Jakarta (SIB)- Ketua FPKB DPR RI Hj Ida Fauziyah menegaskan pendidikan Madrasah yang sudah berusia ratusan tahun selama ini belum mendapatkan perhatian yang berarti dari pemerintah. Karena itu, kehadiran negara untuk memberdayakan Madrasah dipertanyakan.
"Selama ini 94% pendidikan Madrasah dikelola masyarakat, maka negara sangat beruntung dimana upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara diambil-alih oleh masyarakat, tanpa bantuan negara. Lalu, dengan kondisi Madrasah yang tertinggal khususnya dari sisa anggaran (APBN dan APBD) pemerintah selayaknya hadir," kata Ida Fauziyah ketika membuka diskusi 'Tasheh Draft Naskah Akademik RUU Pendidikan Madrasah' bersama Prof DR Nur Cholis Setiawan MA (Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag RI), Dr Hadiat MA (Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas RI), HZ Arifin Junaidi (Ketua PP LP Ma'arif NU), dan Asrori S Karni (Gatra) di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (22/6).
Menurut Ida Fauziyah, pendidikan Madrasah dewasa ini dalam kondisi memprihatinkan, atau tidak hidup tapi juga tidak pula mati (layamutu wala yahya). Belum lagi berbicara guru, bangunan, infrastruktur, dan sebagainya. Gaji guru saja jauh dari standar UMR atau UMK. Bahkan masih banyak yang digaji Rp 100 ribu sebulan. Tetapi, mereka tetap semangat untuk mengabdi kepada masyarakat.
Karena itu, tambah Ida Fauziyah, negara harus hadir melalui RUU Pendidikan Madrasah sebagai payung hukum, untuk menunjukkan keperpihakan negara melalui anggaran (APBN dan APBD). Makanya FPKB DPR akan terus memperjuangkan anggaran Madrasah ini meski pemerintah saat ini terus melakukan pemotongan anggaran.
Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag RI Nur Kholis Setiawan mengakui bahwa kehadiran negara hampir tidak ada. Sebab, pemerintah masih diskriminatif, apalagi PP No19 tahun 2016 tentang Tunjangan Gaji ke-13 untuk 76.551 guru non PNS dihapus.
Padahal, jumlah lembaga pendidikan Madrasah di Indonesia sudah mencapai 776.893 ribu.
Alasannya, sekolah di daerah sekarang ini sudah milik bupati, wali kota dan gubernur. Makanya, Nur Kholis mempertanyakan mengapa pemerintah pusat masih mengelola 40 % dana Bansos dari Rp 40 triliun.
"Kalau caranya seperti ini, maka sampai kiamat pun pengelolaan Madrasah tidak akan beres- beres. Padahal, anggaran dari APBN Rp 18,7 triliun untuk Madrasah itu habis untuk membayar yang wajib, hanya tersisa kurang dari Rp 1 triliun," ujar Nur Kholis Setiawan sambil menambahkan dari 94 % Madrasah yang dikelola masyarakat terdapat 16 % atau 813 ribu guru yang PNS, sedangkan 84 % adalah non PNS dengan segala tantangannya. Maksud tantangan disini antara lain soal gaji, tunjangan, sertifikasi dan sebagainya.
"Hal ini harus diperhatikan dalam RUU Pendidikan Madrasah ini," tukas Nur Kholis.
Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas RI Dr. Hadiat, MA mengemukakan, kebijakan antara pendidikan Madrasah dan pendidikan umum sebenarnya tidak ada perbedaan. Posisinya sama dan APBN pendidikan dari tahun ke tahun terus meningkat. Jika ternyata masih ada kesenjangan, maka ke depan harus diperbaiki," katanya singkat. (G 01/ r)