Tanggal 21 September umat Islam memasuki tanggal 1 Muharram. Itu berarti umat muslim memperingati Tahun Baru Hijriah, tepatnya 1439 H. Dengan kata lain, peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah telah berjarak 1439 tahun perhitungan bulan (Qomariah) dengan kita.
Sebagaimana diketahui, penamaan tahun Islam dengan tahun Hijriah bermula ketika masa Umar bin Khattab atas usul Abu Musa al-Asy'ari agar surat-surat berangka tahun. Khalifah Umar pun membentuk panitia yang beranggotakan 6 sahabat nabi terkemuka. Mereka bermusyawarah untuk menentukan tahun satu dari kalender Islam. Usulan berujung pada tiga pilihan yakni tahun kelahiran Nabi ('Am fiil), tahun turunnya wahyu pertama ('Am al-bi'tsah) dan tahun hijrah.
Usulan Ali bin Abi Thalib yakni tahun Hijriah akhirnya disepakati dengan tiga argumentasi. Pertama, dalam al-Quran terdapat penghargaan pada orang-orang yang hijrah. Kedua, masyarakat Islam berdaulat dan mandiri terwujud setelah hijrah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah ke kondisi yang lebih baik.
Dari alasan Ali bin Abi Thalib itulah, kita sudah seharusnya terus belajar dari peristiwa hijrah. Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil dari sejarah hijrah di antaranya; Pertama, Perubahan bermula dari Tekad. Tanggal 1 Muharram sendiri sebenarnya bukanlah tanggal keberangkatan dari Mekkah atau sampainya nabi ke kota Madinah. Ahli sejarah menerangkan, bahwa Nabi Muhammad berangkat hijrah dari Makkah ke Madinah pada Kamis tanggal 26 Safar/17 Juni 622 M. Tiba di Madinah pada Jumat tanggal 22 Rabiul awal/16 Juli 622 M.
Kalaupun ada perbedaan pendapat dalam sejarah hanya mengenai harinya saja. Perbedaan ini pun tidak sampai dua hari. Sebagian menyebut hari Senin dan sebagian lagi menyebut hari Selasa. Perbedaan itu pun hanya terjadi pada satu peristiwa saja, yaitu pada saat Nabi Saw tiba di Quba dekat Kota Madinah pada 18 Rabi'ul Awal/02 Juli 622 M. Ada yang menyebut Senin ada yang menyebut Selasa.
Dalam catatan sejarah, Nabi Saw pindah dari Quba ke Kota Madinah pada Jum'at tanggal 28 Rabi'ul Awal bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M setelah lebih kurang sepuluh hari berdiam di Quba. Sehingga dapat disimpulkan perjalanan hijrah memakan waktu selama sebulan penuh (26 Safar - 28 Rabi'ul Awal/16 Juli - 16 Juli 622 M). Lantas, mengapa penanggalan 1 Muharram dijadikan momentum awal tahun?
Prof Djafar Siddik mengungkapkan, hal ini berkaitan dengan peristiwa sejarah terpenting yang mendahului peristiwa hijrah, adalah peristiwa Bai'atul Aqabah Kedua, yaitu ikrar setia penduduk Yatsrib yang datang mengerjakan Haji ke Makkah dan menyatakan Islam di hadapan Rasulullah Saw di pendakian Aqabah. Banyak butir-butir ikrar Aqabah itu. Satu di antaranya adalah bahwa penduduk Madinah yang telah berikrar "Siap membela dan melindungi Rasulullah Saw, jika beliau datang ke Madinah di kemudian hari. Ikrar itu terjadi pada hari tasyri' ketiga bulan Dzulhijjah tahun 622 M.
Rasulullah Saw kemudian menimbang dan menimbang tawaran mulia ini. Akhirnya pada awal Muharam beliau "membulatkan tekad" bahwa hijrah merupakan keharusan. Segera setelah itu Rasulullah Saw membuat persiapan. Secara rahasia pula meminta beberapa orang sahabat-sahabatnya untuk berhijrah. Pada pertengahan Muharram 622 M mulai berhijrah lah beberapa sahabat yang tersisa di Makkah adalah Nabi Muhammad Saw, Abu Bakr, 'Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat. Kebulatan tekad Rasulullah Saw baru dapat terealisasi pada tanggal 26 Safar 364 M berhijrah bersama Abu Bakar Ra. Sementara Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat masih menetap di Mekkah.
Kedua, dalam mencapai Tujuan diperlukan Strategi dan Pengorbanan. Rasulullah Saw telah menetapkan Madinah sebagai tujuan hijrah. Hal itu tentunya berasal dari perintah Allah Swt. Di samping sebab duniawinya karena adanya penerimaan kaum Aus dan Khazraj di Madinah serta adanya permintaan dan perjanjian setia seperti tertulis dalam perjanjian Aqabah. Dalam menjalani peristiwa hijrah itu atau demi mencapai tujuan itulah terlihat bahwa diperlukan strategi dan pengorbanan.
Dari peristiwa hijrah, beberapa sahabat telah menjadi 'tim sukses' di antaranya Abu Bakar ditugaskan untuk menemani Rasulullah Saw. Ali bin Abu Thalib bertugas untuk tidur di kamar Rasulullah Saw, Aisyah bertugas untuk menyiapkan makanan dan perlengkapan, Abdullah bin Abu Bakar bertugas menyadap berita, Asma' bertugas membawa bekal makanan saat beliau di Gua, Amir bin Fahirah ditugaskan mengembala kambing untuk menghilangkan jejak kaki Rasulullah Saw, Abdullah bin Uraiqith al Laithi ditugaskan sebagai pemandu Rasulullah dan Abu Bakar melalui jalur yang jarang dilewati manusia dan sahabat-sahabat lain.
Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan dengan jelasnya tujuan mempermudah kita untuk menciptakan strategi meraihnya. Namun, yang perlu diingat dalam menjalankan strategi, bukan berarti kita akan melewati dengan enak. Tetapi juga diperlukan pengorbanan yang memilukan dan bertaruh nyawa. Peristiwa hijrah mulai dari keberanian Ali tidur di kasur Nabi, Abu Bakar yang digigit kalajengking, Asma yang sedang hamil bolak-balik mengantar makanan dan pengorbanan sahabat lain menjadi bukti.
Penutup
Peristiwa Hijrah memuat banyak hikmah. Di antaranya bahwa perubahan itu dimulai dari tekad yang kuat. Selain itu, dalam meraih tujuan diperlukan pula strategi dan pengorbanan. Pertolongan Allah hanya akan turun kepada dan dirasakan oleh orang yang bertekad kuat dan juga punya strategi yang dijalaninya dengan penuh tantangan dan pengorbanan. Selamat Tahun Baru Hijriah 1439 H. Semoga lebih baik dari tahun lalu. Wallahua'lam. (Penulis adalah Staff Media Centre Gerakan Islam Pengawal NKRI/f)