Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Mendesain Organisasi KPU yang Modern

* Oleh : Luhut Parlinggoman Siahaan, SH, M.Kn
- Senin, 14 Agustus 2017 13:45 WIB
1.025 view
Mendesain Organisasi KPU yang Modern
Sebagai organisasi yang masih mencari bentuk ideal (transisional) pada format maupun dalam tataran operasionalisasinya, penguatan kapasitas kelembagaan (institutional capacity building) lembaga Komisi Pemilihan Umum ( KPU) menjadi suatu keniscayaan. Untuk itu yang mula-mula harus dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas manajemen lembaga KPU beserta unsur-unsur manajemen yang ada didalamnya. Setarikan nafas dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan manajemen organisasi adalah memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara pemilu.
Pengembangan SDM tersebut tidak hanya di lingkup komisoner, melainkan juga pada tingkat sekretariat atau pegawai yang bekerja didalamnya agar siap berubah wujud menjadi organisasi yang berkembang dan kuat.

Di dalam UU Pemilu yang baru ditetapkan DPR-RI 20 Juli 2017 lalu yang belum kunjung diundangkan dalam lembaran negara ada hal menarik yang dikaji, yaitu mengenai organisasi kelembagaa Komisi Pemilihan Umum. Menyusun organisasi KPu menjadi sangat penting karena keberhasilan pelaksanaan pemilu sangat bergantung terhadap Sumber Daya Manusia dan kerja-kerja organisasi yang solid dan profesional. Didalam UU Pemilu yang baru di Pasal 79 pada pokoknya disebutkan bahwa Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal, yang dibantu oleh paling banyak 3 (tiga) deputi dan 1 (satu) Inspektur Utama. Ini menjadi berbeda dengan bentuk organisasi KPU saat ini yang mengacu pada UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang tidak mengenal adanya jabatan Deputi dan Inspektur Utama dimana posisi Eselon 1 hanya Sekretaris Jenderal kemudian 7 Eselon II yang terdiri dari 6 Kepala Biro dan 1 Inspektur.

Pada acara rapat pembahasan nilai-nilai dasar organisasi di lingkungan KPU, Jumat 9 Juni 2017 yang lalu di Ruang Sidang Utama Lantai 2 KPU RI, Kepala Biro Perencanaan dan Data KPU RI Sumariyandono menjabarkan pokok-pokok usulan dan perubahan organisasi KPU RI ke depan, yaitu adanya 4 jabatan Eselon I terdiri dari Sekretaris Jenderal (I/a), Deputi Administrasi Umum (I/b), Deputi Hukum, Hupmas, dan Tata Kelola Pemilu (I/b), Inspektorat Utama (I/b), kemudian Eselon II terdiri dari Biro Hukum (II/a), Biro Perencanaan (II/a), Biro Teknis Kepemiluan  (II/a), Biro Hupmas (II/a), Biro Umum (II/a), Biro Logistik (II/a), Biro Keuangan (II/a), Biro SDM (II/a), Pusat Diklat dan Litbang (II/a), dan Pusat Data dan Informasi (II/a).

Bila merujuk kepada desain organisasi yang dijabarkan Sumariyandono di atas terlihat tidak ada keinginan yang kuat dari KPU untuk melakukan perubahan yang signifikan terhadap organisasi kelembagaannya menuju organisasi yang modern seperti yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari segi pengorganisasian terdapat sejumlah kelemahan dalam tubuh KPU berkenaan dengan pembagian tugas dan kewenangan antara para anggota KPU dengan Kesekretariatan Jenderal KPU, seperti yang dirumuskan dalam UU yang baru (menunggu diundangkan) dan UU yang saat ini masih berlaku, masih rancu.
"Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi dan Sekretariat KPU Kabupaten / Kota dibentuk untuk membantu kelancaran tugas (supporting system) KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Tugas ini kemudian dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: (1). membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu, (2). memberikan dukungan teknis administratife, (3). membantu pelaksanaan tugas KPU dalam menyelenggarakan Pemilu, (4). membantu perumusan dan penyusunan rancangan peraturan dan keputusan KPU, (5). memberi bantuan hukum dan memfasilitasi penyelesaian sengketa hukum, (6). membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan pertanggungjawaban KPU, dan (7). membantu pelaksanaan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dikutip dari Naskah Akademik Draft RUU Tentang Kitab Hukum Pemilu Usulan Masyarakat Sipil yang disusun Prof Ramlan Surbakti, dkk. Tugas Sekretariat Jenderal KPU yang seperti saat ini menunjukkan bahwa para anggota KPUlah yang bertanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan peraturan dan kebijakan sedangkan Sekretariat Jenderal hanyalah membantu saja tanpa tanggung jawab. Tidak ada pembagian tugas para anggota KPU dengan Sekretariat Jenderal KPU seperti ini di negara lain. Tidak ada KPU di dunia ini dimana para komisioner menangani kebijakan dan pelaksanaan teknis. KPU (Instituto Federal Electoral, IFE) Meksiko yang beranggotakan 11 orang hanya bersidang bila menetapkan peraturan ataupun kebijakan, sedangkan tugas dan kewenangan menyelenggarakan pemilihan umum secara teknis merupakan tugas dan kewenangan Sekretariat Jenderal yang terdiri atas pegawai yang kompeten dan profesional dalam tata kelola Pemilu. KPU Australia (Australian Election Commission, AEC) yang beranggotakan 3 orang (seorang Ketua, dua orang anggota). Ketiga orang ini bersidang bila hendak menetapkan peraturan dan kebijakan, sedangkan salah seorang dari 3 orang itu menjadi pimpinan penyelenggaraan Pemilu secara teknis sehari-hari. Pembagian tugas antara para anggota KPU dengan Sekretariat Jenderal seperti itu perlu kaji lagi. Apakah para anggota KPU 'hands-Off' secara teknis ataukah 'hands-On' secara teknis?

