Musim haji sudah berlalu. Para jama'ah haji dari berbagai negara sudah mulai berpulangan ke tanah air masing-masing. Tidak diragukan lagi bahwa meninggalkan tanah haram akan sangat berat di hati, terutama bagi jiwa yang ikhlas saat berhaji.
Setelah sampai di tanah air, seperti biasa ucapan selamat bercampur haru dan sukacita berdatangan. Tahniah dari keluarga dan rekan sejawat senantiasa hadir menyambut setiap kedatangan jama'ah haji dari tanah suci. Tentu dari semua ucapan selamat yang paling diharapkan ialah doa tulus agar memperoleh haji yang mabrur.
Siapapun pasti ingin menggapai predikat haji yang mabrur. Sebab, balasan terbaik telah disediakan untuk mereka sebagaimana disabdakan Nabi, "Haji yang mabrur tiada balasan lain untuknya kecuali surga." (HR Bukhari Muslim). Mabrur sendiri berasal dari kata barra-yabarru yang artinya taat berbakti. Sedangkan haji mabrur sendiri artinya haji yang diterima Allah Swt. Kemabruran itu dapat dicapai jika dilaksanakan dengan penuh keikhlasan, sesuai syarat, wajib dan rukunnya serta jauh dari rafats, fusuk dan jidal. (QS 2 :197).
Para ulama sering menjelaskan ciri-ciri haji yang mabrur, salah satunya Hasan al-Bashri. Beliau berkata, "Haji mabrur adalah orang yang melaksanakan ibadah haji pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan senang terhadap akhirat." Sebagian besar ulama berkata bahwa ciri utama haji mabrur adalah bahwa hal itu tampak di akhirnya, yakni bahwa jika ia pulang menjadi lebih baik dari sebelumnya, jika iya, diketahuilah bahwa ia mendapatkan haji yang mabrur.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat diingat oleh para jama'ah haji setelah menunaikan haji. Pertama, harus istiqomah dan menikmati ketaatan. Prof M. Quraish Shihab memberi definisi menarik tentang mabrur, yaitu menepati janji. Artinya orang yang hajinya mabrur akan menepati janji yang telah diucapkan saat berhaji. Seperti ketika ia mengumandangkan kalimat talbiyah (Labbaik Allahumma labbaik). Orang yang hajinya mabrur tentu sadar dan ingat bahwa panggilan Allah tak hanya haji, tetapi sholat, puasa dan zakat dan semua yang mendatangkan ridha-Nya ialah panggilan-Nya jua.
Jika saat berhaji, mampu menjaga sholat, sanggup menghindari maksiat, senang baca al-Quran, maka seyogianya sepulang haji pun bisa seperti itu. Istiqomah dan terus menikmati ketaatan ialah tanda diterimanya amal ibadah yang lalu. Ibnu Rajab menjelaskan, "Tanda diterimanya amal adalah ketika suatu ketaatan yang dilakukan oleh seorang hamba bisa menuntunnya menuju ketaatan lain yang lebih tinggi."
Konsisten dan berkelanjutan bahkan meningkat itulah indikasi haji mabrur . Hal itu juga salah satu hikmah bulan haji (Dzulhijjah) mendahului bulan hijrah (Muharram). Orang yang telah berhaji diharapkan dapat melakukan hijrah atau transformasi moral dan spiritual yang dimulai dari dirinya.
Kedua, senantiasa waspada tertipu karena ketaatan. Hal yang wajib dihindari adalah memandang terhadap diri sebagai orang yang telah taat dan seolah manusia paling mulia di muka bumi. Rasa 'ujub atau bangga diri serta menganggap diri sebagai orang mulia harus diberangus jika tak ingin nilai ibadah menjadi hangus. Pantaskah bagi seorang haji untuk berkata "Aku telah menunaikan Islam secara sempurna" padahal Rasulullah Saw yang sudah dijamin masuk surga saja masih beribadah hingga kaki beliau bengkak.
Begitu pula Abu Bakar yang diangkat sebagai Khalifah Rasulullah menyampaikan pidato pertamanya, "Wahai manusia, aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian, sedangkan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian..".Oleh karena itu, sebutan tambahan di awal nama yakni haji atau hajjah hendaknya jangan membuat diri tertipu.
Ketiga, Ingatlah selalu kematian. Salah satu obat mujarab untuk mengobat kemalasan dalam melaksanakan ibadah pasca haji ialah mengingat mati. Ulama Saudi, Syaikh Utsaimin pernah berkata, "Apabila anda menginginkan untuk terus merasakan berkah hajimu, maka ingatkanlah dirimu dengan kematian, karena sesungguhnya kematian akan segera menyegerakan kita untuk melaksanakan amal sholih dan giat dalam beribadah kepada Allah Swt."
Prosesi Ibadah haji yang dilakukan sangat dekat dengan ingatan akan kematian dan hari akhir. Berada di tanah haram terutama saat wukuf di padang Arafah dengan jutaan manusia mengingatkan tiap diri pada Yaumul Mahsyar. Tentunya dengan mengingat kematian dan prosesi ibadah haji akan membuat ketaatan dan spirit haji terus terpelihara.
Keempat, Memperbanyak Doa. Istri Rasulullah Saw Ummu Salamah ditanya tentang doa terbanyak yang diucapkan oleh Nabi Saw, ia menjawab, "Kebanyakan doa beliau "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku berada di atas agama-Mu." Sepulang berhaji semestinya jamaah haji memperbanyak doa terutama doa agar menetapkannya di atas agama-Nya.
Kelima, Berbuat maksimal. Hakikat haji mabrur lain adalah keterkaitan antara aspek hablumminallah dan hablumminannas. Penerapan nilai-nilai ibadah dan kebersamaan pada haji harus diterapkan dalam kehidupan baik sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara.
Haji bukan hanya sekadar mengubah status dan menambah gelar di depan nama. Tetapi ia diejewantahkan dengan maksimalnya ia berbuat dalam masyarakatnya. Dahulu mereka yang telah berhaji setelah kembali ke tanah air akan aktif bergerak mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik. sebab itulah para penjajah dahulu yang melabeli 'Haji' di depan nama mereka, agar mereka dapat dikenali.
Penutup
Musim haji telah berlalu. Para haji dan hajjah telah kembali ke tanah air dari tanah suci. Kedatangan mereka membawa harapan perubahan untuk bangsa Indonesia ke arah lebih baik. Tentunya apabila mereka berhaji dengan haji yang mabrur. Semoga Haji yang dilaksanakan merupakan haji yang mabrur. Wallahua'lam. (l)