Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf bahwa ketika itu Nabi ditemuinya sedang sujud yang panjang. Setelah selesai sujud, Rasulullah pun berbagi cerita padanya dan berkata, "Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Barangsiapa yang bersholawat padamu, maka aku (Jibril) pun akan bersholawat untuknya. Dan barangsiapa menyampaikan salam kepadamu, maka aku (Jibril) pun akan menyampaikan salam kepadanya.' Karena karunia itu, maka aku tadi bersujud sebagai ungkapan rasa syukurku pada Allah.
Dalam Firman-Nya, Allah menegaskan "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam pernghormatan kepadanya." Lantaran Allah dan para malaikat bersholawat pada Baginda, maka kita pun diperintahkan untuk lakukan hal yang sama, yakni bersholawat yang khusus Allah sematkan pada Nabi juga mengirimkan salam kepadanya. "Ya Allah sampaikanlah sholawat dan salam kepada junjungan kami, Muhammad dan keluarga dan sahabatnya semua."
Titip Salam
Salam dalam Islam bukan sekadar ucapan biasa. Ia adalah doa yang digunakan untuk saling menyapa, yang datang dari Allah dan diajarkan kepada kita. Sebelum Islam datang, bangsa Arab tatkala bertemu sering mengucapkan "Huyyitum Shabahan" atau "Huyyitum masa'an" yang artinya kira-kira selamat pagi atau selamat sore. Islam pun datang mengganti ucapan tersebut dengan lebih baik. Rasulullah Saw mengajarkan kepada ummatnya untuk saling bertegur sapa dengan salam "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" atau minimal "Assalamu'alaikum". Selain itu, salam ini juga bermakna pernghormatan, karena itu ia kerap disebut "tahiyyatul Islam".
Dan yang lebih istimewa, salam yang diajarkan Allah itu tak hanya bisa diucapkan secara langsung, tetapi bisa juga dititip. Ini menjadi tradisi (sunnah) ummat Islam yang belum ada sebelumnya. Tidak masuk akal jika menitip ucapan "selamat pagi" sedang yang membawa salam bertemu dengan yang dituju di waktu yang tidak sesuai. Tradisi menitip salam ini terlihat pada kehidupan Nabi dan umat Islam. Ghalib al-Qathan menceritakan seorang lelaki dari Bani Numair, bahwa kakeknya mendatangi Nabi dan berkata kepada beliau, "Sesungguhnya ayahku menitip salam untukmu." Beliau menjawab, "Wa'alaika wa 'ala abikassalam." (HR Ahmad).
Begitupula tatkala Nabi menyampaikan salam dari Allah dan Jibril kepada Khadijah ra. Maka Khadijah menjawab, "Innallaha huwassalam wa minhussalam, wa 'alaika wa 'ala jibrilassalam."
Bagi yang dititipi salam, maka itu adalah amanah yang harus ditunaikan seperti jika dititipi barang. Ibnu Hajar menjelaskan, "jika Rasulullah Saw mengharuskan dirinya (menyampaikan salam dari Allah dan Jibril), maka itu adalah amanah. Tapi jika tidak, maka itu hanya sekadar titipan (biasa). Dan titipan itu, jika orang yang dititipi tidak mau menerimanya maka ia tidak dibebani siapapun." Selain itu, orang yang menyampaikan salam juga berhak menerima salam. Ibnu Hajar menambahkan "Dan disukai untuk membalas (titipan salam) pada orang yang menyampaikannya."
Makna Titip Salam
Ada beberapa makna dari Titip salam dalam Islam dalam Tarbawi, di antaranya, Pertama, Hadiah Terbaik. Tatkala Asy'ats bin Qais dan Jarir bin Abdullah diperintahkan Abu Darda' yang berada di Syam untuk menemui Salman al-Farisi di Madinah. Salman al-Farisi pun bertanya kepada kedua orang tsb, "Mana hadiah yang ia kirim lewat kalian berdua?". Mereka menjawab, "Ia tidak mengirim hadiah melalui kami.""Takutlah kalian pada Allah dan tunaikanlah amanah! Tidak seorang pun yang datang kepadaku dari sisi Abu Darda' kecuali ia menitipkan hadiah." Kemudian mereka menjelaskan bahwa Abu Darda' hanya menitip salam.
Salman pun menjawab, "Hadiah apakah yang aku harapkan dari kalian selain ini? Dan hadiah apakah yang lebih utama dari salam, yang merupakan penghormatan dan keberkahan yang baik dari sisi Allah?" (HR Thabrani)
Kedua, Menegaskan akan Keistimewaan yang Dikirimi Salam. Sebagaimana pesan Malaikat Jibril kepada Nabi, "..Bila nanti dia sudah menjumpaimu, sampaikan salam dari Rabb-nya dan dariku dan berilah kabar gembira kepadanya dengan rumah di surga yang terbuat dari mutiara yang isinya tidak ada suara hiruk pikuk dan kelelahan." (HR Bukhari).
Ketiga, Menyambung Semangat yang Hampir Pupus. Seorang lelaki yang ingin berangkat jihad harapannya hampir pupus karena tak punya perbekalan. Dengan berat hati pemuda tsb melapor pada Nabi, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin sekali ikut perang, namun aku tidak memiliki perlengkapan." Kemudian Nabi pun bersabda, "Datangilah si fulan, sebab ia sudah mempersiapkan perlengkapan namun ia jatuh sakit." Maka datanglah pemuda itu kepada fulan seraya berkata, "Sesungguhnya Rasulullah menitip salam untukmu dan menyuruhmu memberikan perlengkapanmu padaku." Kemudian fulan yang sakit memberikan bekalnya kepada pemuda tsb. Semangat yang hampir pupus kembali bangkit setelah menerima salam dan pesan dari Nabi. Baik semangat pemuda yang diberi bekal maupun si sakit karena membekali jihad juga dihitung jihad.
Keempat, Menguatkan Asa. Seorang Sahabiyah yang berhalangan ikut Haji bersama Nabi padahal beliau sangat berkeinginan. Akhirnya beliau hanya bisa menitip salam untuk Rasulullah Saw lewat suaminya. Sang Suami pun menyampaikan salam istrinya kepada Nabi dan menjelaskan kondisi yang membuat istrinya berhalangan. Akhirnya Nabi pun menjawab salam sahabiyah tersebut dan memberikan solusi untuk Umroh di bulan Ramadhan yang pahalanya sama dengan berhaji dengan Nabi. (HR Abu Daud) Salam beliau tersebut membawa suntikkan semangat, sehingga sahabiyah tidak perlu merasa kecewa karena niatnya yang tidak sampai.
Penutup
Dalam kehidupan modern, kemajuan tidak lantas membuat ummat berhenti untuk menjalankan sunnah menitip salam. Meskipun sudah ada telepon seluler dan sarana lain, tidak berarti titip salam akan kehilangan makna. Mengirim salam ialah sunnah salafussholih, tidak sekadar menitip sepenggal kata atau kalimat. Titip salam ialah mengobati rindu dengan doa keselamatan, menyambung kebersamaan dengan doa keselamatan, memberi penghargaan dengan doa keselamatan, saling menautkan hubungan dengan doa keselamatan. Pada salam yang dititip, hadir dengan nyata seluruh perasaan itu. Wallahu'alam.
(f)