Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 27 Juni 2025

Begal Sebagai Musuh Bersama

* Oleh Islahuddin Panggabean (Pengurus GIP NKRI)
Redaksi - Jumat, 17 Januari 2020 21:36 WIB
256 view
Begal Sebagai Musuh Bersama
Foto: SIB/Dok
Islahuddin Panggabean
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar."(QS Al-Ma'idah : 33).

Dari keterangan ulama bahwa ayat ini berkenaan dengan sekelompok orang dari suku Urainah yang pada waktu itu tertimpa penyakit. Mereka pun mendatangi Rasulullah Saw di Madinah. Nabi merasa kasihan dan memberikan kemurahan pada mereka dengan mengirimi unta-unta sedekah. Rasulullah Saw memerintahkan mereka untuk meminum air kencing dan susu unta tersebut sebagai obat bagi penyakit. Mereka pun melaksanakannya. Namun, setelah sembuh, mereka malah murtad, membunuh penggembala unta dan merampas unta tersebut. Kemudian turunlah ayat di atas sebagai hukuman bagi sekelompok orang tersebut.

Sedangkan dalam riwayat lain, disebutkan bahwa ayat tersebut turun pada kaum Hilal bin Uwaimir yang memiliki perjanjian damai dengan Rasulullah Saw. Ketika terdapat suatu kaum yang hendak menjumpai Nabi (di Madinah) melewati perkampungan mereka, saat itulah Hilal bin Uwaimir cs melakukan pembegalan terhadap kaum tersebut. Maka Allah pun menurunkan ayat ini sebagai 'pengumuman' perang dan hukuman bagi pembegal baik beragama Islam ataupun tidak.

Dalam Islam, pembegal jalanan atau dikenal dengan istilah qutha ath-thariq dihukum sebagaimana ayat di atas sesuai dengan tindakan yang mereka lakukan. Jika mereka membunuh sekaligus merampas harta, akan dibunuh dan disalib. Jika hanya merampas harta benda saja, hukumannya dipotong secara silang (tangan kanan dan kaki kiri). Sedangkan bila hanya melakukan teror di jalan, maka hukumannya adalah pengusiran, yakni mengusir para pembegal ke negeri-negeri yang jauh. Sedangakan menurut mazhab Syafi'i pengusiran di sini dapat bermakna dipenjara dan ta'zir oleh pemerintah.

Kasus kejahatan jalanan yang akrab dilabeli begal maupun rampok mulai marak kembali beberapa waktu belakangan. Salah satunya yang dialami Wakidi (63) yang harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit (RS) Mitra Sejati akibat luka parah. Urat arteri warga Dusun I, Desa Ujung Serdang, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang itu putus dan harus dioperasi.

Diketahui, Wakid merupakan korban begal sadis di Jalan Tritura, Selasa (7/1). Peristiwa itu terjadi saat korban yang mengendarai motor trail hendak berangkat bekerja di kawasan Delitua.

Begitu juga penjambretan sadis yang menarik tas korban hingga terpelanting ke jalan terjadi di Jalan Pimpinan Gg Juremi Kecamatan Medan Perjuangan, November lalu (24/11). Serta penjambretan handphone pada Rabu (8/1) malam di Jalan Pimpinan Pancing.

Meningkatnya kasus kriminalitas dipercaya oleh banyak pakar disebabkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor sulitnya ekonomi di tengah masyarakat. Ada juga yang berpendapat faktor Narkoba. Orang yang sudah candu atau ketagihan Narkoba harus menyediakan uang untuk membeli barang haram tersebut hingga akhirnya melakukan pembegalan. Selain itu, opini lain karena lemahnya hukum ataupun keluarga yang rusak (broken home) maupun pendidikan yang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Terbukti dari usia sebagian pelaku pembegalan adalah usia anak sekolahan (kurang lebih 15 tahun).

Beragam faktor itulah yang dianggap menjadi alasan kuat maraknya aksi kriminalitas jalanan ini. Apapun itu, kampanye pemberantasan begal wajib terus dilaksanakan oleh semua pihak. Tidak hanya tugas kepolisian dan pemerintah. Tidak hanya menerapkan hukuman tapi juga melakukan usaha preventif (pencegahan).

Beberapa hal yang bisa dilakukan Pertama, Bagi tiap pribadi untuk berhati-hati dan menghindari melakukan perjalanan sendirian dan malam hari. Mewaspadai tempat-tempat sepi dan terkenal rawan. Dalam Islam, melindungi harta sama nilainya sperti melindungi nyawa. Orang yang mati karena melindungi hartanya dianggap syahid. Meskipun demikian, menghindarkan diri dari bahaya adalah lebih baik. Kedua, bagi tiap keluarga untuk melakukan tarbiyah (pendidikan) di rumah. Menjadikan rumah sebagai surga dunia, menangkal anggota keluarga menjadi pembegal bukan malah menikmati hasil begal. Firman Allah "Jagalah diri dan keluargamu dari api neraka".

Ketiga, bagi masyarakat agar bersama menjaga lingkungan dan anggotanya dari segala macam kriminalitas serta menahan diri untuk tidak main hakim sendiri dalam menyelesaikannya serta menyerahkannya pada pihak yang berwenang. Keempat, pihak kepolisian dan hukum untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Kelima, bagi pembegal untuk berhenti dari aksi-aksi. Tidak ada kata terlambat untuk bertaubat. Sebagaimana Fudhail bin Iyadh, seorang ulama salaf, mantan pembegal yang insaf karena mendengar firman Allah, "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mengingat Allah dan kebenaran yang turun…" (QS al-Hadid : 16). Wallahua'lam. (c)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru