Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 27 Juni 2025

Ma’ruf: Bangun Peradaban Islam dengan Berpikir Moderat-Dinamis, Tidak Ekstrem

Redaksi - Jumat, 10 Juli 2020 20:07 WIB
138 view
Ma’ruf: Bangun Peradaban Islam dengan Berpikir Moderat-Dinamis, Tidak Ekstrem
Foto Dok/Ma'ruf Amin
Ma'ruf Amin
Jakarta (SIB)
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan masjid menjadi tempat strategis untuk membangun cara berpikir umat. Menurut Ma'ruf, ada tiga cara berpikir yang harus diterapkan untuk membangun peradaban Islam.

"Masjid juga strategis untuk membangun cara berpikir yang lebih kompatibel dengan pembangunan peradaban Islam. Menurut saya, membangun sebuah peradaban bersumber dari cara berpikir masyarakatnya," kata Ma'ruf dalam webinar 'Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid' yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Masjid Istiqlal, Rabu (8/7).

"Oleh karena itu, jika ingin membangun peradaban Islam, langkah utama yang perlu dilakukan adalah mengkonstruksi ulang cara berpikir umat Islam sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW, yakni cara berpikir wasaty, cara berpikir yang moderat, dinamis, tetap dalam koridor manhaj dan tidak ekstrem," ujar Ma'ruf.

Ma'ruf mengatakan cara berpikir wasaty itu adalah cara berpikir yang sesuai dengan ajaran Islam. Bukan ajaran yang melenceng dari agama, baik paham kanan maupun kiri.

"Jalan yang melenceng ke kanan merupakan kinayah dari cara berpikir berlebihan dalam beragama. Ciri-ciri cara berpikir ifrathi ialah semangat keagamaan yang berlebihan tanpa dibarengi dengan ilmu, terutama ilmu tentang metode pemahaman nash sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW, sehingga terkungkung dengan pemahaman literer atau tekstual, terutama dalam memahami nash," katanya.

Ma'ruf mengatakan pemahaman yang tekstual ini hanya terpaku terhadap teks, sehingga tidak menerima penafsiran yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

"Secara apriori cara berpikir tekstual ini menolak penafsiran dan pentakwilan nash yang berbeda dari pengertian zahirnya. Penafsiran dan pentakwilan nash yang tidak didukung secara jelas oleh nash lain dianggap sebagai mengada-ada. Padahal tidak semua nash dapat dipahami dengan cara berpikir seperti itu. Oleh karenanya, cara berpikir tekstualis sangat jauh dari ruh keagamaan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW," ungkapnya.

"Senantiasa terpaku pada teks pendapat ulama terdahulu adalah suatu kesesatan dalam agama dan (juga) suatu ketidakmengertian terhadap apa yang diinginkan oleh para ulama terdahulu," imbuhnya.

Selain itu, Ma'ruf mengatakan ada pemikiran yang melenceng ke kiri, yaitu mereka yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip keagamaan dan melakukan penafsiran kitab tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan ulama.


"Ciri-cirinya antara lain keyakinan bahwa nash merupakan teks terbuka yang bisa didekati dengan cara dan metode apa pun, tidak harus dengan cara dan metode tertentu sebagaimana yang telah diformulasikan oleh para ulama," ucapnya.

"Kelompok ini juga terlalu berlebihan dalam mengedepankan kemaslahatan dalam penafsiran terhadap nash. Bagi mereka, pemahaman terhadap nash harus diselaraskan dengan kemaslahatan umum sehingga, apabila nash tidak sesuai dengan al-mashlahah, pemahaman terhadap nash harus diubah disesuaikan dengan kepentingan maslahah," lanjutnya.

Dengan demikian, Ma'ruf mengatakan cara membangun peradaban Islam adalah dengan berpikir wasaty, yakni cara berpikir yang moderat, dinamis, dan tidak ekstrem.

"Oleh karena itu, upaya membangun kembali peradaban Islam adalah dengan mengembalikan cara berpikir wasaty, yaitu cara berpikir yang moderat, dinamis, manhajy, dan tidak ekstrem. Cara berpikir wasaty ini merupakan jalan lurus yang senantiasa kita minta dalam setiap salat. Bukan jalan yang melenceng ke kanan ataupun jalan yang melenceng ke kiri," jelasnya.

Ma'ruf kembali menegaskan masjid adalah tempat potensial untuk membangun peradaban Islam, sehingga di meminta pengurus masjid memberikan seluruh kebutuhan jemaahnya.

"Secara teoritis, masjid sangat potensial menjadi basis pembangunan peradaban Islam. Masjid dibangun di suatu kawasan yang di sekitarnya merupakan komunitas muslim. Pengaruh masjid harusnya bisa menjangkau setiap jengkal teritori di kawasan tersebut dan setiap kebutuhan jemaahnya," katanya. (detikcom/f)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru