Ramadhan telah berlalu. Umat Islam melepas bulan suci itu dengan tangis duka dan juga bahagia serta antara rasa harap dan cemas. Duka karena belum maksimalnya beribadah di bulan panen pahala. Bahagia karena mereka merayakan salah satu hari raya Umat Islam yakni Idul Fitri.
Ied secara bahasa berasal dari kata aada - ya'uudu, yang artinya kembali. Hari raya disebut 'ied karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ibnul A'rabi dalam Lisanul Arab mengatakan, "Hari raya dinamakan ied karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru." Ada juga yang mengatakan, kata ied merupakan turunan kata Al-Adah yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka.
Sedangkan kata fitri berasal dari kata afthara - yufthiru yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan. Kesalahan yang sudah melekat di masyarakat ialah menyamakan antara idul fitri dengan idul 'fitrah', karena makna dasar idul Fitri ialah kembali makan, tidak lagi berpuasa.
Meskipun demikian, tetap bisa dikaitkan dengan 'fitrah' dengan menyandarkan pada sabda Nabi, "Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian puasa Ramadhan dan aku mensunnahkan qiyam di malam harinya, maka barangsiapa yang berpuasa dan melakukan qiyam karena mengharap ridha dari Allah maka keluarlah dosanya (suci) sebagaimana seperti saat ia baru dilahirkan dari kandungan ibunya". Artinya, jika be-Ramadhan dengan berkualitas maka manusia seperti bayi tanpa berdosa. Sehingga Idul Fitri sering diartikan "kembali suci", karena kita dilahirkan dalam keadaan suci bebas dari dosa.
Kata fithrah berarti "asal kejadian" dan "bawaan sejak lahir". Fithrah juga berarti "agama" karena keberagamaan mengantar manusia mempertahankan kesuciannya. Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam keadaan lurus. Allah berfirman, "Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S Ar-Rum ayat 30).
Berkaitan dengan kondisi negeri sekarang ini, ada baiknya Idul Fitri saat ini dijadikan momentum untuk semakin menjaga negeri Indonesia, NKRI. Sebab cinta tanah air sejatinya juga merupakan fithrah manusia. Sebagaimana maknanya, adalah fitrah bahwa manusia cenderung kepada asalnya.
Anak cinta kepada ibu bapaknya karena dari keduanya ia berasal. Ketika Nabi Muhammad Saw masih kecil, ia juga diajak 'pulang ke kampung' ibunya sambil mendatangi kuburan ayahnya. Begitu juga ketika Rasulullah Saw dulu harus hijrah, berat rasa hatinya meninggalkan tanah kelahirannya Mekkah. Saat Hijrah meninggalkan Makkah, Nabi Saw pernah berkata: "Sesungguhnya engkau (Makkah) adalah negeri yang paling aku cintai, kalau saja bukan karena pendudukmu yang mengeluarkanku, niscaya aku takkan pernah keluar darimu!"
Perasaan itu pula yang dirasakan oleh para sahabat Muhajirin. Bahkan Bilal bin Rabbah menciptakan syair-syair tentang Mekkah dimana Nabi tersenyum ketika mendengarkannya. Demikian juga terlihat dari sikap Rasul terhadap para sahabat yang tidak pernah menyuruh mereka untuk menghapus identitas ke-tanah-air-annya. Lihatlah Salman Al-Farisi, ia tetap dikenal sebagai "Al-Farisi" (orang Persia) dan tidak pernah diganti menjadi "Al-Madani" (orang Madinah) misalkan.
Juga Bilal bin Rabbah "Al-Habasyi" (dari Ethiopia) mereka tidak pernah diperintah untuk mengganti kebangsaannya menjadi "Al-Arabi."
Di samping Mekah, Madinah adalah juga merupakan tanah air Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik membentuk komunitas Madinah dengan ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yang biasa disebut oleh kita dengan nama Piagam Madinah.
Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan. Karenanya, ketika pulang dari bepergian, beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendaraannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada Madinah. Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan bahwa hal itu menunjukkan keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya.
Begitulah bahwa rasa cinta kepada negeri adalah fitrah manusia. Tentunya dengan cinta yang tidak berlebihan. Tak ada salahnya jika muslim cinta negerinya.
Dalam Islam, bahkan ada ungkapan bahwa hubbu al-wathan minal iman, cinta tanah air adalah manifestasi dan dampak keimanan. Di Indonesia malah ada tradisi untuk 'pulang kampung' saat merayakan idul Fitri.
Momentum Idul Fitri hendaknya dirayakan umat Islam Indonesia dengan me-refresh dan me-recharge kecintaan kepada NKRI. Tanah air Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke sejatinya adalah anugerah besar dari Allah Swt. Maka menjaganya dengan fitrah ialah bentuk umat mensyukurinya.
Apalagi Pancasila yang menjadi dasar NKRI sendiri selaras dengan nilai-nilai fitrah atau ajaran agama. Bapak Bangsa telah menitipkan Pancasila yang bernafaskan Maqashid Asy Syari'ah (tujuan diturunkannya syari'at Islam) untuk menjadi dasar negara ini.
Kelima hal itu yakni Hifzhud Diin (Menjaga Agama) yang disederhanakan dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa) yang diejawantahkan dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Selanjutnya Hifzhun Nasl (Menjaga Kelangsungan) yang diringkas dalam sila Persatuan Indonesia. Kemudian Hifzhul 'Aql (Menjaga Akal) yang diwujudkan dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan serta Hifzhul Maal (Menjaga Kekayaan) yang diterjemahkan dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Penutup
Momentum Idul Fitri sering dimaknai kembali fitrah. Sedangkan makna dasar fitrah ialah asal kejadian. Itu menggambarkan secara fitrah manusia pasti cinta dengan asalnya. Termasuk dengan negeri kelahirannya. Oleh karena itu, Idul Fitri harus bisa dimaknai umat dengan semakin mencintai NKRI. Momentum Recharge mencintai negeri ini. Wallahua'lam.
(Penulis adalah Staff Media Centre Gerakan Islam Pengawal NKRI/d)