Jakarta (SIB)
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Kepala Deputi III, Raden Isnanta, menegaskan bahwa sport science hal penting untuk memajukan sepakbola di Indonesia.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menggelar sebuah diskusi yang menghadirkan tokoh-tokoh kenamaan baik lokal maupun internasional dengan tajuk Indonesia Youth Football Development (IYOFD). Acara tersebut berlangsung di Wisma Kemenpora, Senayan, Jakarta, Rabu (4/11).
Sejumlah narasumber mulai dari Zainudin Amali selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), ketua umum PSSI Mochamad Iriawan, direktur teknik PSSI Indra Sjafri, hingga mantan striker Liverpool dan timnas Inggris, Michael Owen, dihadirkan. Agenda tersebut berjalan dengan lancar.
Diskusi daring ini sengaja digelar oleh Deputi III Kemenpora sebagai salah satu wujud nyata pelaksanaan instruksi presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2019 tentang percepatan pembangunan sepakbola nasional. Raden Isnanta menegaskan Inpres tersebut perlu dibarengi langkah nyata dan terstruktur dari semua pihak sehingga semua program yang disiapkan tak lagi sia-sia.
"Jadi untuk dikenal dunia itu, yang harus kita lakukan adalah mengubah pola pikirnya dulu. Kita sekarang bermimpi untuk dikenal dunia, kemudian bagaimana kita bisa mewujudkan mimpi itu? Tentunya dengan langkah kongkret. Apa langkah kongkretnya? Yang pertama adalah pendidikan usia dini harus berbasis sport science. Karena tujuannya adalah dikenal dunia, maka sudah tidak bisa lagi digunakan cara-cara latihan tradisional," buka Isnanta.
"Sinergitas antara semua pihak penting di kedepankan. Sehingga tidak hanya Kemenpora saja, atau PSSI saja, tapi semua pihak harus kita libatkan, termasuk keterlibatkan perguruan tinggi. Karena perguruan tinggi ini punya ilmunya, punya alatnya, punya teknologinya dalam penerapan sport science ini. Itulah kenapa kemudian ada keterlibatan Menko PMK dan PUPR di sini, karena memang semua ini perlu sinergitas untuk kemudian bisa mewujudkan mimpi kita untuk dikenal dunia," Isnanta menambahkan.
Menurut Isnanta, Indonesia sudah terlalu lama menggunakan cara-cara tradisional dalam pengembangan sepakbola nasional. Hal inilah yang kemudian membuat sepakbola Indonesia terus kesulitan untuk bisa bersaing dengan negara-negara lainnya dalam urusan prestasi. Meski tak henti-hentinya melahirkan bibit-bibit muda, namun Indonesia pada akhirnya selalu gagal memetik hasil hasil membanggakan lantaran penerapan pola pengembangan yang salah.
"Pokoknya sport science ini harga mati. Tidak boleh lagi ada patih yang merangkap semua tugas dalam mengembangkan pemain muda. Tapi dalam tim kepelatihan itu ahli gizinya sendiri, ahli tekniknya sendiri, dan sejumlah ahli lainnya yang dibutuhkan untuk benar-benar bisa mencapai hasil maksimal dalam pengembangan pesepakbola usia muda. Jangan sampai satu orang merangkap sebagai pelatih, ahli gizi, manajer, dan sekaligus yang punya SSB (Sekolah Sepakbola)," tuturnya.
Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Deputi III Kemenpora untuk menggelar sebuah diskusi mendalam bertajuk Indonesia Youth Football Defelopment. Dengan diskusi yang melibatkan berbagai pakar ini, diharapkan bisa membuka wawasan seluruh stakeholder sepakbola Indonesia untuk bisa mengubah cara pandang mereka dalam pengembangan sepakbola usia muda.
"Saya percaya dengan hadirnya sejumlah pakar dalam diskusi kali ini bisa membuka mata semua pihak yang terlibat dalam pengembangan sepakbola usia muda di Indonesia. Kita harus sangat serius untuk menjalankan Inpres ini, karena Indonesia punya potensi luar biasa untuk bisa memetik perstasi di pentas dunia," pungkas Isnanta.
Dalam diskusi kali ini juga turut hadir Dennis Wise yang merupakan kepala program Garuda Select, serta sejumlah pemain di bawah asuhannya seperti Bagus Kahfi yang juga telah menunjukkan hasil nyata dari program pelatihan yang berlangsung di Eropa. (detikSport/a)