Pertama
Dalam beberapa tahun terakhir ini, ada semacam trend yang menarik dalam perkembangan agama Buddha, khususnya di Indonesia. Organisasi-organisasi ataupun komunitas yang berhaluan semangat Buddhistik marak dalam menggelar kegiatan-kegiatan yang tujuan utamanya adalah menggugah kembali nilai-nilai kebajikan yang bersemayam di hati manusia.
Acara seperti Dharma talk, pelatihan hidup berkesadaran, retreat, ataupun bakti sosial – menjadi sesuatu yang akrab di telinga kita pada waktu belakangan ini. Respon masyarakat juga beragam, ada yang berduyun-duyun menghadiri, ada pula yang menyambut dengan sikap adem ayem. Dampaknya juga macam-macam, satu sisi ada yang terinspirasi lalu kemudian terpancing untuk menggelar kegiatan serupa, di sisi lain ada yang menjadikannya sebagai bahan untuk memperkaya value spiritualnya - namun malangnya, masih ada segelintir orang menanggapi semua ini dengan sinisme, celaan, atau bahkan mungkin dengan sikap masa bodoh. Tentunya ini merupakan hal yang lumrah mengingat menyangkut selera dan pikiran manusia yang juga bervariasi.
Trend di atas bolehlah kita sebut sebagai upaya konsolidasi praktik kebajikan, yaitu bergandeng tangan bersama untuk menyuarakan kembali nilai-nilai Kebenaran (Dharma) sebagaimana yang disampaikan dan diajarkan oleh Guru Agung Junjungan kita, Buddha Sakyamuni. Sejak zaman Buddha Sakyamuni masih hidup di dunia ini, Ia menyadari benar bahwa perjuangan untuk membebaskan manusia dari penderitaan, bukan hanya tanggung jawab diri-Nya semata melainkan juga harus dipikul secara komunitas atau bersama-sama. Dan kita tahu, Buddha kemudian mendirikan sangha, yang merupakan kumpulan orang-orang yang bertekad melatih diri untuk melepaskan diri dari keduniawian dan membantu menyebarkan nilai-nilai Kebenaran sebagaimana yang telah ditemukan oleh diri-Nya. Ini juga merupakan wujud konsolidasi praktik kebajikan.
KeduaSaat ini, kita dapat melihat berbagai macam organisasi Buddhis telah berlomba-lomba, dalam pengertian yang positif, untuk memotivasi dan mengondisikan umat Buddha (bahkan yang simpatik terhadap ajaran Buddhisme) untuk lebih intens dalam mempraktikkan kebajikan. Organisasi besar seperti Tzu Chi, Inward Path, Dharma Drum Mountains, Buddha Lights in Asia, ataupun Komunitas Inter-being – telah berhasil mengangkat nama Buddhisme di dunia internasional. Bidangnya pun berbeda-beda: pelayanan, penerbitan buku, misionaris, pusat pelatihan, dan sebagainya.
Kontribusi kebajikan kelompok-kelompok yang telah disebutkan di atas bukan saja membuat masyarakat dunia berdecak kagum, tetapi juga menginspirasi banyak sekali orang untuk bergabung untuk mendukung kegiatan mereka. Buddhisme bukan lagi dilihat sebagai agama tetapi menjadi cara pandang dan nilai kehidupan dalam bingkai ke-universal-an.
Di Indonesia, beberapa organisasi yang lebih kecil juga sudah mulai berbenah dan aktif. Misalnya Penerbit Dian Dharma yang berkomitmen untuk mendukung pencetakan buku-buku/media Buddhis kemudian membagikannya secara gratis (free distribution), Ehipassiko Foundation yang penuh enerjik, salah satu fokusnya adalah bidang penerbitan dan juga rutin melakukan training umat agar terlatih dalam mempraktikkan nilai-nilai Buddhis melalui kehidupan sehari-hari, atau Pesamuhan Bodhicitta Mandala Indonesia yang konsen di ranah pendidikan dan pelestarian lingkungan hidup. Ini hanya sebagian kecil dari nama-nama organisasi yang telah dikenal di masyarakat Buddhis Indonesia.
Penutup Mengutip sebuah wejangan dari Bhikkhu Dharma Vimala Mahathera pernah menjelaskan bahwa penderitaan dalam kehidupan, salah satunya bersumber dari rasa khawatir. Rasa khawatir ini timbul karena manusia diliputi ke’aku’an yang kuat. Ia kemudian menjadi egois dan melihat semuanya bersumber dari dirinya sendiri serta melupakan peran makhluk/orang lain. Nilai persahabatan diabaikan, azas kepentingan diagungkan. Padahal sebagai umat Buddha, kita perlu membangun kebersamaan, yang diistilahkan dengan semangat berkomunitas.
Dengan hidup berkomunitas yang dilandaskan atas prinsip-prinsip Buddhis, kita akan melihat satu sama lain sebagai sahabat dalam Dharma (kalyanamitra), dimana ketika kita mengalami kesusahan, maka sahabat pasti akan menolong, dan sebaliknya. Jika kesadaran ini sudah timbul, maka hidup ini akan lebih menentramkan.
Atas pemikiran ini jugalah tulisan ini dibuat. Bahwa praktik kebajikan harusnya dilakukan secara terkonsolidasi, bukan parsial. Konsolidasi ini akan mendorong terbentuknya atmosfir kehidupan berkomunitas. Secara sederhana, mungkin inilah cikal bakal lahirnya sebuah alam Buddha secara kasat mata di dunia.
(Penulis adalah Pengurus Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Provinsi Sumut/c)