Jakarta (SIB)- Kewajiban pembayaran sebagian biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengatur calon jamaah haji yang dapat diberangkatkan sebagaimana dikatakan oleh pakar hukum keuangan negara Siswo Sujanto.
"Pengaturan ini ditempuh antara lain dengan cara mewajibkan seluruh calon jamaah haji untuk melakukan pembayaran sebagian biaya ibadah haji," ujar Siswo di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.
Hal itu ia sampaikan saat memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan Mahkamah dalam pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Siswo menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan mengambil hak masyarakat namun membantu untuk mentertibkan dan demi keadilan.
Ia menyebutkan bahwa masyarakat bebas untuk tidak membayar setoran awal BPIH, namun ada konsekuensi yang harus ditanggung.
"Masyarakat bebas untuk tidak membayar setoran awal BPIH dengan konsekuensi bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kualifikasi untuk dimasukkan dalam daftar tunggu," kata Siswo.
Pengelolaan dana haji juga diatur oleh Badan Pengelola Keuangan Haji karena lembaga ini bersifat independen dan nirlaba sehingga mengacu pada prinsip syariat Islam.
"Tujuan yang diharapkan dari pengelolaan yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji adalah untuk memberikan nilai tambah dan rasionalisasi biaya bagi kemaslahatan jamaah dan umat Islam secara kaffah," ujar dia.
Pemohon dari pengujian undang-undang a quo adalah dua orang calon jemaan haji bernama Sumilatun dan JN Raisal Haq.
Keduanya memohon untuk pengujian Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan sejumlah pasal dalam UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Menurut pemohon aturan-aturan tersebut inkonstitusional bersyarat karena setiap umat Muslim dapat menjalankan ibadah haji hingga berkali-kali, sementara kuota yang tersedia sangat terbatas.
Mereka kemudian menilai bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU a quo harus dimaknai khusus untuk orang Islam yang belum pernah haji saja yang boleh haji, sedangkan yang sudah pernah haji tidak boleh haji apabila masih terdapat daftar haji tunggu.
(Ant/ r)