Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 29 Juni 2025

Mati Itu Pasti !

* Oleh : Islahuddin Panggabean, S.Pd
- Jumat, 29 Juli 2016 16:47 WIB
409 view
Mati Itu Pasti !
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS Al-Anbiya : 35)

Dari ayat di atas telah tampak dengan jelas bahwa kematian itu pasti datang. Kematian hanyalah fenomena berakhirnya kehidupan seseorang. Tetapi, bagi manusia yang mampu memberi makna, kematian lebih dari sekadar perpisahan ruh dan jasad.

Jika kematian dimaknai sebagai perpisahan dengan dunia yang serba menyenangkan, maka orang akan menghadapinya dengan rasa takut dan sakit. Sebaliknya, jika kematian dimaknai sebagai fase kehidupan berikutnya di alam barzakh yang penuh kenikmatan, maka orang akan menghadapinya dengan tenang dan penuh harapan.

Kehidupan sebagaimana dijelaskan pada ayat dimaknai sebagai medan ujian, sedangkan kematian sebagai proses kembali seseorang kepada Penciptanya.
Al-Quran menyebut dua tempat kembali : surga dan neraka. Surga bagi yang beriman dan beramal saleh. Sedangkan yang tidak beriman dan beramal salah maka akan menuju ke neraka.

Ayat di atas juga memastikan bahwa kehidupan di dunia memiliki batas waktu. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami maut. Persoalannya : bagaimana kita memaknainya? Ayat tersebut memberikan petunjuk. Dunia adalah tempat ujian. Kebaikan dan keburukan sekadar alat uji apakah manusia mengingat janji primordialnya kepada Tuhan di alam ruh bahwa dirinya akan menuhankan Dia dan mengikuti ajaran-Nya. Ataukah ia menjadi pendusta atau pendurhaka kepada Tuhannya. Masa ujian di dunia diakhiri dengan kematian. Setelah itu, pengumuman kelulusan apakah seseorang lulus atau tidak. Apabila lulus, maka ia berhak atas tempat kembali yang penuh kenikmatan. Sebaliknya jika tidak, bersiap-siap menempati tempat penuh siksa. Inilah cara al-Quran memaknai kematian.

Begitulah bahwa kematian adalah keniscayaan. Meyakini akan kematian ialah pola pikir yang benar dan fitrah. Penerimaan bahwa mati itu pasti akan
menghadirkan ketenangan hati serta orientasi kehidupan yang penuh perencanaan dan perhitungan.
Tema kematian dalam Islam tidak hanya mengajarkan bahwa "yang hidup niscaya mati" akan tetapi juga bahwa adanya "kehidupan setelah kematian". Hidup saat ini akan mengalami kematian, lalu setelah kematian itu akan ada kehidupan baru yang ditentukan dalam kehidupan saat ini. Karena itulah, manusia diminta untuk meningkatkan kualitas kebaikan dan kemanfaatan kehidupan di dunia ini sehingga akan mendapatkan kehidupan setelah kematian yang lebih baik.

Pola pikir sebagian manusia kerap menginginkan keabadian dan tidak memercayai adanya kehidupan setelah kematian. Disinilah kemudian setan hadir mengobarkan nafsu keabadian dengan ilusi dan janji palsu, terekam perkataannya kepada nenek moyang manusia, "Maukah aku tunjukkan padamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tak akan binasa" (QS 20 :120).

Ketika ilusi itu sudah memasuki pikiran, ada banyak manusia yang menginginkan keabadian akan berakhir dengan kekecewaan ketika mati menghampirinya. Setan juga mendorong manusia tidak percaya akan adanya kehidupan sesudah kematian. Sebagaimana janji Iblis untuk menggoda manusia selamanya dari segala arah yang terekam dalam al-Quran, "Iblis berkata: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." ( QS. Al A'raf : 16 - 17)

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta'ala dalam surat Al-A'raf ayat 17 di atas adalah, "Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka": Iblis akan membuat manusia ragu akan permasalahan akhirat (Min baini Aidihim). "dan dari belakang mereka": membuat mereka cinta kepada dunia (Wa Min Kholfihim). "dari kanan": urusan-urusan agama akan dibuat tidak jelas (Wa 'An Aimaanihim). "dan dari kiri mereka": dan manusia akan dibuat tertarik dan senang terhadap kemaksiatan (Wa 'An Syama'ilihim).

Hal ini jika merasuki pikiran dan keyakinan membuat pola pikir yang menata hidup tanpa perencanaan jangka panjang dan tanggung jawab. "Hidup hanya saat ini" slogan utamanya. Membuat sikap menghabiskan segala sesuatu (waktu, kesenangan, kesempatan dsb) untuk dapat dinikmati selagi bisa dinikmati. Akhirnya muncul pola hidup yang enggan berinvestasi kebaikan. Maunya have fun hingga lupa heaven.

Sedangkan orang beriman berkeyakinan bahwa hidup mati di tangan Allah. Sehingga tak ada yang bisa mengelak. Bahkan Hanya Allah semata yang tahu jadwal mati setiap insan. Sehingga manusia  Keyakinan ini melahirkan sikap berani dan juga ketenangan dalam menjalani hidup. Tatkala manusia sadar bahwa hidup di dunia itu ada batas yakni kematian, maka ia pun tak sembarangan. Semua harus dalam perencanaan dan pertanggung jawaban. Hidup di dunia kayak menanam, sedangkan ia akan dipanen ba'da kematian.

Rasulullah bahkan menjadikan standar kecerdasan manusia itu adalah kesadaran akan adanya kematian dan bersiap menghadapinya. Para ulama menjelaskan tentang beberapa manfaat bagi seseorang yang banyak mengingat kematian bahwa ia akan dimuliakan dengan tiga perkara : (1) selalu bersegera bertaubat, (2) hati yang qona'ah, dan (3) semangat dan rajin beribadah dan beramal baik. Dan barang siapa yang melupakan kematian maka ia akan dihinggapi penyakit (1) menunda-nunda taubat, (2) tidak rido dengan pemberian Allah, dan (3) malas dalam beribadah dan berbuat baik.

Penutup
Mati itu satu paket dengan hidup. Tatkala menyadari bahwa kita hidup di dunia maka kepastian selanjutnya adalah kematian. Hidup di dunia adalah ujian. Manusia cerdas adalah yang sering mengingat mati dan mempersiapkan bekal menujunya. Sebab setelah kematian, akan ada kehidupan berikutnya. Wallahu'alam. (l)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru