Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah disentuh penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (QS Al-Anbiya : 83) Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (QS Al-Anbiya : 84)
Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak akan lepas dari kebahagiaan dan kesedihan, bahkan penderitaan. Suatu penderitaan dinilai berat atau ringan, bergantung pada cara pandang orang dalam menghadapi dan menjalaninya. Kualitas kesabaran Nabi Ayyub dalam memahami dan menjalani penderitaan digambarkan dalam ayat 83-84 surah al-Anbiya'.
Ayat-ayat tersebut tidak akan banyak bermakna jika kita tidak berusaha merenungkannya. Membaca ayat-ayat ini dapat lebih bermakna apabila disertai keyakinan dan perenungan terhadapnya. Subjek yang dibicarakan dalam ayat ialah Nabi Ayyub, yang mendapat ujian berat dengan hancurnya keluarga dan kekayaan miliknya akibat penyakit yang dideritanya.
Diceritakan bahwa Nabi Ayyub menderita sakit selama 18 tahun, yang dimulai sejak beliau berusia 70 tahun. Diriwayatkan oleh Abu Ya'la di dalam kitab musnadnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Nabi Allah, Ayyub bertahan dengan penuh kesabaran menghadapi berbagai penyakit dalam waktu delapan belas tahun, dia ditolak oleh kerabat dekat dan jauh kecuali dua lelaki dari saudaranya, keduanya selalu datang kepadanya baik pada waktu pagi atau sore.
Sebelumnya, istrinya yang setia meminta dia agar berdoa kepada Allah supaya segera melapangkan kehidupannya kembali. Disebutkan bahwa Nabi Ayyub menolak berdoa demikian karena merasa belum sepadan antara masa ujian yang penuh kesempitan dan masa lapang yang sudah dianugerahkan kepadanya. Nabi Ayyub bisa bersabar dalam sakitnya, sekalipun kekayaan dan anak-anaknya musnah dan pergi.
Kisah dramatik ini ditutup dengan terkabulnya doa Nabi Ayyub. Nabi Ayyub kembali kaya dan beranak banyak. Tuhan mengingatkan bahwa nikmat yang diberikan kepada Nabi Ayyub adalah rahmat dari-Nya dan sekaligus peringatan bagi mereka yang percaya kepada-Nya dan menyembah-Nya. Artinya, kisah itu hendaknya diperhatikan dan diambil pelajaran. Dalam menerima ujian, hendaknya seorang bersabar dan tetap mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan. Nikmat Allah lebih luas ketimbang ujian-Nya. Inilah hikmah sabar dan syukur yang diajarkan Nabi Ayyub.
Jika kita telusur dari sisi yang berbeda bahkan akan lebih menambah kejelasan penglihatan kita tentang kualitas kesabaran Nabi Ayyub dalam menyikapi dan menjalani penderitaan sakit yang menahun, akut hingga dijauhi keluarga dekat. Sikap positif Nabi Ayyub tersurat dari cara pengaduannya kepada Allah Swt.
Tentang penyakit yang dideritanya, beliau menggunakan kata "massani" yang berarti "aku disentuh"dan bukan "asabani"aku ditimpa (penyakit). Penggunaan ungkapan itu memperlihatkan bagaimana penderitaan hebat disikapi secara sabar dan jauh dari keluh kesah. Secara manusiawi, beliau merasakan penderitaan. Pada awalnya ia juga merasa sedih atas penderitaannya. Kesabaran tingkat ini disebut shabir. Namun, beliau tidak mengadu kecuali kepada Allah. Itupun secara sangat halus. Bahkan, setelah mengadu secara sangat halus, beliau menyebut Tuhan sebagai Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang. Ia menikmati kehidupan apapun yang terjadi dalam hidupnya. Kesabaran ini disebut mashabir.
Diceritakan dalam Tafsir Qusyairi bahwa Nabi Ayyub terus bersabar meski ditinggal oleh keluarga, murid dan masyarakatnya, hanya istrinya yang setia mendampinginya. Bahkan ketika penyakit kian kronis, setan berbisik, "Jika engkau menginginkan kesembuhan, sembahlah aku." Nabi Ayyub menolak bisikan setan dan justru berdoa kepada Allah, "Tuhanku, sungguh aku telah disentuh penyakit sedangkan Engkau adalah Yang Paling Penyayang di antara semua penyayang." Walhasil, Nabi Ayyub sembuh bahkan diberi imbalan yang berlipat dan keluarganya dikembalikan dan bertambah. Inilah contoh kesabaran luar biasa.
Pada umumnya, ketika sakit atau menderita, banyak manusia berdoa agar diberi kesembuhan (sesegara mungkin) dan menyebut Tuhan sebagai Yang Maha Menyembuhkan, dengan harapan langsung disembuhkan. Pelajaran lain dari kisah Nabi Ayyub adalah : tidak meminta secara langsung untuk disembuhkan, meskipun Allah tidak pernah melarang hal itu. Nabi Ayyub pasti tahu, hilangnya penderitaaan karena Kuasa Allah, namun beliau lebih memilih tidak memohon langsung, melainkan berzikir dengan melafalkan wa anta arhamurrahimin.
Manusia memang pada dasarnya cenderung suka mengeluh (QS 70: 19) dan mudah berubah sikap ketika diberi ujian dan cobaan (QS 89: 15-16). Melalui perenungan kisah Nabi Ayyub ini, kita diarahkan untuk berbaik sangka kepada Allah Swt meskipun dalam kondisi penderitaan yang hebat. Kesabaran Nabi Ayyub inilah membuat beliau tercatat sebagai sebaik-baik hamba. Allah berfirman, Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabb-nya).(QS Shaad: 44)
Yakinlah, bahwa tiada ujian melainkan ada hikmah didalamnya. Menjaga diri dari mengeluh secara tidak pantas kepada Allah dan apalagi kepada sesama manusia, merupakan ujian yang melekat erat dalam setiap ujian dan cobaan kehidupan. Pada akhirnya, orang yang bersabar akan disembuhkan dari penderitaan serta diberi anugerah besar dari Allah Swt. Selain itu, ia akan tercatat sebagai hamba Allah terbaik. Semoga kita dapat menjadi insan yang bersabar. Wallahua'lam.
(h)