ibukota untuk mengikuti ujian sebagai pejabat negara.

Perjalanan ini begitu panjang sehingga sangat menguras energi si pemuda tersebut. Dalam lelah dan lapar yang mendera, si pemuda tersebut melihat sebuah gubuk. Ternyata pemilik gubuk itu seorang kakek yang tengah menanak nasi. Atas kebaikan hati sang kakek, si pemuda ditawarkan untuk mampir dan makan bersama. Sambil menunggu nasi matang, si kakek menyuruh si pemuda untuk beristirahat. Begitu membaringkan tubuhnya, dalam sekejap mata, pemuda itu langsung tidur dengan lelapnya.

Dalam tidurnya ia bermimpi,  ia berhasil lulus ujian dengan nilai terbaik. Atas prestasinya ini, pemuda tersebut diangkat menjadi pejabat penting pemerintahan. Namanya menjulang dan terkenal. Ia kemudian menikah. Selain itu ia juga memiliki banyak selir dengan banyak anak. Kehidupannya begitu menyenangkan. Ketika ia berusia hampir seratus tahun, ia merasa ajalnya sudah dekat. Ia mulai dicengkeram rasa takut karena membayangkan harus meninggalkan semua kesenangan yang dimilikinya. Namun ajal tak dapat ditolak. Ia meninggal dunia karena sakit usia lanjut.

Ketika meninggal, ia melihat dua makhluk mengerikan menyeret rohnya ke neraka karena terbukti pernah menyalahgunakan kekuasaan dan uang negara. Oleh hakim neraka ia dijatuhi hukuman berat yaitu harus memanjat gunung pisau  dan setelah itu dilempar ke tangki raksasa berisi minyak mendidih. Si pejabat  merasakan sakit yang amat luar biasa sampai ia menjerit-jerit.

Dalam kondisi ketakutan tersebut, tiba-tiba ia merasa tubuhnya diguncang-guncang. Ia membuka mata dan melihat sekujur tubuhnya telah dibanjiri keringat dingin. Bahkan ia merasa jantungnya masih berdegup kencang karena ketakutan. Baru ia sadar, ia tengah bermimpi!  Ternyata yang mengguncang-guncang tubuhnya adalah si kakek pemilik gubuk tempat ia beristirahat. Rupanya nasi telah matang.

Dengan wajah masih pucat pasi, pemuda itu menanyakan berapa lama ia tertidur, dan orang tua tersebut mengatakan ia tertidur selama dua jam. Tapi perasaan si pemuda, ia sudah mengalami banyak sekali hal, mulai dari menyenangkan sampai mengerikan, hanya dalam dua jam tersebut !

Dari kisah tersebut, Maha Biksu Sheng Yen menjelaskan bahwa apa yang dialami pemuda tersebut adalah juga kita alami. Hidup kita seolah panjang, mulai dari lahir, beranjak dewasa, menikah, sampai tua. Tapi ternyata semua itu hanya sekejap mata. Tanpa terasa, kita sudah tiba di ambang kematian. Pemuda tadi, hanya dalam dua jam, ia mengalami masa keemasan, masa ia penuh gelimang harta, lalu kemudian tua, sampai meninggal dan merasakan siksaan alam neraka. Dan ketika terbangun, ia sadar itu semua mimpi belaka.

Bagi orang yang selama ini berleha-leha, tentu tak menyangka bahwa hidup demikian cepatnya. Belum sempat berbuat apa-apa, kematian sudah tiba. Yang ada hanyalah penyesalan yang tak berguna.

Kita harus menyadari bahwa terlahir sebagai manusia adalah berkah. Namun berkah itu menjadi sempurna, karena selain terlahir sebagai manusia, kita masih memiliki keberuntungan untuk mengenal Buddha Dharma. Puncak berkah akan menjadi sempurna apabila selain terlahir sebagai manusia yang berkesempatan berkenalan dengan Buddha Dharma juga berkesempatan untuk mempraktikkan apa yang diajarkan oleh Para Buddha.

Sebagai Buddhis, kita telah diingatkan bahwa hidup ini penuh dengan ilusi yang timbul dari nafsu keinginan dan ketidakpahaman kita akan hidup ini (avidya). 
Kita berlomba-lomba untuk mengejar apa yang ada di luar diri kita. Tidak heran, kita sering mendengar ada yang sampai melupakan keluarga, mengabaikan harga diri dan batas kemampuan, menganggap enteng nilai-nilai keluhuran, hanya demi mengejar kesenangan lahiriah: materi dan kekuasaan. 

Padahal, sekiranya itu semua tercapai, kita tetap tak bisa berhenti. Kita masih terhanyut untuk mengejar, dan terus mengejar sesuatu yang tak ada batas kepuasannya. Semua adalah "tipuan" pikiran.

Untuk itulah kita membutuhkan ajaran Buddha yang akan menuntun kita pada pemahaman yang hakiki bukan pengertian yang dangkal. Ajaran Buddha-lah yang akan menjadi penuntun kita untuk menguak misteri kehidupan yang maha luas ini.

Pangeran Siddharta telah memberi contoh teladan kepada kita semua. Ia berpaling dari gemerlap kekayaan dan kekuasaan yang sudah dimilikinya sejak ia masih kecil. Ia telah memutus rantai impian yang penuh ilusi.  Siddharta mencari sesuatu yang hakiki, yaitu Kebenaran (Dharma). Ia mencurahkan segenap hidupnya untuk membabarkan pencapaian-Nya untuk menolong semua makhluk. Sebagaimana Ia babarkan sebagai berikut:

Janganlah mengumbar kesenangan,
Janganlah hidup dalam kelalaian,
Janganlah memegang pandangan salah,
Janganlah terikat dengan isi dunia ini.
(Dhammapada, Bagian XIII Loka Vagga: 167)

Yup, ayo bangkit dari mimpi panjang kita. Segera berbenah dan berlatih diri untuk menyempurnakan kelahiran kita !
*) Penulis adalah Dharma Duta dan Pengurus Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Provinsi Sumut/ r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru