Jakarta (SIB)- Kementerian Agama di bawah komando Lukman Hakim Syaefuddin, menegaskan bahwa madrasah akan digalakkan sebagai salah satu sarana pendidikan untuk revolusi mental sejak dini seperti tekad yang selalu diutarakan oleh Presiden RI Joko Widodo.
"Di sebagian kalangan masyarakat masih beranggapan bahwa madrasah bukanlah pilihan utama bagi pendidikan anak-anaknya. Madrasah masih dipandang sebagai sekolah alternatif jika anaknya tidak diterima di sekolah negeri atau sekolah swasta,†kata Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama, HM Nur Kholis Setiawan di kantornya, Rabu (26/11).
Diakui Nur Kholis, pihaknya tidak bisa memaksa masyarakat untuk mengirimkan atau memasukkan anak-anaknya ke madrasah. Yang bisa kita lakukan adalah menunjukkan kepada masyarakat bahwa madrasah lebih unggul.
“Meskipun secara fakta bahwa saat ini madrasah sudah lebih baik namun bagaimana merubah persepsi masyarakat agar tidak memandang madrasah hanya sebagai lembaga keagamaan tapi juga menjadi sebuah pilihan untuk pendidikan anak-anaknya. Itulah yang menjadi tugas dan tanggungjawab direktorat pendidikan madrasah,†kata NurKholis Setiawan.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 madrasah disebutkan bahwa madrasah adalah sekolah yang memiliki ciri khas. Ciri khas itu antara lain adalah adanya lima mata pelajaran yang tidak diajarkan di sekolah umum. Lima mata pelajaran itu antara lain; Alqur’an hadist, Fiqih, Aqidah akhlak, sejarah kebudayaan Islam dan bahasa Arab.
Lebih lanjut di Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa tingkatan madrasah antara lain Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat dengan sekolah dasar (SD) atau bentuk lain yang sederajat. Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan sekolah menengah pertama (SMP). Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK).
“Kalau kurikulum tahun 2013 mencita-citakan untuk menciptakan bangsa yang berkarakter. Madrasah sudah dari dulu melakukan itu,†tutup Nur Kholis.
(detikcom/ r)