Akhir-akhir ini ungkapan Islam Rahmatan Lil 'alamin sering didengar oleh publik. Wacana yang dicanangkan oleh pemerintah dan ulama Indonesia itu patut diacungi jempol dan didukung. Kata 'rahmatan lil 'alamin' terdapat pada firman Allah, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya' 107). Dalam ayat tersebut, dengan tegas dan gamblang dinyatakan bahwa tugas utama kerasulan Muhammad adalah menebar rahmat bagi alam semesta. Kondisi Muhammad sebagai penebar rahmat dikaitkan dengan kedudukan beliau sebagai Rasulullah (utusan Allah). Bisa juga dikatakan bahwa risalah Islam yang dibawa oleh baginda adalah risalah yang rahmatan lil 'alamin.
Rahmat adalah sifat Allah yang utama. Ia paling sering disebut dalam kehidupan Muslim. Bukankah setiap muslim senantiasa mengucapkan bismillahirrahmanirrahim? Kata ar-rahman dan ar-Rahim itu berasal dari akar kata rahima yang bentuk mashdarnya adalah rahmat. Kata 'al- 'alamin' sendiri ialah bentuk jamak dari kata 'al-'alam'. Itu dapat dimaknai bahwa risalah Islam sejatinya membawa kasih sayang bukan hanya pada alam manusia apalagi sebuah daerah semata, tapi juga alam hewan, tumbuhan dan alam-alam lainnya.
Rahmatan Lil 'alamin
Menurut Nur Ahmad Fadhil (2015), konsep 'rahmat lil al-'alamin' dapat dipilah kepada lima pengertian yang saling terkait dan melengkapi. Pertama, Rasul yang penuh kasih sayang. Hampir semua ahli tafsir mengenai ayat an-Anbiya 107 diatas menyatakan bahwa ayat tersebut menunjuk langsung pada pribadi dan kepribadian Nabi. Yang terpenting menjadi perhatian adalah akhlak-karakter Nabi yang khuluq 'azhim.
Nabi Saw sendiri pernah menyatakan bahwa tujuan perjuangannya ialah untuk menyempurnakan akhlaq (makarim al-akhlaq). Meskipun dalam pelajaran-pelajaran agama diajarkan bahwa seorang Rasul itu punya 4 sifat dasar yakni amanah, tabligh, siddiq dan tabligh. Namun sejatinya semua sifat tersebut juga didasari oleh sikap dan prilaku Nabi yang penuh kasih sayang pada semua makhluk Tuhan di muka bumi.
Kedua, Agama yang universal bagi umat manusia. Para ahli tafsir menjelaskan bahwa Islam sebagai rahmat bagi semesta alam juga berkaitan dengan ruang lingkup target misi kerasulan beliau. Para Nabi dan Rasul sebelum beliau diutus hanya untuk kaum dan dalam masa waktu tertentu saja. Sedangkan risalah Islam yang dibawa Muhammad tak hanya buat Arab, tetapi seluruh umat manusia. Tak hnya saat Nabi berada di dunia, akan tetapi sampai akhir zaman kelak.
Bahkan sejatinya yang mendapatkan guyuran rahmat dari kerasulan Muhammad tak hanya orang Islam atau beriman. Orang yang tak beriman pada Muhammad berbeda perlakuannya dari yang tak beriman pada era Nabi sebelumnya, yakni tidak diazab langsung oleh Allah. Ibnu Abbas mengomentari ayat di atas,' Orang yang beriman pada Nabi, akan memperoleh rahmat Allah dengan sempurna di dunia dan akhirat. Sedangkan orang yang tidak beriman pada Nabi, maka akan diselamatkan dari azab yang ditimpakan kepada umat terdahulu ketika masih di dunia seperti diubah jadi hewan atau diplemparkan batu dari langit.' Nabi juga pernah bersabda, "Aku diutus bukan sebagai pembawa kutukan, tetapi aku diutus sebagai penebar rahmat."
Ketiga, Penuntas Agama Sebelumnya. Nabi Saw menyandang gelar khataman nabiyyin, penutup para Nabi. Sejalan dengan itu, risalah yang ia bawa adalah penyempurna atau penuntas ajaran para Nabi sebelumnya. Risalah ini pula yang akan berlaku terus hingga akhir zaman.
Allah memberikan panduan bagi manusia melalui rangkaian para rasul-Nya sejak Nabi Adam. Namun syariat yang berlaku saat itu disesuaikan dengan perkembangan dan perilaku serta kebutuhan ruang dan waktu. Nabi Muhammad Saw yang diutus sebagai khataman an-nabiyyin diutus ketika manusia telah mencapai dasar-dasar penting puncak peradabannya.
Para pakar telah menjelaskan bahwa memang syariat Islam lebih komprehensif dalam segala aspek seperti hubungan dengan Tuhan, dengan sesama, alam lingkungan maupun dengan diri sendiri. Hal ini menunjukkan Islam itu agama yang syumul (lengkap) dan kamil (indah). Bagaimana seluruh prilaku manusia diklasifikan ke dalam tak hanya yang dilarang maupun yang diperintahkan. Akan tetapi, segala hukum terangkum dalam lima kategori yakni wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Keempat, Pola Hidayah dan Pengetahuan yang Integral dan Komprehensif. Setiap Nabi dan Rasul dalam menghadapi kaumnya dilengkapi dengan mukjizat. Mukjizat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi ialah fenomena luar biasa yang sesuai dengan konteks zaman. Contohnya, Nabi Musa yang diberikan tongkat kala berhadapan dengan para penyihir. Begitujuga Nabi Isa yang punya mukjizat menyembuhkan bahkan menghidupkan saat menghadapi kaumnya yang mendambakan ilmu kesehatan.
Sedangkan mukjizat yang paling besar dan populer dari risalah Nabi Muhammad Saw ialah al-Quran dan Isra' Mi'raj. Kedua hal ini tentunya terkait dengan ilmu manusia yang kian matang, pengetahuan yang meningkat dan berkembangnya teknologi. Ini juga diperkuat dengan fakta bahwa rangkaian ayat yang pertama turun pada Nabi ialah berkaitan dengan aktivitas ilmiah terpenting yakni iqra' (membaca, mengamati).
Kelima, Agama Peradaban yang Kosmopolit. Dalam beberapa ayat al-Quran tergambar bahwa tugas utama Islam ialah membawa manusia dari suasana kegelapan ke alam yang penuh nur. 'Kegelapan' mengandung makna kezaliman, diskriminasi, ketidakadilan dan keterbelakangan. Sejarah membuktikan bahwa saat Islam diterapkan dengan sungguh-sungguh, peradaban manusia semakin maju. Puncak-puncak capaian budaya Islam telah menyebar dan terasa manfaatnya bagi dunia. Salah satunya seperti ilmu aljabar, logaritma dan sistem perguruan tinggi. Tidak berlebihan bahwa itu wujud nyata Islam menjadi rahmat semesta alam.
Penutup
Islam sebagai Risalah yang dibawa Muhammad Saw ialah Rahmatan Lil 'alami. Setiap Muslim harus selalu menyadari hal tersebut dan terus mengaplikasikannya dalam kehidupan sebagai bentuk kampanye Islam rahmatan lil 'alamin. Yakni harus menjadi pribadi yang penuh kasih sayang, berpandangan universal, berpengetahuan dan berperadaban tinggi. Wallahua'lam. (y)