Nanjing (SIB)- Sayup-sayup terdengar alunan ayat Al Qur'an yang dilantunkan Syeikh Abdurrahman As-Sudais melalui CD Player di dalam lingkungan Masjid Jingjue, Nanjing, China. Situasi lingkungan masjid yang relatif sepi, pelan-pelan mulai didatangi sejumlah jamaah. Maklum, hari itu sebagian umat Islam di Nanjing akan melaksanakan Salat Jumat.
Masjid Jingjue yang terletak di Jalan Shengzou No. 28, Distrik Qinhuai, Provinsi Jiangsu ini terletak di pusat kota Nanjing, yang juga disebut Jinling. Setiap hari Jumat, banyak pedagang kaki lima dadakan berjualan makanan berlabel 'halal'. Di antaranya berjualan daging kambing, ayam, kebab Turki, kue Nang, sate daging ayam dan kambing serta minuman Kawas buatan warga suku Uighur atau suku Hui.
Waktu salat Jumat di Nanjing, (20/5) dilaksanakan sekitar pukul 13.20 WIB. Semakin banyak jamaah berdatangan, baik warga asli Nanjing, atau pendatang dari berbagai negara dan wisatawan untuk sholat. Begitu juga detikcom bersama rombongan wartawan lainnya yang diundang Thai Lion Air ke Nanjing pada Kamis, 19-20 Mei 2016.
Waktu salat ditandai dengan kumandang suara Adzan dari muadzin, tanpa pengeras suara atau speaker. Tapi suaranya menggema diareal masjid seluas kurang lebih 4.000 meter itu. Usai mendengarkan ceramah dengan bahasa Mandarin, ratusan jemaah pun melaksanakan Salat Jumat.
Para jemaah pun bersalam-salaman dan pulang, tak lupa membeli makanan 'halal' yang berada di luar masjid itu. Dicoba menelusuri sebuah bangunan di depan masjid yang digunakan sebagai perpustakaan dan muesum. Dari informasi yang diperoleh Senin (23/5), ternyata Masjid Jingjue sudah berumur hampir 654 tahun.
Masjid yang juga dikenal dengan sebutan Sanshan Street Mosque ini didirikan atas perintah Zhou Yuanzhou, pendiri dan Kaisar pertama Dinasti Ming pada tahun 1392 masehi sebagai bentuk hadiah kepada sang istri, Ratu Ma yang merupakan muslimah dari suku Hui. Namun masjid yang sebagian arsitektur bangunnya bergaya balairung tradisional Cina ini sempat terbakar tahun 1430 masehi.
Masjid ini dibangun kembali atas perintah Laksamana Cheng Ho (Zheng He) sebelum melakukan muhibah ketujuh ke kawasan Asia Tenggara tahun 1492 masehi. Pada masa Dinasti Ming, masjid ini agak besar dengan luas sekitar 2,6 hektar. Masjid ini kembali direnovasi pada masa Dinasti Qing tahun 1644 masehi.
Saat pemerintah Republik Rakyat Tiongkok berkuasa, masjid yang didominasi warna merah dan hijau ini sempat mengalami renovasi pada tahun 1957, 1982, 1984 dan terakhir pada 2008. Bangunan masjidnya sendiri luasnya 348,7 meter yang bisa menampung 300 orang.
Areal masjid terdiri, bangun utama untuk sholat. Sementara sebelah selatan terdapat bangunan yang digunakan sebagai perpustakaan/museum, sebelah utara digunakan bangunan untuk pengurus masjid, tempat wudhu dan tempat salat bagi jemaah wanita.
Pada masa Dinasti Ming dan Qing, dari masjid ini banyak menghasilkan tokoh dan sarjana Islam di Cina. Saat ini, masjid ini merupakan pusat agama Islam di kota Nanjing dan sebagai peninggalan sejarah. Pada hari Jumat, hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, setidaknya 500 orang lebih selalu berkumpul di masjid ini. (detikcom/ r)