Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 28 Juni 2025

Tiga Karakter dari Ramadan

Oleh Islahuddin Panggabean S Pd (Staf Media Center Gerakan Islam Pengawal NKRI)
- Jumat, 21 Juni 2019 18:14 WIB
277 view
Tiga Karakter dari Ramadan
Bulan puasa telah berlalu. Ibarat sekolah, setiap muslim melewatinya dengan hasil yang berbeda-beda. Hal itu sesuai dengan bagaimana ia menjalani proses ber-ramadan tersebut. Dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan puasa yakni surah al-Baqarah ayat 183-187 terdapat tiga karakter penting sebagai buah dari Ramadan. Pada hakikatnya, adanya ketiga hal tersebut inilah yang menentukan apakah kita tergolong pada manusia yang menang (al-faizin).

Terdapat tiga karakter manusia yang diharapkan dapat terbentuk di bulan Ramadan dan tentunya bisa berkelanjutan di bulan-bulan berikutnya. Karakter Pertama, manusia yang bertaqwa. Martabat dan kemuliaan seorang manusia ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat ketaqwaannya. Sesuai dengan firman Allah, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (QS al-Hujurat :13).

Taqwa terambil dari akar kata waqa- yaqi yang berarti melindungi- menghindari. Takwa secara bahasa berarti perlindungan atau upaya menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan. Umar pernah bertanya pada kepada Ka'ab tentang makna taqwa. Ka'ab bertanya, "Apa yang engkau lakukan bila berjalan di arena yang penuh duri?" Umar menjawab, ".. Aku berhati-hati jangan sampai aku menginjak duri." Ka'ab menyahut, "Itulah taqwa."

Yang dihindari adalah siksa-Nya. Allah juga berjanji bahwa siapa yang mengikuti perintah-Nya ia akan selamat dari siksa dan menerima ganjaran dari-Nya. Oleh karena itu, Ulama pun merumuskan makna taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Indikator ketaqwaan setidaknya dapat terlihat dalam beberapa ayat di antaranya dalam QS Al-Baqarah ayat 177. Dari ayat tersebut, paling tidak ada beberapa indikasi ketaqwaan. Pertama, bagaimana kuatnya keyakinan dan keimanan kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab suci maupun para Nabi. Kedua, adanya kepedulian dan sensitivitas sosial. Ini yang menyebabkan ia gemar membantu orang lain baik karib kerabat, anak-anak yatim, orang miskin serta orang yng membutuhkan pertolongan lainnya. Ketiga, adanya komitmen untuk menegakkan ajaran Islam dalam dimensi ibadah mahdhah maupun muamalah.

Karakter Kedua, manusia yang bersyukur. Syukur ialah sifat nan terpuji yang berangkat dari rasa kesadaran bahwa apa yang ada dalam hidupnya merupakan nyata kasih sayang Allah SWT pada hamba-Nya. Ada tiga sisi bagaimana mengimplementasikan rasa syukur yakni dengan hati, lidah dan perbuatan.

Pertama, Syukur dengan hati. Kesyukuran hati mengantarkan manusia untuk hidup bahagia, menerima segala karunia dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu walaupun kecilnya nikmat. Kedua, Syukur dengan lidah. Mengakui dengan lisan bahwa sumber nikmat yang diterimanya ialah dari Allah Azza wa Jalla. Bahkan tidak hanya mengucapkan 'alhamdulillah' saja, ia juga menyebut-nyebut atau mengkomunikasikan nikmat itu (tahadduts bin ni'mah) hingga orang pun termotivasi melakukan hal yang sama.

Sifat syukur ini melahirkan hamba yang tahu diri dan rendah hati sebagaimana Nabi Sulaiman AS. "Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, 'Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS an-Naml:40)

Adapun Ketiga, syukur dengan perbuatan. Syukur dengan perbuatan bermakna memanfaatkan fasilitas atau nikmat yang Allah berikan dengan baik. Ini terlihat dengan bagaimana seseorang melakukan aktivitas, kreativitas, karya-karya yang bermanfaat bagi diri, keluarga maupun masyarakat. Bekerja merupakan tanda syukur, sebagaimana firman Allah pada keluarga Daud AS. "Bekerjalah kamu wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur." (Qs Saba' : 13).

Karakter Ketiga yang dibawa selepas Ramadan adalah manusia yang cerdas. Pada hakikatnya, salah satu tujuan puasa ialah pensucian jiwa Jiwa yang telah bersih inilah yang akan menghadirkan maupun meningkatkan kecerdasan dalam diri. Kecerdasan itu sendiri tidak selalu berkaitan dengan intelektualitas semata, bisa juga berkaitan moral, keindahan maupun spiritual. Hasil gemblengan di bulan puasa menghasilkan manusia yang tahu mana benar dan salah, logis dan tidak logis, indah dan jelek, serasi dan tidak.

Selain itu dapat pula membedakan baik dan buruk, jujur dan khianat maupun santun dan brutal sehingga dapat membawa masyarakat ke budaya santun dan taat hukum dan tertib. Dan yang terpenting ialah kecerdasan spiritual yang membawa pemahaman dan pengamalan agama yang benar hingga menjadikan agama sebagai spirit motivasi kehidupan. Lahirlah manusia yang ikhlas, tulus, jujur dan baik.

Penutup
Bulan Ramadan sejatinya bulan pendidikan (tarbiyah). Buah pendidikan yang diharapkan adalah terbentuknya manusia yang memiliki karakter taqwa, syukur dan cerdas. Tiga Karakter inilah yang mewarnai kehidupan seseorang pada bulan-bulan berikutnya. Wallahua'lam.

SHARE:
komentar
beritaTerbaru