"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."(QS Al-Qashash :77)
Sebagian orang, atas dasar agama, memiliki pandangan buruk tentang dunia. Di antaranya memandang dunia adalah tempat yang hina, buruk dan rendah. Sesungguhnya dunia bukanlah sesuatu yang sepenuhnya hina dina.
Jika kita pandang dunia sepenuhnya buruk, itu seakan-akan karena kesalahan Nabi Adam as. Allah mencampakkan kita ke tempat sangat buruk. Padahal tidak demikian. Allah tidak menempatkan di dunia sebagai hukuman. Tetapi dunia adalah ladang.
Dunia sejatinya adalah ladang yang harus diolah untuk kehidupan akhirat. Maka, apakah kita hanya akan memandang lumpur dan kotoran di ladang lalu meninggalkan ladang pemberian Allah tersebut, atau mengolahnya hingga subur dan berbuah kelak di akhirat.
Ayat ke 77 surah al-Qashash di atas sering dijadikan dalil tegas bahwa Islam bukan agama yang membenci dunia. Sebaliknya Islam mengajarkan umatnya untuk memanfaatkan dunia demi kebaikan akhirat. Kata dunia sendiri dalam Al-Quran disebut sebanyak 115 kali, sedangkan kata akhirat disebut sebanyak 115 kali.
Dalam buku Di Bawah Naungan Al-Quran (2015), Azhari Akmal menjelaskan ayat di atas memuat satu pandangan positif terhadap dunia. Sejatinya kehidupan dunia tidak boleh dimusuhi apalagi menganggapnya sebagai penjara. Ayat ini juga mengandung motivasi sangat kuat untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dalam satu tarikan nafas. Kesejajaran dunia akhirat juga dapat ditemukan yang selanjutnya dijadikan doa yang sangat populer. Doa sapu jagat. Ia diambil dari surat al-Baqarah ayat 201. Rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah wa qina azab an-nar.
Kesuksesan hidup di dunia dan juga akhirat telah banyak dicontohkan oleh para ulama, salah satunya Abu Hanifah. Abu Hanifah, salah satu imam mazhab yang merupakan yang paling tua ketimbang tiga imam lainnya. Siapapun tak mungkin meragukan kesungguhan dalam ibadah, kedalaman ilmu dan bertasawuf.
Abu Hanifah selain dikenal sebagai ahli fikih, ia juga seorang enterprenuer ulung. Ia adalah kontraktor kenamaan dengan kekayaan melimpah ruah. Dengan kekayaan itu, ia tak hanya membantu orang yang sedang bersekolah, malah siapa yang belajar dengannya akan diberi beasiswa.
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa saat ada tender pembangunan benteng Baghdad, pemenangnya Abu Hanifah. Ia pun dalam melakukan proyek itu melakukan studi banding ke Mawaara An-Nahr atau Transeksonia, negeri yang sekarang dikenal sebagai bekas jajahan Uni Soviet. Ia ke sana untuk membangun tembok yang tendernya telah dimenangkannya. Selain itu, di riwayat lain, Abu Hanifah juga seorang tailor (pengusaha konveksi). Ia punya kios besar di kota Baghdad.
Begitulah fakta sejarah bahwa saat hal dunia berada di tangan yang orang yang baik pasti mengandung dan mengundang kebaikan. Hal ini agaknya mirip dengan doa Abu Bakar, "Ya Allah jadikan dunia di tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku."
Sepenggal doa itu mengajari kita pentingnya dunia di tangan orang beriman. Tangan bermakna pengelolaan. Abu Bakar tak ingin dunia masuk ke dalam hatinya. Ia ingin dunia ada dalam genggamannya, dalam kuasa dan pengelolaannya. Kekayaan yang ditimbun, sebanyak apapun tak akan memuliakan. Kemuliaan terletak di kualitas diri, baik di hadapan Allah maupun manusia lain.
Islam mengajarkan umatnya untuk mendayagunakan segala kekayaan untuk meningkatkan kualitas diri. Kualitas diri itu baik secara spiritual, intelektual maupun fisikal. Jangan jadi hamba harta, jangan mempertuhankan dunia, begitu ajaran Islam. Pesan tersirat dari kalimat itu adalah harus memperhamba harta. Memperhamba harta untuk meningkatkan kualitas diri atau dalam bahasa lain, mempergunakannya di jalan Allah.
Rasulullah Saw telah mencontohkan bagaimana beliau merupakan pengusaha yang sukses dengan bisnisnya. Kecakapan berwirausaha mendatangkan untung besar bagi Khadijah. Ia telah beberapa kali melakukan ekspedisi dagang ke luar negeri saat itu baik ke Syiria, Jorash maupun Bahrain.
Menjadikan dunia di genggaman tak berarti membuat hidup serba mewah. Aturan dalam Islam sebagaimana dicontohkan baginda Nabi sangat jelas. Harta digunakan di jalan Allah, meningkatkan kualitas diri, memudahkan dakwah dan jihad.
Rasulullah Saw telah mencontohkan bahwa untuk sesuatu yang tidak esensial, Nabi menggunakan hal yang sederhana. Pakaian Nabi, biasa-biasa saja. Sandal beliau, juga begitu. Jika baju beliau robek, beliau jahit sendiri. Kehidupan Nabi sangat sederhana nan bersahaja.
Akan tetapi, untuk fasilitas dakwah dan jihad, Nabi menggunakan yang terbaik. Kendaraan Nabi adalah Al-Qashwa, unta putih yang sangat tangkas, gesit dan sehat. Begitu juga Duldul, keledai putih sangat kuat dan koloh dalam berjalan. Kuda beliau juga yang tertangkas, tergesit dan tercepat. Pedang komandonya Dzul Lujjain yang kualitas logam dan ketajamannya tak diragukan.
Begitulah, untuk fasilitas yang memudahkan ibadah dan jihad, kita harus pilih yang terbaik sesuai dengan proporsinya. Oleh karena itu, kemajuan dunia maupun teknologi yang ada saat ini bagi seorang muslim bukan untuk ditinggalkan dan dibenci melainkan digunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan.
Penutup
Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur cara pandang terhadap dunia. Dunia, dalam Islam bukan untuk dibenci akan tetapi untuk digenggam. Dunia harus dikuasai dan dikendalikan oleh orang beriman untuk menghasilkan kebaikan demi kebaikan. Wallahu'alam. (f)