Dalam persfektif organisasi, kerja-kerja kepemiluan dan kepengawasan sesungguhnya dapat diukur. Meminjam pandangan Supranto dalam Buku Fandy Tjiptono, Prinsip-prinsip Total Quality Service, dengan modifikasi secara kontekstual untuk kebutuhan mengkaji tema ini, pengukuran (measurement) dapat diarahkan kepada sejumlah aspek, yaitu: (1). mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses kegiatan/tahapan pemilu, (2), mengetahui di mana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus menerus untuk membuat kerja-kerja kepemiluan dan kepengawasan menjadi lebih profesional, transparan dan akuntabel, (3). menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah kepada perbaikan.

Merujuk organisasi KPK,  Jabatan Deputi tidak berada langsung di bawah Sekretaris Jenderal, tetapi secara struktural di bawah langsung Pimpinan Lembaga KPK, karena sifat jabatan Deputi di dalam organisasi KPK mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan, berbeda dengan jabatan Deputi yang akan dimiliki KPU yang sangat mirip dengan organisasi kelembagaan Kesekretariatan jenderal DPR-RI dimana tugas - tugas Deputi yang dimiliki Kesekretariatan Jenderal DPR-RI hanya mendukung kelancaran tugas dan wewenang kelembagaan dan secara struktural di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Sekretaris Jenderal. Apabila desain kelembagaan KPU tetap seperti itu maka akan terus melanggengkan ketimpangan kapasitas antara komisioner dan sekretariat yang dari dulu masih sampai saat ini masih saja terjadi.

Keinginan model organisasi KPU meniru model organisasi KPK awalnya telah dicetuskan oleh Prof. Ramlan Surbakti Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. Prof. Ramlan Surbakti berpendapat bahwa model yang tepat untuk pengorganisasian pemilu adalah model sebagaimana diterapkan KPK. Sebagaimana diketahui struktur organisasi KPK adalah lima unsur pimpinan (ketua dan empat wakil ketua) dan empat deputi (pencegahan, penindakan, informasi dan data, dan pengawasan internal dan pengaduan masyarakat) dan seorang sekjen (administrasi dan keuangan). Baik sekjen maupun para deputi langsung di bawah pengarahan dan pengendalian pimpinan KPK. Sekjen bukan atasan para deputi. Apabila mengikuti model ini, struktur organisasi KPU terdiri atas tujuh anggota (termasuk ketua) dan Setjen yang terdiri dari seorang Sekjen, dua Deputi, dan Seorang Inspektur Jenderal. Model ini menempatkan Ketua dan Anggota KPU tak hanya sebagai pembuat peraturan dan keputusan tentang pelaksanaan tahapan pemilu dan pembuat kebijakan tentang non-tahapan pemilu, tetapi juga sebagai pengarah dan pengendali Sekjen (administrasi dan keuangan), dua Deputi (operasional pemilu, dan pendidikan dan pelatihan, dan penelitian dan pengembangan), dan Inspektur Jenderal dalam melaksanakan tugasnya. Sekjen KPU bukan atasan para deputi dan inspektur jenderal karena semua penjabat ini berada di bawah pengarahan dan pengendalian ketua dan anggota KPU. Model pengorganisasian yang hierarkis seperti ini sangat tepat karena KPU harus mengarahkan dan mengendalikan 34 KPU provinsi, 514 kabupaten/kota, lebih dari 7.000 PPK, lebih dari 81.000 PPS, dan lebih dari 545.000 TPS menjelang, selama dan setelah pemilu.

Model pengorganisasian pemilu seperti ini juga lebih efektif dan efisien diterapkan di Kabupaten / Kota Ketua dan Anggota KPU Kabupaten / Kota ditambah 2 atau 3 Kepala Seksi yang secara struktural berada langsung di bawah pengarahan dan pengendalian Ketua dan Anggota KPU Kabupaten/Kota, demikian juga untuk tingkat Provinsi para Ketua dan Anggota KPU Provinsi ditambah 2 atau 3 Kepala Bidang yang secara struktural berada langsung di bawah pengarahan dan pengendalian Ketua dan Anggota KPU Provinsi.

Meskipun sudah terlambat, UU Pemilu sudah diketok oleh DPR, paling tidak tulisan ini telah memberikan sumbangan pemikiran maju untuk penguatan dan pengembangan organisasi KPU di masa mendatang. Hari ini sumbangan pemikiran ini tidak diterima oleh legislatif, mungkin di masa yang akan datang akan diterima sebagai buah pemikiran yang berguna bukan saja untuk KPU tetapi juga bagi kemajuan demokrasi dinegeri ini. Semoga! (Penulis adalah Advokat, anggota komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi-KPU/l)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru