Mojokerto (SIB)- Selain peninggalan Majapahit, Mojokerto juga kaya peninggalan bersejarah era modern. Salah satunya Masjid Darussalam yang kini berumur 124 tahun. Masjid di Jalan Raya Gemekan, Kecamatan Sooko itu dibangun Bupati Mojokerto pertama zaman kolonial Belanda.
Dibandingkan tempat ibadah lainnya, Masjid Darussalam tergolong sederhana. Namun, masjid ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Mojokerto pada zaman penjajahan Belanda.
Takmir Masjid Darussalam Achmad Mudzakir (59) mengatakan, masjid ini dibangun oleh Bupati Kromodjojo Adinegoro III dengan nama kecil Raden Ersadan tahun 1893. Itu dibuktikan dengan prasasti pembangunan yang terpasang di dalam masjid. Peletakan batu pertama dilakukan sang bupati tanggal 15 Januari di tahun yang sama.
"Masjid ini dibangun oleh bupati menggunakan uang pribadi," kata Mudzakir kepada wartawan, Rabu (31/5).
Meski berumur 124 tahun lebih, bangunan Masjid Darussalam mayoritas dipertahankan seperti aslinya. Mulai dari empat pilar utama dari pohon utuh yang menopang bangunan utama masjid dan joglo tempat azan, mimbar khotbah, tangga ke tempat azan di lantai dua hingga tempat wudu di sisi selatan masjid. Tempat wudu berbentuk segi enam dengan bak air berbentuk segi delapan.
Menurut Mudzakir, perubahan hanya menyentuh pintu, lantai, teras masjid dan ruangan jemaah putri. Awal pembangunan, pintu menggunakan kayu model persegi panjang dengan dua daun. Lima pintu itu terletak di depan tiga unit, sementara dua lainnya terletak di samping kanan dan kiri sebagai akses jemaah menuju ke tempat wudlu. Sementara teras masjid dulunya hanya selebar 2 meter, kini diperluas.
"Perbaikan dilakukan tahun 1990. Termasuk pembongkaran lantai masjid diganti dengan keramik," terangnya.
Bagian unik yang masih bertahan sampai sekarang adalah tangga masjid. Pada umumnya masjid dibangun dengan menara untuk azan di luar bangunan utama, Masjid Darussalam mempunyai tangga tepat di tengah ruangan utama. Tangga dari kayu dengan kerangka besi ini menuju ke lantai dua yang disebut joglo.
Menurut Mudzakir, joglo berukuran 2x2 meter dengan lantai kayu itu berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan. Namun, sejak adanya pengeras suara, bagian ini tak lagi difungsikan.
"Zaman dulu belum memakai pengeras suara sehingga kalau azan harus di joglo. Karena belum ada kebisingan kendaraan dan bangunan di sekitarnya masih minim, suara azan bisa terdengar jelas oleh warga sekitar," ungkapnya.
Selama bulan suci Ramadan, Masjid Darussalam tak pernah sepi jemaah. Setiap sore menjelang waktu berbuka puasa, takmir menggelar ceramah agama. Selain itu, aneka takjil juga tersedia. Maklum saja, masjid di jalur nasional ini ramai disinggahi pengunjung dari berbagai daerah yang ingin melepas lelah atau menunaikan salat.
"Setiap hari selalu ada takjil gratis karena warga Gemekan secara bergiliran bersedekah memberi takjil ke masjid," tandasnya.(detikcom/c)