Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa:59)
Ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini punya hubungan yang erat. Pada ayat-ayat sebelumnya ada perintah untuk beribadah pada Allah, tidak syirik serta berbakti pada orangtua, menganjurkan berinfaq dan lain-lain. Perintah-perintah tersebut memiliki hikmah agung untuk membentuk kehidupan yang indah di dunia. Lantas, melalui ayat 59 surah an-Nisa ini Allah memerintahkan kaum mukmin supaya menaati Ulil Amri.
Dalam ayat 59, keharusan taat pada Ulil Amri didahului oleh keharusan taat pada Allah dan Rasul-Nya. Menurut ulama tafsir, ada sedikit poin penting di sana. Bahwa perintah taat kepada Ulil Amri tidak disertai dengan kata "taatilah" karena tidak memiliki hak untuk ditaati apabila ketaatan kepada mereka itu bertentangan dengan ketaatan kepada Allah Swt atau Rasul Saw.
Ulil adalah bentuk jamak dari wali yang berarti "pemilik" atau "yang mengurus" dan "menguasai". Bentuk jamak kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu banyak, sedangkan kata al-amr adalah "perintah" atau "urusan". Dengan demikian, Ulil Amri adalah orang-orang yang berwenang mengurus seluruh urusan kaum muslim yang dapat diandalkan dalam menangani pelbagai persoalan kemasyarakatan. Mereka bisa saja seorang penguasa/pemerintah, ulama atau yang mewakili masyarakat dalam berbagai kelompok.
Para ulama berbeda pendapat ihwal makna Ulil Amri. Abu Hurairah menyatakan, Ulil Amri adalah Umara' (pimpinan pemerintahan). Jabir bin Abdullah, Mujahid, Ibn Abbas, Ata' bin Saib, Hasan al-Bashri dan Abu Aliyah berpandangan, Ulil Amri adalah para ulama dan ahli fikih. Sebagian yang lain menyatakan, Ulil Amri adalah para sahabat Nabi. Menurut Ikrimah, maknanya adalah Abu Bakar dan Umar.
At-Thabari berpendapat Ulil Amri adalah umara atau pimpinan pemerintahan Umat Islam. Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa Ulil Amri mencakup umara dan ulama. Muhammad Abduh berpendapat itu adalah golongan ahli al-halli wa al-aqdi dari kalangan umat Islam, yaitu para penguasa, pemimpin, ulama, pemimpin militer dan semua pemimpin serta tokoh yang menjadi rujukan masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan.
Sedangkan Dalam Tafsir Maraghi dijelaskan, bahwa ayat ini menjelaskan Allah Swt memerintahkan orang beriman untuk taat terhadap-Nya, Rasul-Nya, serta Ulil Amri. Wujud ketaatan kepada Allah adalah menaati seluruh perintah dan larangan-Nya yang termaktub dalam Al-Quran. Sedangkan alasan kenapa mesti menaati Rasul-Nya adalah karena beliau yang menerangkan kepada umat manusia petunjuk-petunjuk kebenaran. Demikian halnya, jika manusia tidak menaati Ulil Amri dalam suatu kelompok, maka semua kepentingan umum tidak akan terealisasi dengan baik. Yang dimaksud dengan Ulil Amri (menurut al-Maraghi) dalam ayat adalah seseorang yang diangkat menjadi pemimpin oleh umat muslim, baik dalam urusan agama, kemasyarakatan, atau politik, seperti ulama, hakim, panglima perang, atau kepala negara. Secara khusus, ketentuan taat pada Ulil Amri dapat dijelaskan sebagai berikut : apabila seorang pemimpin telah menetapkan hukum atas permasalahan tertentu, maka dia wajib ditaati oleh setiap muslim. Dengan syarat, dia harus dapat dipercaya, tidak menyalahi perintah Allah serta sunnah Rasulullah dan di dalam membahas serta menyepakati permasalahan tersebut tidak ada pihak yang memaksa.
Adapun dalam perkara ibadah dan hal-hal yang menyangkut keyakinan agama, dia tidak berhak mengeluarkan keputusan atau menetapkan hukum, melainkan hanya diambil dari Allah dan Rasul-Nya saja. Tidak ada satu orang pun atau pihak pun yang memiliki wewenang untuk menetapkan hal itu, kecuali hanya berusaha memahami dan menafsirkan.
Istilah ulil amri juga sering dikaitkan dengan ahl al-halli wa al-aqdi ahl al-halli wa al-aqdi secara ringkas merupakan institusi khusus yang berfungsi sebagai badan legislatif yang ditaati. Secara fungsional, keduanya sama yaitu pihak yang mengeluarkan dan menetapkan suatu hukum bagi suatu permasalahan yang terjadi di kalangan umat muslim, setelah Allah dan Rasulullah. Seperti terhadap Ulil Amri, apabila ahl halli wa aqdi dari kaum muslim telah berjimak atas suatu urusan bagi kemaslahatan umat yang tidak ada nashnya dari Allah serta Rasul-Nya, dan dalam proses menetapkan hal itu mereka tidak dipaksa oleh suatu kekuatan tertentu atau wibawa seseorang, maka menaatinya adalah wajib. Demikian sedikit dari al-Maraghi.
Penutup
Dari kajian ayat di atas, terdapat hikmah bahwa dalam Islam juga mengatur masalah kepemimpinan masyarakat atau politik, sehingga bahwa ummat Islam tidak boleh acuh tak acuh pada politik. Agama dan politik tidak dapat dipisahkan. Selain itu, taat pada Ulil Amri (pemimpin) punya dimensi kemanusiaan dan sekaligus ketuhanan, kebahagiaan dan persaudaraan, kerjasama dan persatuan. Sebaliknya menentang Ulil Amri berarti pemisahan diri, perpecahan, perselisihan, kekacauan dan pembangkangan. Dapatlah dimengerti betapa pentingnya ulil amri dan taat padanya. Semoga Allah mengirimkan kita pemimpin umat yang sholih, yang takut dan mengajak takut pada-Nya. Wallahua'lam. (d)