Jakarta (SIB)- Maarif Institute merilis penelitian soal Indeks Kota Islami (IKI) menempatkan Yogyakarta, Bandung dan Denpasar sebagai kota dengan indeks Islami tertinggi yang masing-masing mencatatkan angka sama yaitu 80,64.
"Islami ini memang bisa diperdebatkan. Tapi dengan tiga tolok ukur Islaminya kota yaitu aman, sejahtera dan bahagia bisa menjadi fakta yang menarik," kata Direktur Riset Maarif Institute Ahmad Imam Mujadid Rais dalam paparan IKI di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Rais membagi tiga tolok ukur pada beberapa poin seperti kategori kota aman diukur dari indikator kebebasan beragama dan berkeyakinan, perlindungan hukum, kepemimpinan, pemenuhan hak politik perempuan, hak anak dan hak difabel.
Selanjutnya indikator sejahtera diukur dari pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kesehatan. Sementara tolok ukur bahagia diukur dari indikator berbagi dan kesetiakawanan serta harmoni dengan alam.
Dia mengatakan Denpasar memang kota minoritas Muslim tetapi dengan tiga tolok ukur IKI membuat kota berpenduduk mayoritas Hindhu ini menempati urutan teratas kota paling Islami bersanding dengan Yogyakarta dan Bandung.
Di urutan empat, Bengkulu mencatatkan IKI sebesar 78,40 diikuti Pontianak (78,14), Serang (77,82), Metro (77,50) Semarang (75,58), Palembang (74,36) dan Malang (73,72).
Jumlah sampel kota dalam penelitian berdasarkan pertimbangan penelitian, yaitu kota tersebut merupakan ibu kota dari provinsi dan atau merupakan kota utama. Total sampel adalah 29 kota di Indonesia di antaranya Banda Aceh, Padang, Padang Panjang, Jambi, Palembang, Bengkulu, Metro, Pangkal Pinang, Batam dan Tasikmalaya.
Selanjutnya ada kota Surakarta, Salatiga, Semarang, Yogyakarta, Malang, Tangerang, Serang, Mataram, Kupang, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Palu, Makassar, Ambon, Jayapura, Bandung, Surabaya dan Denpasar.
Jakarta tidak masuk dalam sampel penelitian karena bukan termasuk kota dengan bupati atau wali kota yang memegang kendali kebijakan. Pemegang kendali kebijakan Jakarta ada di tingkat gubernur atau di tataran provinsi sehingga bupati atau wali kota hanya mengikuti kebijakan dari gubernur.
KRITIK PEMIMPIN
Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan Indeks Kota Islami (IKI) yang baru saja dirilis Maarif Institute menjadi bahan koreksi bagi pemimpin dan pendakwah Islam agar bekerja lebih keras lagi.
"Indeks itu bisa menjadi bahan koreksi bagi pemimpin Islam, termasuk juga para pendakwah Islam. Mereka berteriak-teriak soal Islam, tapi belum mampu mendorong penerapan praktik Islami," kata Jimly disela-sela acara Rapat Pleno VIII Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu.
IKI sendiri menjadi tolok ukur keberhasilan kota dalam membangun keamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan suatu kota, yang tidak lain sesuai nilai-nilai Islami. Tiga hal itu merupakan tolok ukur kota-kota yang menerapkan kebijakan Islami.
Meski begitu, kata Jimly, penelitian dapat menggambarkan suatu kota yang menerapkan Perda Syariah justru belum dapat memberi rasa aman, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi warganya.
Menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini, IKI memang sudah dapat menggambarkan nilai Islami dari suatu kota. Kendati demikian, IKI memang tidak mengukur nilai kesalehan umat Islam seperti banyaknya orang shalat, berakhlak atau terkait hal-hal formal dalam beragama lainnya.
"Indeks itu dilihat dari nilai perilaku seperti merek misalnya banyaknya orang beribadah, banyaknya masjid, sementara di lain hal, tingkat kriminalitas di suatu daerah tersebut tinggi," tuturnya.
Secara umum, Jimly mengajak umat Islam legawa terhadap hasil riset IKI itu sebagai titik tolak perbaikan diri.
"Indeks Kota Islami ini perlu kita gunakan untuk evaluasi diri, pemetaan dakwah kita perlu dievaluasi per daerah agar efektif sehingga bisa mendorong praktik Islam yang substantif," kata dia. (Ant/f)