Di sebuah tepi hutan yang tenang, seekor burung gagak yang kehausan sedang berusaha meminum air dari botol setengah penuh. Usahanya untuk minum air dalam botol tersebut tampaknya tidak mudah dilakukannya karena botol tersebut berleher sempit. Jika memaksakan paruhnya masuk ke botol untuk minum, resikonya paruh sang burung nyangkut dalam leher botol dan susah dilepaskan. Bahkan jika tidak hati - hati, resikonya botol akan terjatuh dan air di dalamnya justru akan tumpah tak bersisa. Menyiasati hal tersebut, gagak tersebut memasukkan butiran batu kecil ke dalam botol satu per satu sampai akhirnya air tumpah sampai mulut botol dan gagak itupun menikmatinya penuh bahagia.
Jika kita menilai diri sendiri, bukankah kita perlu waspada seperti layaknya yang dilakukan burung gagak? Dalam kehausan mengejar kesenangan duniawi, kita perlu waspada agar kita tidak terjebak oleh leher botol yang kecil sehingga tidak dapat bergerak lebih lanjut dalam perjuangan meraih kesenangan sementara. Lebih fatal, jika tidak hati hati dan memaksakan diri resikonya justru sumber kehidupan kita akan hilang ibarat botol yang terjatuh karena terlalu dipaksakan untuk diraih.
Seorang yang bijaksana akan senantiasa menjaga kewaspadaan sedangkan seorang yang tidak cerdas akan berpengertian dangkal dan terlena dalam kelengahan. Berbeda dengan seorang bijaksana yang menjaga kewaspadaan seperti menjaga hartanya yang paling berharga, seorang yang ditutupi sikap moha/ kebodohan sering terlena dalam kelengahan. Lihat saja sekeliling kita, banyak di antara kita menderita karena terlena dalam kesenangan pada panca indera. Kita lebih memilih makanan dengan warna dan citarasa yang lebih enak dibandingkan makanan bermanfaat dan bergizi yang menyehatkan, indera kita lebih senang mendengar sesuatu pujian dibandingkan tegoran yang membangun diri dan mata kita tersandera hal hal yang menarik sehingga tidak jarang kita ingin memiliki sesuatu walaupun telah memiliki ataupun belum punya kemampuan untuk memilikinya. Kelengahan inilah yang menuntun kita terjebak dalam kesedihan berkelanjutan.
Seorang yang bijaksana akan mampu mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan sehingga ia akan bebas dari kesedihan. Seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orang- orang menderita yang berada di bawah. Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan pengendalian diri, seorang bijaksana akan mampu membuat pulau bagi dirinya sendiri, yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir. Mereka yang bijaksana akan senantiasa terjaga di antara yang tertidur dan maju terus ibarat seekor kuda tangkas meninggalkan yang lemah di belakang.
Cerita Buddhist tentang Samavati mungkin bisa mengambarkan bagaimana kita harus menjaga kewaspadaan kita. Tersebutlah Magandiya yang berupaya membunuh Samavati dengan menghasut Sang raja. Menyadari bahwa tidak satupun dari rencananya terlaksana, ia membuat rencana yang sempurna. Magandiya mengirimkan suatu pesan kepada pamannya, dengan petunjuk-petunjuk lengkap untuk pergi ke istana Samavati, dan membakar istananya bersamaan dengan semua orang yang ada di dalamnya. Ketika istana tersebut terbakar, Samavati dan pengiringnya, yang berjumlah 500 orang, tetap bermeditasi. Kemudian, beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian sakadagami, dan yang lain berhasil mencapai tingkat kesucian Anagami.
Berita tentang kebakaran tersebut segera menyebar ke telinga Raja yang segera menuju ke tempat kejadian, tetapi beliau terlambat. Dalam kewaspadaanya, raja mencurigai kebakaran tersebut dilakukan oleh Magandiya, tetapi raja tidak menunjukkan kecurigaannya. Untuk mencari tahu hal yang sebenarnya, beliau berkata, "Semasa hidupnya Samavati, saya selalu khawatir kalau-kalau dia akan mencelakakan saya. Sekarang, saya lebih tenang. Siapa yang telah melakukan ini semua? Hal ini pasti hanya dilakukan oleh seseorang yang sangat mencintaiku."
Mendengar pujian kata-kata itu, Magandiya terlena dan buru-buru mengakui, bahwa dia yang telah memerintahkan pamannya untuk melakukan hal itu semua. Untuk hal itu, Raja kembali memancing kelengahan Magandiya dengan mengungkapkan dirinya sangat puas dan mengatakan akan memberikan penghargaan pada Magandiya dan seluruh keluarganya. Kemudian, seluruh keluarga Magandiya diundang ke istana untuk menghadiri perjamuan.
Dalam kelengahannya Magandiya, pamannya, dan seluruh kerabatnya datang ke istana dengan gembira. Setelah mereka berkumpul semua, raja berdiri dan berteriak, "Hei, para pengawal istana , tangkap mereka semua!" Setelah Magandiya dan keluarganya ditangkap, raja segera memerintahkan, "Masukkan mereka semuanya ke dalam istana Magandiya. Jangan sampai ada yang lolos. Kemudian bakar seluruh istana itu, seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap Samavati!"
Dua kejadian yang kurang baik ini terdengar oleh Sang Buddha, dan beliau mengajarkan bahwa seseorang yang waspada, tidak akan mati; tetapi mereka yang lengah akan merasa mati, meskipun dia masih hidup. (Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan; kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak akan mati, Tetapi orang yang lengah seperti orang yang sudah mati. Dhammapada - 21) (c)