Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 27 Juni 2025

Hidayah Allah

Pengurus Gerakan Islam Pengawal NKRI
Redaksi - Jumat, 07 Februari 2020 21:55 WIB
1.346 view
Hidayah Allah
Foto: SIB/Dok
Oleh Islahuddin Panggabean SPd
Salah satu perkataan Nabi Ibrahim, sang Khalilullah yang terekam dalam Al-Quran tatkala menjelaskan tentnag Allah ialah "(yaitu Tuhan) Yang telah Menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,” (QS Asy-Syu’ara : 78). Ibnu Katsir menjelaskan, Yaitu Dialah Yang Menciptakan, Yang telah menentukan ukuran dan memberi petunjuk semua makhluk kepada-Nya. Maka tiap-tiap makhluk diciptakan berjalan menurut apa yang telah ditakdirkan baginya; Dialah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya dan Yang menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.

Manusia adalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah Swt. Bahkan semua manusia diciptakan dengan proporsi dan bentuk yang sebaik-baiknya. Sebagaimana firman Allah Swt, ”Sungguh benar-benar telah Kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk.” (QS at-Tin: 4). Oleh karena itu, dari ucapan Nabi Ibrahim As di atas, seutama-utama anugerah Allah buat manusia setelah penciptaan ialah pemberian hidayah.

Mengenai Hidayah, Muhammad Mustafa al-Maraghi, membagi hidayah kepada dua bentuk, yaitu Hidayah al-’Ammah (hidayah yang umum) dan hidayah al’Khas (hidayah yang khusus). Hidayah yang umum ialah hidayah yang diberikan Allah kepada seluruh manusia untuk dijadikannya petunjuk dalam hidupnya. Hidayah yang khusus ialah hidayah yang hanya dikaruniakan Allah pada sebagian manusia saja.

Selanjutnya, al-Maraghi membagi hidayah umum kepada empat bentuk, yaitu : Pertama, Hidayah al-Ilham. Yaitu berupa insting yang dibawa oleh setiap manusia sejak kelahirannya. Contohnya bayi yang baru lahir, tanpa belajar dapat langsung menyusu pada ibunya. Bahkan hidayah ini tak hanya untuk manusia, Allah juga memberi karunia ini kepada makhluk lain seperti binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.

Kedua, Hidayah al-Hawasy. Yaitu petunjuk alat indera berupa pendengaran, penglihatan, penciuman maupun perabaan. Dengan indera ini manusia dapat membedakan sesuatu yang manfaat maupun mudharat bagi dirinya. Meskipun, hidayah ini belum dapat mengantarkan kepada kebenaran yang sejati, karena kemampuannya yang terbatas. Sebagai contoh, mata melihat bulan lebih kecil dari yang sebenarnya, begitupula bagi orang yang sedang sakit, lidahnya merasakan sebuah makanan itu pahit atau tidak enak.

Ketiga, Hidayah al-’Aql. Yaitu petunjuk akal berupa kemampuan memikirkan, memahami dan mengetahui suatu objek yang akan membawanya kepada kebenaran dan keselamatan hidup. Dalam al-Quran banyak ayat yang menganjurkan manusia memperhatikan sesuatu di sekitarnya serta memikirkan, memahami dan mengetahui seluk beluk ciptaan Allah, guna memantapkan keimanan pada sang Pencipta. Salah satunya firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 190, ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Meskipun demikian, akal juga memiliki ketebatasan. Ia tak bisa lepas dalam batas-batas panca indera. Jarang sekali akal mampu menangkap apa-apa yang di luar jangkauan panca indera, apalagi menuntut ke alam kehidupan yang berada di luar jangkauan panca indera. Apalagi selain diberi akal, manusia juga diberi nafsu. Akal sering harus berkelahi dengan nafsu. Oleh karenanya juga memerlukan hidayah selanjutnya yakni hidayah ad-Din.

Keempat, Hidayah ad-Din. Yaitu berupa wahyu yang diturunkan Allah Swt kepada Rasul-Nya yang disampaikan pada manusia untuk dijadikan pedoman hidup guna mencapai kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat. Wahyu-wahyu tersebut terdapat dalam kitab suci. Kitab suci terakhir ialah al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dilengkapi pula dengan hadist-hadist dan jalan hidup dari baginda Nabi sebagai hidayah bagi seluruh manusia.

Di samping hidayah yang umum, terdapat pula hidayah khusus yang dikaruniakan Allah kepada orang yang tertentu. Hidayah itu bisa berbentuk taufiq (kekuatan yang Allah tanamkan terhadap seseorang, sehingga orang tersebut merasa mudah untuk mengamalkan petunjuk Allah), ma’unah (pertolongan Allah) dan lain-lain. Hidayah dalam bentuk-bentuknya di atas adalah milik Allah SAW semata. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikannya selain Allah. Sebagai manusia, kita berkewajiban untuk berusaha dan berdoa untuk mendapatkan hidayah. Sebab, pada dasarnya hidayah tesebut umumnya telah diberikan pada seluruh umat manusia.

Selain itu, Setiap hari sebagai seorang muslim diwajibkan untuk berdoa memohon hidayah minimal 17 kali. Doa tersebut ialah ”Ihdinash Shirot al-Mustaqim”. Para Mufassir seperti Ibnu Katsir memaknai hdiayah dalam ayat ialah bimbingan dan taufik. Begitujuga Ibnu jarir at-Thabari dalam menafsirkan Ihdinas shiratal mustaqim, Tunjukilah kami jalan yang lurus, adalah "ya Allah berilah kami taufiq keteguhan dalam mengerjakan semua yang Engkau ridlai dan semua ucapan serta perbuatan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah Engkau beri nikmat taufiq diantara hamba-hamba-Mu, yang demikian itu adalah jalan yang lurus."

Penutup
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dalam penciptaan. Maka setelah nikmat penciptaan, anugerah terbesar ialah pemberian hidayah. Hidayah pada umumnya telah diberikan kepada seluruh manusia, sehingga seyogyanya setiap insan berusaha dan terus berdoa mendapatkan kesempurnaan hidayah itu. Wallahu’alam. (c)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru