Jakarta (SIB) -Pesantren selama ini termajinalkan, termasuk alokasi anggaran dari pemerintah. Padahal, pesantren selama ini secara spesifik menjadi sistem norma (subkultur) yang mampu mentransformasikan nilai-nilai spritual, moral dalam pembentukan character building.
Terkait dengan persoalan itu, Fraksi PKB mengambil inisiatif dalam memperjuangkan nasib pesantren dengan mengajukan RUU Pesantren dan Pendidikan Agama.
Menurut Ketua Fraksi PKB, Cucun Syamsurizal mengatakan pihaknya telah menggelar diskusi dengan melibatkan pembicara, baik dari pemerintah, ormas Islam dan pimpinan pondok pesantren.
Dikatakan Cucun, sebelum disahkan menjadi RRU perjuangannya tidak mulus. Fraksi PPP misalnya, mengganggap RUU Pesantren dan Pendidikan Agama berbenturan dengan RUU Keagamaan yang juga tengah diperjuangkan fraksi partai Kabah tersebut.
"Fraksi PKB terus melobi fraksi-fraksi lainnya mendukung RUU Pesantren. Awalnya mereka mengganggap RUU Pesantren untuk kepentingan PKB. Padahal tidak demikian," kata Cucun, Rabu (19/9).
Dijelaskan, politik legislasi RUU Pesantren tersebut sangat penting sebagai rekognisi negara terhadap penyelenggara pendidikan keagamaan berbasis masyarakat, termasuk terlibat aktif dalam pembangunan nasional.
Cucun menegaskan, pesan dari RUU tersebut adalah keberadaan pesantren baik secara arkanul ma'had maupun secara ruuhul ma'had telah diatur tanpa menghilangkan kemandirian dan karakteristik dari pesantren.
RUU itu, lanjut Cucun, diperjuangkan fraksinya karena selama ini pesantren dan pendidikan keagamaan mengalami ketimpangan pada aspek pembiayaan, dukungan sarana prasarana, sumber daya manusia bermutu dan lain sebagainya.
"Bahkan pesantren selama ini tidak mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah. Dengan adanya RUU Pesantren dan Pendidikan Agama maka bisa jadi payung keberpihakan negara dan pada akhirnya pesantren tidak termarjinalkan," kata Cucun.
Pihaknya berharap RUU ini bisa disahkan menjadi UU pada masa sidang 2018. "Akhir 2018 mudah-mudahan bisa disahkan menjadi UU," demikian Cucun. (rmol/q)