Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 29 Juni 2025
Kementerian Agama Siapkan Aturan Baru

Tata Kelola Umrah Mesti Diperbaiki

- Jumat, 06 Oktober 2017 23:17 WIB
423 view
Jakarta (SIB) -Ombudsman Republik Indonesia (ORI) selaku lembaga negara pengawas pelayanan publik merekomendasikan adanya perbaikan yang cepat pada tata kelola umrah di Indonesia. Tata kelola umrah yang berjalan saat ini dinilai belum melindungi masyarakat dan jemaah. Komisioner ORI, Ahmad Suaedy, mengatakan ada tren peningkatan peminat umrah sejak 2013. Namun sayangnya, kenaikan ini belum diantisipasi dengan aturan tata kelola yang baik sehingga terlanjur berkembang menjadi sebuah industri.

"Berkembang jadi ibadah yang diindustrikan, harus ada perbaikan cepat dan prinsip," kata Suaedy, di Jakarta, Rabu (4/10). Jika tidak ada perubahan tata kelola secara baik, kata Suaedy, maka bencana kasus First Travel bisa saja terulang kembali di masa mendatang. Ombudsman RI menghadirkan Menteri Agama, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kabarreskrim untuk mendiskusikan hasil temuan investigasi terhadap pelayanan umrah.

Pelayanan ibadah umrah merupakan bagian dari pelayanan publik, dan hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang memberikan mandat kepada pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan umrah. Namun, menurut Suaedy, tata kelola umrah belum sepenuhnya melindungi masyarakat dan jemaah.

"Fenomena seperti gagalnya puluhan ribu calon jemaah First Travel dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro perjalanan ibadah umrah lainnya adalah salah satu bentuk pengabaian pelayanan dalam penyelenggaraan umrah dan merupakan maladministrasi," tegas Suaedy. Beberapa temuan dari investigasi salah satunya mengungkap bahwa pemerintah tidak memiliki data base jemaah umrah yang komprehensif dan tertata.

"Data hanya ada di PPIU dan mereka umumnya tidak bersedia memberikan data kepada pemerintah sehingga menyulitkan dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan umrah oleh Kementerian Agama," kata Suaedy. Terbitkan Aturan Menyikapi persoalan tersebut, Kementerian Agama akan menerbitkan aturan mengenai penetapan standar minimal harga referensi biaya perjalanan umrah. Aturan ini nantinya akan memberi batasan kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) agar menetapkan harga murah yang tidak masuk akal.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan akan segera menerbitkan sejumlah aturan mendasar untuk menjaga persaingan usaha yang sehat antara PPIU. Salah satunya adalah adanya standar minimal harga referensi bagi PPIU sebagaimana masukan dari Asosiasi PPIU. Dengan aturan yang tegas, diharapkan persaingan tidak sehat antar-PPIU yang berlomba- lomba menerapkan harga semurah mungkin, namun tidak masuk akal dapat dihindari.

"Oleh karena itu, perlu ada harga referensi sesuai dengan standar layanan," tegas Lukman. Lukman mengakui, pengalaman kasus First Travel sangat mahal dan banyak hal yang bisa dipetik pelajaran dari kasus ini. Selain Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas yang terus berupaya berbenah diri, tapi juga masyarakat harus terdukasi dengan pengalaman First Travel yang cukup memprihatinkan tersebut.

Selama ini, Kemenag hanya menerapkan standar layanan yang harus diberikan PPIU, misalnya, hotelnya minimal bintang 3. Aturan lain yang akan diterbitkan adalah tentang kejelasan rentang waktu antara saat jemaah mendaftar dan berangkat. Akan diberi batasan paling lama tiga bulan. "Jadi tidak bisa dana jemaah diputar dulu untuk bisnis," tegasnya.

Menag menegaskan, prinsip dasar izin kepada PPIU adalah izin memberangkatkan warga negara Indonesia untuk berumrah ke Tanah Suci. Bukan izin untuk menginvestasikan dana yang sumbernya dari para calon jemaah umrah. "Jadi praktek ponzi, atau daftar hari ini berangkatnya satu atau dua tahun mendatang, regulasi kita tidak mengatur itu," tandas Menag. (KJ/l)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru