Dakwah adalah salah satu amalan terbaik. Tidak ada yang menyangkal hal tersebut. Sebagaimana firman Allah Swt. " "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata:"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Fushshilat 33-36)
Ayat diatas berisi tentang penjelasan akan keutamaan dakwah, dimana menyeru manusia ke jalan Allah disebut sebagai perkataan terbaik (ahsanul qaul).
Tentunya hal itu diiringi dengan amal sholih dan deklarasi totalitas dalam berislam atau penyerahan diri pada Allah. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW menjelaskan betapa tinggi nilai dakwah. Salah satunya tergambar dalam pesan beliau kepada Ali bin Abi Thalib ra, "Sungguh, seandainya dengan perantaraanmu Allah berkenan memberikan hidayah pada seseorang, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah (harta yang paling dibanggakan saat itu." Dalam kesempatan lain, Nabi pernah menyebut lebih baik dari apa yang disinari matahari yakni dunia.
Namun yang penting diingat bahwa dalam melakukan amalan terbaik ini, diperlukan juga metode terbaik. Mengenai hal ini, Allah 'Azza wa Jalla mengisyaratkan tentang penggunaan metode terbaik ini dengan menceritakan kisah seorang Nabi Musa dan saudaranya Nabi Harun yang diperintahkan berdakwah kepada Firaun. :
Firman Allah, "Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut". Menurut Shalih al-Mughamisi, yang dimaksud dengan lemah lembut di sini ialah dalam hal metode dan cara penyampaian, bukan dalam hal isi dan keyakinan.
Yahya bin Muadz kala mendengar seseorang membaca ayat 44 surah Thaha ini, menangis dan berkata : "Ya Tuhanku, ini adalah kelembutanMu kepada orang yang berkata: 'Aku adalah
Tuhan!' Lalu, bagaimanakah kelembutanMu kepada orang yang berkata: 'Engkau adalah Tuhan yang berhak disembah?!' Ini adalah kelembutanMu kepada orang yang berkata: 'Aku adalah Tuhanmu yang maha tinggi.' Bagaimana dengan orang yang berkata: 'Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi".
Allah memerintahkan Nabi Musa 'dan Harun untuk bertemu Fir'aun dan berbicara dengan tutur kata yang lembut dan baik tanpa harus berkata keras dan kasar agar dakwah mereka bisa diterima . Tutur kata yang lembut dari manusia terbaik kepada manusia terjahat. Jadi kewajiban para dai adalah bersikap lembut dalam menyampaikan dakwah..
Dakwah harus dilakukan dengan hikmah dan lembut, bukan langsung dengan sikap keras. Tidak dimulai dari konfrontasi, sebab bila demikian tentu hasil yang dimaksud , tidak akan sempurna dicapai dan diraih.
Lihatlah meskipun dalam Ilmu Allah ta'ala pasti sudah mengetahui bahwa Fira'un tidak akan tunduk, Allah beri tuntunan kepada Rasul dan siapa saja yang pelanjut perjuangannya bahwa langkah pertama bukanlah sikap menantang.
Menariknya, lanjutan ayat di atas berisi arahan Robbani bagi aktivis dakwah untuk memilki sikap yang baik. Setidaknya ada 3 tempat dalam Quran yang memiliki kesamaan makna dan menerangkan sikap seorang aktivis dakwah. Pertama, "Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-A'raaf : 199-200). Kedua, "Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan, Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (QS Al-Mu'minun : 96-98). Ketiga, firman Allah dalam surah Fushshilat ayat 34-36.
Sayyid Quthb dalam Fii Zhilaalil Quran mengungkapkan dai harus memiliki khlak-akhlak asasi (mendasar) dalam mengarungi dakwah di jalan Allah. Salah satunya tergambar dari Ayat, "Jadilah engkau pemaaf dan perintahkan kepada yang ma'ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang jahil." (QS Al A'raf: 199).
Abdurrahman bin Nashir As Sa'di, dalam karyanya Taisirul Karimir Rahman menafsirkan potongan-potongan dengan sangat indah. Pertama, As-Sa'di menjelaskan bahwa ungkapan "Khudzil 'Afwa" bermakna "Terimalah kaummu apa adanya, maklumilah kekurangan-kekurangan mereka, maafkan kesalahan-kesalahannya, jangan bicara pada mereka dengan apa yang belum mereka fahami, dan jangan bebani mereka dengan apa yang belum mereka sanggup."
Kedua, As-Sa'di memaknai ungkapan "Wa'mur bil 'Urfi" dengan "Jadilah engkau Imam dalam perkara-perkara yang kebaikannya telah dikenal oleh akal sehat manusia, agar engkau dapat memimpin mereka menuju kebaikan yang hanya dari Allah-lah tata aturannya." Ketiga, As-Sa'di memaknai "Wa A'ridh 'anil Jahilin" dengan "Diamkanlah mereka, ucapkanlah "Salaamaa" jika mereka mengajak berbicara, berlalulah dari mereka dengan cara yang mulia, balaslah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik."
Penutup
Dakwah ialah pekerjaan yang paling mulia di dunia ini. Sebab ia adalah kegiatan mengajak orang lain ke jalan kemuliaan. Sehingga dalam pelaksanaannya, memerlukan akhlak yang mulia pula. Seorang Dai perlu memiliki sikap lemah lembut dalam dakwahnya. Wallahua'lam.
(Penulis adalah Kabid Humas Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia Kota Medan/l)