Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 06 Juli 2025

Resolusi Tahun Baru

* Oleh : Mina Wongso
- Sabtu, 27 Desember 2014 17:04 WIB
1.154 view
"Every day, think as you wake up, today I am fortunate to be alive, I have a precious human life, I am not going to waste it. I am going to use all my energies to develop myself, to expand my heart out to others; to achieve enlightenment for the benefit of all beings. I am going to have kind thoughts towards others, I am not going to get angry or think badly about others. I am going to benefit others as much as I can."

Setiap hari, pikirkan hal ini setiap kamu bangun tidur, hari ini saya beruntung karena masih hidup. Saya memiliki kehidupan sebagai manusia yang berharga, tidak akan saya sia-siakan. Saya akan menggunakan seluruh kekuatan untuk mengembangkan diriku, meluaskan hatiku agar dapat ditempati yang lain, mencapai pencerahan untuk kebahagiaan semua mahluk. Saya akan mengembangkan pikiran yang positif dan baik kepada mahluk lain. Saya tidak akan marah dan berpikir buruk tentang mahluk lain. Saya akan memberikan manfaat bagi mahluk lain sebisa saya.

Dalai Lama
Jelang tahun 2015, dunia mulai menggeliat, dan bersiap siap menyambut datangnya si tahun baru. Laksana menyambut tamu agung, semua persiapan dilakukan, mulai dari kegiatan untuk menyambut penggantian tahun sampai membuat resolusi tahun baru, menjadi tradisi tak terpisahkan dari ritual penyambutan tahun baru ini. Zamannya social media membuat banyak orang bisa ikut-ikutan membaca resolusi yang di sharingkan penulisnya di berbagai social media, seperti facebook, twitter, dan media social lainnya. Ada yang serius, ada yang lucu, tak jarang juga konyol.

Penulis terpana pada  sebuah resolusi yang  menarik perhatian, bunyinya kalau diterjemahkan kira-kira  begini "Tahun 2015 ini saya akan menyelesaikan apa yang saya resolusikan di tahun 2014, yang seharusnya sudah saya lakukan di tahun 2013 sebab sudah saya janjikan di tahun 2012, dan hal itu telah direncanakan di tahun 2011.". Membacanya memang bisa  bikin mesem-mesem, tapi jika direnungkan lebih dalam jadi menohok di hati. Berapa banyak dari kita yang dengan muluk-muluk membuat janji indah tapi kemudian meletakkannya di sudut terpinggir dalam lemari dan melupakannya begitu saja.

Tradisi membuat resolusi tahun baru ini dimulai dari zaman Romawi Kuno, dimana tiap tahun baru para  ksatria Romawi menegaskan kembali komitmen kesetiaan mereka pada Negara. Tradisi Yahudi kemudian menjadikan tahun baru ini sebagai masa merenungkan kesalahan yang telah mereka lakukan selama satu tahun, dan meminta pengampunan. 

Di zaman modern ini orang membuat resolusi tahun baru untuk menegaskan tujuan yang ia ingin capai di tahun yang akan datang. Hampir semua membuat resolusi yang positif, ingin menjalankan pola hidup yang lebih baik, ingin menambah penghasilan, memiliki sesuatu, sampai menjalankan hidup yang lebih spiritual.

Membuat resolusi, sebenarnya adalah sebuah awal yang baik, apalagi jika resolusinya merupakan hal-hal yang positif. Tak mungkin melangkah tanpa didahului oleh sebuah niat yang baik.  Niat seperti sebuah blue print, tanpa blue print tak mungkin sebuah gedung megah dapat berdiri tegak.  Buddha menyatakan bahwa pikiran itu adalah awal, pikiran itu adalah pemula, pikiran itu adalah pendahulu, pikiran itu adalah pemimpin. Apapun yang dilakukan orang, maka akan didahului dengan pikiran sebagai kehendak awal.

Meskipun baik, niat atau resolusi tahun baru ini kadang-kadang hanya tinggal menjadi sebuah resolusi. Orang-orang melupakan resolusinya setelah tahun baru berjalan beberapa bulan. Mungkin karena membuat resolusi ini hanya sekedar ikut-ikutan tren, karena semua orang punya resolusi maka saya juga harus punya. Atau karena waktu 12 bulan dirasakan lama, sehingga berpikir bahwa waktu masih panjang, jadi nanti saja, kemudian jadi lupa. Penelitian di Negara-negara tempat resolusi tahun baru sering dilontarkan didapatkan bahwa sekitar 20% pria merealisasikan resolusinya, artinya ada 80 persen yang melupakan. Sementara sekitar 10% saja perempuan yang ingat dan merealisasikan resolusi tahun barunya, itupun dengan dukungan dari oang-orang dekatnya. Faktor lupa dan tidak memperhatikan merupakan satu hal yang mendominasi terabaikan nya sebuah resolusi.

Dalam Maha Satipathana Sutta, sebuah Sutta yang sering digunakan  sebagai referensi Vipassana, terdapat dua proses pikiran yang sering ditekankan yaitu Sati dan Sampajanna. Sati secara harafiah sering diartikan sebagai perhatian, kewaspadaan atau ingatan, sementara Sampajanna diartikan sebagai kesadaran. Membuat resolusi merupakan hal yang positif, orang berikhtiar untuk melakukan sesuatu yang baik di depan, jika ditambahkan Sati di dalam ikhtiar tersebut, maka individu akan senantiasa mengingat akan tekad yang telah ia deklarasikan.

Sampajanna sendiri memiliki empat ciri sebagai berikut :
1.    Sadar akan manfaat dari perbuatan yang sedang dilakukan.

2.    Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, sesuai atau tidak dengan diri sendiri

3.    Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan, akan menimbulkan sukkha ( bahagia ) atau dukkha ( derita ).

4.    Sadar bahwa perbuatan yang sedang dilakukan merupakan kebodohan atau kepandaian.

Apabila seseorang menerapkan prinsip Sampajanna dalam menyusun resolusi tahun baru nya, niscaya resolusi tahun baru nya berkaitan dengan hal-hal yang baik dan berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Sati memastikan orang mengingat terus resolusinya, dan merealisasikan, sementara Sampajanna menyadari fungsi dan manfaat dari resolusi tersebut bagi diri sendiri dan orang lain.

Dengan praktek penuh perhatian dan kesadaran di dalam tiap helaan nafas kita, maka niscaya ia akan senantiasa mengingat resolusinya, kemudian mengarahkan setiap tindakannya untuk merealisasikan resolusi tersebut, dan membuat kita dan orang - orang lain dalam lingkungan juga berbahagia.
Selamat Tahun Baru 2015. (r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru