Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 28 Juni 2025

Larangan Mengganggu Rumah Ibadah

* Oleh Islahuddin Panggabean SPd (Staf Media Centre GIP NKRI)
- Jumat, 22 Maret 2019 21:52 WIB
1.475 view
Larangan Mengganggu Rumah Ibadah
"...Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah..."(QS. Al-Hajj:40)

Akhir-akhir ini, di dunia sering terjadi kasus teror yang dilakukan oleh sebagian oknum yang mengaku beragama. Sangat disayangkan, aksi tak bertanggungjawab itu berada di sekitaran rumah ibadah.

Kasus terakhir yang menyita perhatian adalah penembakan jamaah Masjid Al-Noor di Selandia Baru. Tentu hal tersebut, sangat pantas untuk dikecam dan dikutuk. Jelas, hal tersebut mengejutkan kaum muslimin karena bisa-bisanya teroris tersebut menyerang ke dalam rumah ibadah.

Dalam Islam, ada larangan tegas dalam mengganggu ibadah agama lain, termasuk merusak rumah-rumah ibadah. Justru Islam mengajarkan toleransi dalam beragama dan beribadah.

Mengenai penggalan ayat di atas dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan Kata "shawami" dalam ayat 40 tersebut bermakna tempat-tempat ibadah kecil untuk para rahib. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid, Abul `Aliyah, `Ikrimah, adh-Dhahhak dan lain-lain. Dan kata "wa bii'un" yaitu tempat yang lebih luas dan lebih banyak rahib-rahibnya, yang menjadi tempat ibadah orang-orang Nasrani.
Itulah yang di-katakan oleh Abul 'Aliyah, Qatadah, adh-Dhahhak, Ibnu Shakhr, Muqatil bin Hayyan, Khushaif dan lain-lain.

Sedangkan Firman-Nya "wa shalawaatun" al-'Aufi berkata dari Ibnu`Abbas bahwa shalawat yaitu gereja.Sedangakan menurut Ikrimah, adh-Dhahhak dan Qatadah itu adalah gereja-gereja Yahudi dan mereka menamakannya shalawat.

Sedangkan masjid-masjid adalah untuk kaum muslimin. Firman-Nya "yudzkaru fiiHas mullaaHi katsiiran" dimaknai adh-Dhahhak dengan "Semua tempat peribadahan itu banyak menyebutkan nama Allah di dalamnya." Menurut Imam Al-Qurthubi, ayat itu cukup jelas menegaskan, syariat yang diberlakukan oleh Allah di muka bumi, telah melindungi tempat ibadah itu dari keganasan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Ayat ke 40 ini sejatinya mengiringi ayat perang dalam al-Quran yakni ayat sebelumnya. Allah Berfirman,"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar menolong mereka itu, (QS. Al-Hajj :39).

Sehingga kesan yang timbul bahwa dalam kondisi perang pun, kaum Muslim diperintah agar tidak mengganggu-gugat rumah ibadah baik Islam maupun non-Islam. Meskipun Islam agama dakwah yang mengajak orang untuk masuk Islam, namun Islam mengajarkan tidak boleh ada paksaan untuk masuk Islam apalagi menganggu ibadah agama lain.

Hal itu terbukti dari banyak kisah sejarah antara lain saat Rasulullah memberikan kesempatan bagi para pendeta Bani Al-Harits dan Najran untuk tetap bebas beribadah. Rasulullah SAW juga pernah bersabda yang diriwayatkan Abu Ubaid, "Siapapun yang beragama Yahudi atau Nasrani (berkedudukan sebagai dzimmi), maka dia tidak diganggu untuk melaksanakan ajaran agamanya."

Pada awal memulai kehidupannya di Kota Madinah langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah menyatukan masyarakat yang terdiri dari beberapa suku dan agama. Langkah ini kemudian melahirkan "Piagam Madinah" yang meletakan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat majemuk.

Dalam Piagam Madinah tersebut diatur hubungan antara sesama anggota komunitas islam dengan komunitas lainnya, antara lain, 1) Saling membantu dalam pengamanan wilayah Madinah, 2) Membela warga yang teraniaya, 3) Menghormati kebebasan beragama dan beribadah, 4) Menjaga hubungan bertetangga yang baik dan 5) Mengadakan musyawarah apabila terjadi sesuatu diantara mereka

Begitupula saat Khalifah Umar bin Khattab berhasil merebut Yerussalem, ia menjamin hak beribadah Kaum Nasrani dan berjanji tidak akan membumihanguskan gereja mereka. Sewaktu menerima berita bahwa pasukan islam telah menguasai al-Quds (yuressalam), segera dikirimkan perintah kepada komandan pasukannya, dimana isi perintah tersebut 1). Berikan jaminan keamanan kepada penduduk,baik jiwanya,harta miliknya,maupun rumah-rumah ibadahnya.2) Jangan mengganggu dan merusak gereja-gerejanya ,atau salib-salibnya. 3) Jangan mengganggu atau menggambil barang-barang fasilitas peribadatan yang mereka miliki.

Semua ini adalah secuil bukti bahwa Islam menolak berbagai bentuk perusakan terhadap tempat ibadah dan menebar teror bagi para penganut agama lain. Berbeda halnya jika rumah ibadah itu mengaku milik ummat Islam, namun ternyata milik ajaran sesat yang melenceng dari Islam dan bermaksud untuk memecah belah kaum muslimin.

Dalam sejarah, Nabi dan para sahabat pernah membakar Masjid Dhirar, yakni masjid yang dibangun oleh orang munafik yang bertujuan menjebak Nabi agar mudah diserang oleh pasukan Romawi yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh orang munafik.
Penutup

Peristiwa teror yang menimpa umat Islam sangat patut dikecam. Dalam Islam, hal tersebut sangat terlarang. Islam meskipun agama dakwah namun ia juga agama toleransi. Dalam Islam, ada larangan memaksa orang lain masuk ke dalam Islam. Selain itu, juga dilarang untuk mengganggu ibadah dan merusak rumah ibadah agama lain. Wallahua'lam. (c)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru