Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 28 Juni 2025

KPI: Organisasi Perempuan Melawan Praktik Islam Konservatif

- Jumat, 24 April 2015 18:52 WIB
362 view
KPI: Organisasi Perempuan Melawan Praktik Islam Konservatif
Jakarta (SIB)- Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) bersama dengan organisasi perempuan di negara-negara Asia Afrika terus melawan praktik Islam konservatif yang dinilai merintangi hak- hak perempuan.

"Sekarang ini kita sedang menjalin komunikasi dengan teman-teman yang ada di negara-negara Asia Barat dan Afrika Utara, membicarakan bagaimana tren Islam konservatif justru merintangi hak-hak perempuan misalnya perkawinan anak-anak semakin dilegalkan yang membuat jumlah anak perempuan putus sekolah jadi bertambah," ujar Sekjen KPI Dian Kartikasari saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Menurut Dian, dalam gerakan perempuan ada gejala atau kecenderungan bahwa negara dan kekuatan-kekuatan konservatif justru membuat mundur situasi perempuan baik itu dalam aspek sosial, ekonomi, maupun politik.

"Misalnya hak politik. Kita di Indonesia beruntung karena perempuan boleh ikut dalam pemilu. Tidak semua negara di Afrika mengizinkan kaum perempuannya memilih (dalam pemilu), dan itu yang sampai sekarang masih kami perjuangkan," tuturnya.

Pihaknya, bersama dengan organisasi perempuan seluruh dunia, juga aktif menjalin diskusi dengan tokoh-tokoh Islam untuk mengetahui dimana sebenarnya larangan atau faktor dalam hukum agamanya yang mensyaratkan bahwa perempuan tidak bisa memperoleh hak yang sama dengan kaum pria.
Perjuangan pemenuhan hak perempuan itu juga melingkupi pemenuhan hak perempuan dalam situasi konflik, perempuan penyandang disabilitas, anak perempuan, lansia perempuan, bahkan peran perempuan dalam hukum dan pemerintahan.

"Misalnya di beberapa negara Arab, perempuan tidak boleh jadi hakim. Alasannya ya kembali lahi ke persoalan agama," ujar Dian.

Selain itu, katanya, dalam forum internasional seperti KAA, para aktivis perempuan ini bisa menguatkan upaya "people to people engagement" untuk mendorong pemerintah negara tertentu memberlakukan kebijakan yang lebih memihak kaum perempuan.

"Seperti mendorong agar perempuan di Arab Saudi boleh berorganisasi karena selama ini tidak pernah ada organisasi perempuan di negara tersebut, berbeda dengan negara-negara lain seperti Palestina, Pakistan, Afrika Selaran, Afghanistan, dan India yang sudah bisa menyuarakan kepentingan perempuan melalui organisasi-organisasi mereka," tuturnya.

Suarakan Perempuan

Ia berharap melalui KAA ke-60, ruang-ruang untuk menyuarakan kepentingan perempuan di negara-negara Asia Afrika semakin terbuka sehingga perempuan bisa lebih mendapat jaminan akan pemenuhan hak-haknya.

Peringatan ke-60 KAA berlangsung pada 19-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.

Sebanyak 109 negara diundang dalam acara berlevel internasional tersebut dan tak kurang dari 35 kepala negara-pemerintah menyatakan diri hadir diantaranya Presiden Sudan, Raja Swaziland, Presiden Vietnam, Presiden Tiongkok, Presiden Srilanka, Presiden Iran, Presiden Mozambik, Perdana Menteri Kamboja, Perdana Menteri Singapura, dan Pemimpin Mahkamah Tertinggi Korea Utara.

Banyak pihak berharap acara dengan tema "Memperkuat Kerja Sama Selatan-Selatan" tersebut tidak hanya membahas tentang isu politik dan ekonomi khususnya tentang perluasan bisnis antarnegara, tapi juga membahas isu lain yang tidak kalah penting seperti isu HAM, perempuan, kemanusiaan, serta kebebasan menentukan arah kebijakan masing-masing negara tanpa intervensi negara lain. (Ant/c)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru