Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 26 Agustus 2025

Bukan Karena Kamu

Oleh : Upa. Madyamiko Gunarko Hartoyo ST., MM
- Sabtu, 16 Agustus 2014 15:11 WIB
706 view
 Bukan Karena Kamu
Seperti perbuatan (buruk)  didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang bicara atau berbuat dengan pikiran tidak suci, penderitaan pun akan mengikuti, seperti roda pedati mengikuti jejak lembu yang menariknya.
(Dhammapada 1)


Cerita kawan pagi ini tentunya mengejutkan di jaman keterbukaan informasi dan teknologi yang memberikan kemudahan dalam memperluas wawasan dan pengetahuan. Terlebih cerita ini berkembang di salah satu sekolah langganan juara olympiade. Tentunya cerita ini tidak berhubungan dengan sekolah, namun lebih terkait dengan orang tua yang seharusnya sudah terbuka pikirannya untuk pendidikan yang lebih baik bagi anaknya sehingga tidak memiliki pandangan sempit seperti dalam cerita.

Tersebut sepasang orang tua dengan dua orang anak, sebut saja Cie Cie dan Mei Mei. Mei Mei mungkin saja tidak habis pikir kenapa papa miliknya berbeda sekali dengan milik teman sekelasnya. Dengan hanya dua bersaudara, seharusnya Mei Mei mendapat kasih sayang yang lebih baik atau paling tidak berimbang dibanding mereka yang bersaudara banyak. Sebagai anak bungsu yang lazimnya mendapat perhatian yang lebih di antara saudara lainnya, Mei Mei justru kehausan kasih sayang. Dalam hal sepele saja, Mei Mei harus berbesar hati tidak diperbolehkan tidur terlalu dekat dengan ranjang papa dan mamanya, beda dengan Cie Cie yang justru diperkenankan. Tidak jarang Mei Mei harus nginap di rumah nenek dikarenakan satu dan hal lain sering dimarahi papanya.

Pasangan muda tersebut semula merupakan pengusaha sukses  dalam usianya yang masih muda. Keberhasilan demi keberhasilan yang diraihnya sangat sesuai dengan ramalan yang diberikan salah satu peramal nasib terkenal kota ini. Hal ini pula yang membuat papa Mei Mei semakin percaya terhadap sang peramal termasuk meramalkan bagaimana peruntungan setelah lahirnya Mei Mei. Inilah awal kemalangan Mei Mei, primbon tanggal lahir dan unsurnya diramalkan bertentangan dengan papanya. Dan secara kebetulan semenjak kelahiran Mei Mei, usaha papanya semakin surut, kegagalan demi kegagalan selalu dihubungkan dengan kelahiran Mei Mei.

Papa Mei Mei tidak menyadari telah menggelapkan bathinnya hanya karena kecocokan ramalan nasib belaka. Keberhasilan demi keberhasilan yang dialaminya bisa saja karena dirinya sangat percaya diri diramalkan akan meraih kesuksesan. Secara tidak langsung karena diramalkan akan meraih kesuksesan, dia menjadi percaya diri dan bersikap positif. Dalam dalil kesuksesan, salah satu faktor penting adalah seseorang harus percaya diri.  Pikiran kita merupakan pelopor dalam ucapan dan perbuatan kita, hal tersebutlah yang membawa semuanya kebenaran bagi papa Mei Mei. Saat diramalkan akan mendapat keberhasilan, seseorang cenderung percaya diri bahkan halangan dan kegagalan dianggap gangguan kecil. Sebaliknya saat diramalkan mendapat hal buruk, pikiran mempelopori sikap kita seolah demikianlah yang akan diterima. Semua gangguan walaupun kecil cenderung dihubungkan dengan pikiran negatif sehingga menjadi kurang yakin dan akhirnya  gagal. Hal-hal negatif sekecil apapun cenderung dianggap tidak mampu dicarikan solusinya karena hilangnya kepercayaan diri.

Gambaran kisah nyata tersebut menunjukkan bagaimana kegelapan bathin telah membalut berbagai sisi kehidupan manusia. Kebodohan batin atau kegelapan batin, menjadikan seseorang tidak dapat membedakan mana yang buruk dan yang baik, tidak dapat menembus arti dari hukum karma, empat kebenaran mulia, Hukum Tilakkhana dan Hukum sebab akibat (Paticcasamuppada). Kebodohan bathin atau disebut Moha seperti kegelapan di ruang tanpa cahaya yang membuat seseorang tidak dapat berbuat-apa-apa dalam kegelapan ruangan bahkan hanya dapat berbuat kesalahan. Papa Mei Mei menganggap kegagalan bisnisnya dikarenakan kelahiran anak keduanya dan percaya keberhasilan sangat ditentukan primbon dan perhitungan nasib seseorang. Hal ini tidak lain disebabkan oleh timbulnya Moha akibat adanya ayonisomanasikara yakni tidak memiliki pertimbangan yang sedetil-detilnya terhadap sesuatu, sehingga tidak dapat mengetahui sesuatu itu dengan sewajarnya

 Demikian juga, jika kita melihat dari sisi hukum karma, seseorang mewarisi hasil perbuatan, apa yang kita tanam itulah yang akan kita terima. Tidaklah mungkin kita menanam padi akhirnya memanen jagung. Kegagalan dan kesuksesan kita saat ini bukanlah dikarenakan orang lain, semuanya adalah hasil perbuatan kita sendiri.  Bukanlah karena orang lain kita dapat mendapatkan kesuksesan ataupun kegagalan, apalagi dikarenakan oleh seorang anak kecil yang tidak tahu menahu dinamika kehidupan ini. 

Untuk mencegah timbulnya Moha dalam diri, cara terbaik adalah mengembangkan kebijaksanaan. Dalam sabdanya, Sang Buddha menekankan bahwa kebijaksanaanlah yang lebih mulia daripada kekayaan. Semua yang berlaku terhadap diri kita tidaklah harus mutlak sesuai dengan keinginan kita, pahamilah bahwa segala sesuatu yang terjadi tidaklah terlepas dari karma yang harus dijalani. Agar berhasil melalui jalur kehidupan ini, kita perlu mengetahui dengan pasti mana yang pantas dilaksanakan dan mana yang harus dihindari melalui kebijaksanaan diri, inilah saatnya kita selalu berpedoman kepada ajaran Sang Buddha. (r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru