Dalam sebuah invansi Qadisiyah melawan Persia ada sebuah kalimat bersejarah. Kalimat bersejarah itu adalah jawaban dari pertanyaan mengapa kaum muslimin gigih melakukan ekspansi atau futuhat (pembebasan) negeri-negeri. Mulai dari panglima besar, Sa'ad bin Abi Waqqash, al-Mughirah ibn Syu'bah sang komandan lapangan hingga prajurit kecil seperti Ribi' bin Amir tatkala ditanya dalam kesempatan berbeda menjawab dengan kalimat yang sama. Indikasi semua pejuang Islam faham akan hal itu.
Kalimat bersejarah itu ialah "Kami adalah kaum yang dibangkitkan Allah, untuk memerdekakan manusia 1) dari penghambaan kepada sesama makhluq menuju peribadahan kepada Khaliq semata, 2) dari sempitnya dunia, menuju luasnya akhirat, 3) dari kezaliman menuju keadilan Islam."Tiga hal inilah yang menjadi kunci penyebaran Islam. Dengan tiga hal itu, Islam menyelimuti dunia dengan kesejukan dan kedamaian. Sungguh, penyebaran Islam bukanlah bentuk imperialisme ataupun kolonialisme. Justru, ia adalah gerakan kemerdekaan sejati. Memerdekakan manusia secara hakiki.
Gerakan kemerdekaan ini berisi dengan tiga hal. Pertama, memerdekakan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluq menuju penghambaan kepada Khaliq semata. Kalimat "Laa ilaha illAllah" pada hakikatnya kalimat kemerdekaan dan juga sebuah ikrar untuk memanusiakan manusia hingga tidak ada perbedaan kasta di antara manusia dan tidak menjatuhkan martabat kemanusiaan. Firman Allah SWT, "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya : Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada jalan kebenaran) (QS Az-Zukhruf :26-27).
Nabi Ibrahim as mengatakan pembebasan diri (dari segala sesembahan yang bathil) dan pernyataan setia (kepada sembahan yang haq yaitu Allah). Para Ulama mengatakan inilah tafsiran dari syahadat "Laa ilaha illa Allah". Islam juga melarang membuat tandingan-tandingan Allah dengan mencintai sesuatu seperti cinta pada Allah (QS al-Baqarah : 165) dan larangan menjadikan tokoh sebagai Tuhan (QS Taubah : 31). Jadi inti Tauhid adalah memurnikan penghambaan hanya pada Allah. Di era modern sekarang, perbudakan kepada selain Allah juga bisa didapati seperti penghambaan pada uang, tahta, wanita begitu juga pada hedonisme, liberalisme, materialisme, fanatisme kelompok dsb. Islam datang untuk memerdekakan manusia dari hal itu.
Kedua, memerdekakan manusia dari sempitnya dunia menuju luasnya akhirat. Islam datang untuk merubah orientasi manusia agar menjadikan akhirat sebagai tujuan utama karena akhiratlah sebenar-benar kehidupan (Qs al-Ankabut :64). Dunia Sementara akhirat selamanya. Dunia sering disebut dalam Quran dengan permainan, senda gurau, perhiasan. Penuh kepalsuan dan tipuan. Sedangkan dalam berbagai hadist, dunia di sisi Allah tidak lebih dari selembar sayap nyamuk dan perbandingan dunia dan akhirat ibarat air yang menempel di jari tangan dengan samudera nan luas.
Hal itu bukan berarti Islam mengajarkan membenci kehidupan dunia akan tetapi lebih menjadikan dunia sebagai ladang beramal untuk bekal menuju akhirat. Selain itu, agar setiap manusia bisa merdeka dari sifat-sifat rendah keduniaan. Kemerdekaan atau kebebasan itu sendiri dalam bahasa Arab disebut dengan al-Hurriyah. Kata hurr menurut Raghib al-Ishfahani mengandung dua arti, pertama adalah lawan dari budak dan kedua orang yang tidak dikuasai oleh sifat-sifat buruk dalam hal urusan duniawi.
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, "Manusia jangan pernah mengklaim dirinya merdeka bila masih mengagungkan makhluk dan meremehkan Allah dan jangan pernah menganggap dirinya merdeka jika belum mampu membebaskan dirinya dari segala penyimpangan dengan taubat, hati yang bergantung hanya kepada Allah, mampu meredam emosi dan mampu menahan nafsu."
Ketiga, memerdekakan dari kezaliman menuju keadilan Islam. Islam ialah agama sempurna dengan prinsip-prinsip utamanya. Salah satu prinsip utamanya ialah keadilan. Sedikitnya al-Quran menyebut keadilan dalam tiga term, al-'adl, al-qisth dan al-mizan. Secara sederhana, keadilan diartikan sebuah upaya untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ajaran Islam mengatur keadilan dalam semua aspek dalam kehidupan. Dalam aspek hukum, Nabi memerintahkan adil dan itu beliau mulai dari diri sendiri "Rusaknya orang terdahulu karena ketika yang mencuri orang yang terhormat, maka melepaskan dari jerat hukum. Tetapi jika yang mencuri orang lemah, mereka menghukum. Saksikanlah! Andai Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya."
Dalam aspek ekonomi, Islam sangat adil jauh dari kezaliman para pemegang modal dan pengusaha jahat. Salah satunya tergambar dari kepemimpinan Khalifah Umar, "Orang yang membawa hasil panen ke kota kita akan dilimpahkan kekayaan berlimpah dan orang yang menimbunnya akan dilaknat. Jika ada orang yang menimbun hasil panen atau barang kebutuhan lain sementara makhluk Tuhan (manusia) memerlukannya maka pemerintah dapat menjual hasil panen dengan paksa." Begitupula dari aspek politik, bahwa ada janji dari Nabi tentang Naungan Allah kepada para pemimpin yang adil dalam menjalankan kepemimpinannya. Tak hanya di situ, ajaran Islam memerintahkan ummat non-Islam untuk tidak dizalimi. Ia bebas memeluk agama tanpa paksaan (laa ikraha fi din) bahkan Islam menjamin kehidupan ummat lain yang tidak memerangi, sama seperti ummat Islam. Demikian jika Islam diterapkan dalam kehidupan. Sejuk dan penuh keadilan.
Penutup
Islam ialah agama kemerdekaan. Bukan sembarang kemerdekaan, tetapi kemerdekaan yang hakiki. Yakni merdeka untuk menjadi hamba Allah, merdeka dari sempitnya orientasi duniawi serta merdeka dari kezaliman. Sehingga agaknyalah kita sebagai Ummat Islam harus kembali mempelajari dan menerapkan Islam demi meraih kemerdekaan hakiki. Wallahua'lam. (f)