Richard Wiseman, seorang dosen University of Hertfordshire, terkenal dengan bukunya yang berjudul "The Luck Factor" yang berisikan penelitiannya tentang faktor-faktor keberuntungan dalam hidup seseorang.
Dari hasil risetnya, Wiseman menyimpulkan ada 4 faktor timbulnya keberuntungan dalam hidup seorang manusia, yaitu: (1) Terlatih untuk menciptakan peluang-peluang yang baik; (2) Mampu membuat keputusan yang baik; (3) Ulet dalam mengubah nasib; dan (4) Memiliki ekspektasi yang positif.
Jika kita membaca dengan seksama, maka dapat disimpulkan bahwa perolehan keberuntungan bukan sekedar spontanitas atau kebetulan belaka. Keberuntungan merupakan akumulasi proses dari apa yang kita kerjakan selama ini.
Sejalan dengan itu, hampir 3000 tahun silam, Guru Junjungan Kita yang Maha Sempurna, Buddha Sakyamuni, telah mengajarkan umat manusia tentang pemahaman hukum sebab-akibat. Jika mau mendapatkan hasil yang baik, maka tanamlah sebab yang baik pula. Jangan pernah berharap, tapi kerjakanlah, demikian pesan-Nya kepada kita.
Jangan berharap memetik buah nangka jika kita menanam bibit nenas di halaman kebun kita. Demikianlah kehidupan ini. Apa yang kita petik tentunya sesuai dengan apa yang kita taburkan.
Maka dalam ajaran Guru Buddha, kita dilatih untuk selalu mempraktikkan perbuatan bajik, bukan hanya baik. Jika perbuatan baik hanya menyangkut diri kita, maka kebajikan itu lintas batas, menembus dimensi, bukan hanya manusia, bahkan semua makhluk.
Mengapa perbuatan bajik itu penting? Karena yang namanya perbuatan bajik akan menghasilkan kebahagiaan, bukan hanya bagi makhluk yang menikmati, tetapi juga bagi kita yang melakukannya. Kebahagiaan yang kita rasakan akan membawa energi yang positif untuk mengarungi kehidupan ini. Energi positif akan banyak membantu kita untuk lebih mudah membangun optimisme, semangat pantang menyerah dan bijaksana menyikapi banyak hal dalam hidup ini. Inilah sebenarnya pondasi-pondasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan keberuntungan.
Ada seorang kenalan, yang hidupnya banyak mengalami keberuntungan. Ia dikelilingi banyak sahabat yang baik, kehidupannya sejahtera, keluarganya harmonis, lancar semua aktivitasnya, dan lainnya. Dalam sebuah perbincangan, ia menjelaskan bahwa kehidupan yang penuh kebahagiaan ini dikarenakan ia teguh dalam menjalan praktik Buddhis, yaitu berdana. Meski "hanya" berdana, ia melakukan secara tekun dan rutin.
Menurutnya, berdana tidak melulu harus mengandalkan materi. Itu hanya salah satu cara. Berdana tenaga juga sangat baik, misalnya membantu menyiapkan sarapan untuk keluarga, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, menolong orangtua, membersihkan wihara, semua itu adalah praktik kemurahan hati. Yang penting dikerjakan tulus dan sungguh-sungguh serta kontinyu. Maka pasti akan ada hasil.
Karena benar-benar dikerjakan dengan tulus, maka kita terlatih untuk melakukan apa pun dengan tulus. Ketulusan akan membuat pekerjaan menjadi lebih baik dan berkualitas. Inilah yang membuat rekan tersebut memiliki nama baik. Sehingga ketika nama baik ini meluas, maka kesempatan-kesempatan baik juga akan datang menghampiri. Inilah awal keberuntungan dalam hidup.
Menurutnya, Buddha mewariskan banyak sekali cara untuk mencapai kebahagiaan termasuk juga keberuntungan. Tak perlu semua kita lakukan karena itu membutuhkan waktu yang amat banyak. Pilihlah salah satu yang menjadi passion kita. Praktik dana atau kemurahan hati silakan, melatih disiplin juga baik, atau senantiasa mengembangkan kualitas batin itu sangat bagus. Yang penting, lakukan terus-menerus maka niscaya akan membawa perubahan dalam hidup kita.
Ajaran Buddha menekankan praktik, artinya perbuatan. Perbuatan itu merupakan syarat untuk sebuah hasil di kemudian hari.
Demikian juga keberuntungan, pasti membutuhkan sebab. Perbuatan bajik adalah yang paling utama. Untuk mematangkannya perlu kesungguhan dan ketulusan, bukan karena keterpaksaan.
Jadi bagi yang mau hidupnya beruntung, ayo mulai bekerja, bukan hanya berbicara ! (d)