Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 29 Juni 2025

DPR dan Pemerintah Belum Sepakat Tentang Pembentukan Badan Penyelenggara Ibadah Haji

- Jumat, 14 Oktober 2016 18:34 WIB
270 view
DPR dan Pemerintah Belum Sepakat Tentang Pembentukan Badan Penyelenggara Ibadah Haji
Jakarta (SIB)- DPR RI dan pemerintah  hingga saat ini belum sepakat  tentang pembentukan Badan Penyelenggara Ibadah Haji, dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU). Padahal, badan ini dinilai merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki permasalahan ibadah haji yang selama ini masih terjadi.

"Sesungguhnya, ada 7 yang masih terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, di antaranya tentang Badan Penyelenggara Haji," kata anggota Komisi VIII DPR RI FPKB KH. Maman Imanul Haq, kepada wartawan, Selasa (11/10) di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Karena itu, dia mendesak Kementerian Agama (Kemenag) RI segera melaksanakan amanat UU No.34 tahun 2014 untuk membentuk Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH).

Sebab, dengan badan BPIH itu, diharapkan proses penyelenggaraan haji akan lebih baik dan keuangannya pun akan lebih transparan dan akuntabel. 
Menurut Maman, selama ini Kemenag RI menolak pembentukan badan penyelenggara haji, padahal tujuannya adalah agar pelayanan penyelenggaraan ibadah haji makin baik.

"Penyelenggaranya bisa tetap pejabat Kemenag RI dengan memenuhi syarat tertentu. Jadi, antara operator, regulator dan pengawas itu nantinya lebih jelas dan penyelenggaraannya lebih nyaman," ujar Maman sembari menyebutkan, bahwa Kemenag RI juga menolak badan pengawas, karena setiap hari sudah merasa diawasi oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan masyarakat.

Soal asuransi jamaah haji, juga sangat penting mengingat sampai hari ini pemerintah Saudi Arabia belum memenuhi janjinya terkait  korban crane (kecelakaan dalam proses pembangunan - perluasan Masjidil Haram Makkah), yang terjadi pada musim haji tahun 2015 lalu itu.

Politisi Partai Demokrat ini berpendapat, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) juga  harus ditertibkan agar tidak terjadi kasus haji illegal seperti melalui imigrasi Philipina. 

Juga kuota haji harus dibenahi, sehingga tidak sampai terjadi antrian sampai 40 tahun seperti di Maros, Sulawesi Selatan. Sama pentingnya dengan badan pengelola keuangan haji (BPKH), untuk mengurangi penggunaan uang jamaah haji. 

Demikian pula tentang pembatasan kuota haji. menurut Maman, dengan pembatasan ini maka orang yang sudah menunaikan ibadah haji, baru boleh menunaikan haji kembali setelah 10 tahun kemudian. 

"Harus ada prioritas bagi jamaah haji yang sudah tua dan belum melaksanakan ibadah haji. Jangan sampai terjadi pemalsuan identitas (KTP) hanya pindah alamat rumah, bisa haji. Ini kan perlu ditertibkan," ucap Maman.

Dana haji yang triliunan rupiah harus dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah haji, bukan untuk infrastruktur. Dengan demikian, jamaah haji tidak menjadi komoditas.

Ketua Ikatan Persaudaraan Indonesia (IPHI) Abdul Kholiq Achmad mengatakan banyak hal  yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk badan penyelenggara - operator, regulator, pengelolaan keuangan, komisi pengawas  (Komwas), kuota dan sebagainya.  

"Jadi, revisi UU No 13 tahun 2008 sangat penting, agar pelaksanaan ibadah haji semakin baik ke depan," kata Kholig seraya menyebutkan selama ini masih ada  hal-hal yang mubazir. 

Misalnya, banyaknya panitia haji atau amirul haj, padahal sebenarnya cukup ditangani Dirjen, bukan Menteri Agama.

Kalau itu dibiarkan, maka setiap tahun akan ada potensi korupsi seperti di pemondokan, catering, transportasi dan sebagainya. 

"Sewa-menyewa itu hanya setahun, sehingga banyak uang yang dihambur-hamburkan," kata Kholiq. (G01/q)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru