Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An-Nahl : 125).
Dari Tafsir Maraghi dijelaskan bahwa fungsi utama pengutusan para nabi- dari nabi Adam 'alaihissalam hingga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam- adalah untuk menyampaikan kebenaran. Inilah bentuk lain kasih sayang Allah kepada umat manusia. Dengan kebenaran tersebut, manusia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada kenyataannya, sebagian manusia menerima kebenaran tersebut dan sebagian yang lain menolaknya.
Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab penerimaan atau penolakan kebenaran yang disampaikan para rasul tersebut. Dua faktor utama dari proses itu adalah subjek yang menyampaikan pesan dan subjek yang menerima pesan. Dari segi penyampai pesan : cara menyampaikan pesan menjadi kunci bagaimana suatu kebenaran kemudian bisa diterima dengan kesadaran dan kerelaan. Dari segi penerima : kebersediaan dan keterbukaan merupakan suatu perasaan suatu kebenaran akan mengisi dan mewarnai dirinya sendiri.
Dalam ayat di atas, Allah Swt memberikan bimbingan kepada Nabi Muhammad Saw bagaimana semestinya beliau menyampaikan pesan Allah yang tertera dalam al-Quran, baik berupa perintah maupun larangan-Nya secara tepat, sehingga umatnya dapat menerima kebenaran tersebut. Tuntunan tersebut adalah hendaknya beliau mendakwahi kaum musyrik dengan perkataan tegas sehingga kebenaran dapat dibedakan secara jelas dengan kesalahan. Beliau sebaliknya menyampaikan dengan sikap yang lemah lembut, dengan pendekatan kasih sayang, bukan kebencian. Tuntunan Allah ini begitu tepat karena manusia memiliki kecenderungan bahwa apabila perasaan mereka sudah tersentuh sehingga muncul simpati, maka mereka akan dengan mudah menerima pesan yang disampaikan. Sebaliknya, jika perasaan mereka tersinggung sehingga memunculkan antipati, kebenaran sejelas apapun akan ditampiknya. Boleh jadi mereka menolaknya karena dorongan emosi, meskipun secara logika dan hati kecilnya membenarkan.
Adapun hasil akhir dari proses dakwah sepenuhnya di tangan Allah Swt. Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Begitu juga, Dia menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Sebab, Allah Maha Mengetahui siapa saja yang tidak mau meninggalkan kesesatan karena ikhtiarnya yang buruk dan siapa saja yang mengikuti petunjuk karena mempunyai kesiapan yang baik. Setelah menyampaikan ajaran Allah dengan sebaik-baiknya, para rasul dan orang beriman tidak akan dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasilnya dan dampaknya terhadap orang lain.
Para pendakwah meski tidak bertanggung jawab pada hasil dakwahnya. Namun, ia tetap berusaha maksimal membungkus dakwahnya sebaik mungkin hingga sang objek dakwah tertarik mengikuti ajakan kebaikan. Dalam beberapa keterangan dijelaskan bahwa andai seseorang mendapatkan hidayah disebabkan usaha kita maka kita akan diganjar Allah dengan sesuatu yang lebih baik dari dunia dan seisinya.
Dalam Tafsir Al-Alusi juga dijelaskan bahwa ayat di atas memerintahkan Rasulullah Saw agar berdakwah dengan cara-cara yang elegan dan efektif yakni dengan penuh hikmah, nasihat dan dialog melalui cara terbaik. Selanjutnya Imam Alusi menjelaskan, umat yang menjadi objek dakwah dapat dibagi menjadi tiga golongan dan masing-masing membutuhkan pendekatan dan metode dakwah yang berbeda.
Golongan-golongan tersebut yakni pertama, golongan khawwas yaitu golongan elite dan cendikiawan yang memiliki pengetahuan luas dan mampu menyerap materi-materi yang tinggi. Mereka menyukai tema-tema yang kompleks untuk meningkatkan level keyakinan. Untuk mendakwahi golongan ini, dibutuhkan pendekatan hikmah. Yang dimaksud dengan hikmah adalah pernyataan-pernyataan yang tersusun rapi berdasarkan argumentasi yang kuat.
Kedua, golongan Awwam yakni golongan menengah ke bawah yang lemah secara penalaran, yang hanya mampu memahami persoalan-persoalan dari permukaannya saja dan hanya mampu melihat hal-hal yang kasat mata. Untuk mendakwahi golongan ini, dibutuhkan nasihat-nasihat yang sederhana dan teladan-teladan yang mudah dicerna.
Ketiga, golongan mu'anid yakni golongan para pembangkang yang menentang ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang fanatik mempertahankan warisan keyakinan yang tersesat. Dalam menghadapi golongan ini, Islam menganjurkan cara pendekatan dialog yang simpatik dan argumentatif untuk menjelaskan kerancuan-kerancuan akidah mereka. Untuk mendakwahi golongan ini, tidak cukup hanya dengan syair-syair dalam pidato, sebab syair hanya cocok digunakan untuk menenangkan awam yang tak membangkang. Seorang pendakwah bisa saja memadukan tiga model tersebut dalam dakwahnya. Namun al-Alusi juga mengingatkan satu hal yang harus diperhatikan ialah seorang dai harus mampu menjadi teladan dan contoh yang baik bagi masyarakatnya. Dai harus berakhlak mulia.
Penutup
Fungsi utama dari pengutusan Nabi ialah untuk menyampaikan kebenaran. Dalam penyampaian kebenaran itu, sebagian menerima dan sebagian pula menolak ajakan kebenaran. Salah satu faktor penyebab mudahnya manusia menerima kebenaran ialah bagaimana cara pesan itu disampaikan. Al-Quran membimbing cara berdakwah dengan cara yang terbaik. Metode tersebut ialah hikmah, nasihat dan dialog. Metode itu digunakan sesuai dengan kondisi objek dakwah. Wallahu'alam. (f)