Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Keterangan Pemerintah Dalam Uji Materi Perppu Ormas

* Oleh: Maria Rosari
- Sabtu, 02 September 2017 19:35 WIB
1.013 view
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Agenda sidang untuk tujuh perkara pengujian Perppu Ormas ini adalah mendengarkan keterangan Presiden (Pemerintah) dan dua Pihak Terkait, yaitu Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) dan Sekretariat Nasional Advokat Indonesia (Seknas Advokat).

Sidang uji materi kali ini dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai perwakilan Pemerintah yang membacakan keterangan Presiden. Selain Tjahjo, hadir pula Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Sebelum membacakan keterangan Presiden, Tjahjo meminta izin kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk diperbolehkan memutar cuplikan video dokumenter dengan durasi kurang lebih dua menit.

Potongan video berdurasi dua menit tersebut menampilkan orasi salah satu petinggi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam Muktamar yang berlangsung di Gelora Bung Karno Jakarta pada 2013. Adapun orasi petinggi HTI tersebut menyerukan empat pilar Khilafah.

Terkait dengan pemutaran cuplikan video tersebut, kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra melayangkan protes kepada pemerintah.

Yusril mempertanyakan apa relevansi penayangan video tersebut dengan agenda persidangan. Yusril mengatakan sepanjang sejarah uji materi tidak pernah ada penayangan video dalam pemberian keterangan.

Menurut Yusril, tayangan video Muktamar HTI tersebut bisa saja merupakan upaya propaganda pemerintah yang tidak suka kepada HTI.

"Ini 'kan sidang pengujian undang-undang, bukan perkara pidana bukan sidang tata usaha negara, kalau misalnya pemerintah mau mengajukan bukti itu ada saatnya nanti," ujar Yusril.

Yusril menyayangkan tindakan pemerintah menampilkan video tersebut karena hal itu dinilai telah menyudutkan HTI.

Tjahjo kemudian menjelaskan bahwa Pemerintah tidak memiliki maksud apapun dengan memutar video tersebut, karena video itu merupakan bagian dari keterangan yang dipaparkan oleh Pemerintah.

TIDAK DISKRIMINATIF
Dalam keterangan Pemerintah yang dibacakan oleh Menteri Tjahjo, Pemerintah menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara hukum demokratis harus mengatur keselarasan antara hak dan kebebasan individu maupun kolektif.

Oleh sebab itu Indonesia memiliki tiga asas penting sebagai negara hukum demokratis, yaitu adanya; supremasi hukum, asas persamaan di hadapan hukum dan asas legalitas.

Artinya, permohonan para Pemohon baru dapat dipertimbangkan untuk diterima jika dalam rangka asas legalitas terdapat norma undang-undang yang menyebabkan Pemohon tidak memperoleh kepastian hukum yang adil dan diperlakukan secara berbeda dengan warga negara Indonesia, atau organisasi kemasyarakatan lainnya yang berstatus sama dengan para Pemohon.

"Padahal, dalam perkara ini, tidak ada pembedaan perlakuan antara Para Pemohon dengan warga negara Indonesia atau pun organisasi kemasyarakatan lainnya di seluruh Indonesia," papar Tjahjo.

Pemerintah menilai bahwa hak para Pemohon atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatnya tetap dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pancasila.

Begitu pula dengan aturan mengenai eksistensi keberadaan ormas yang merupakan wadah berserikat dan berkumpul dalam Perppu Ormas, yang dikatakan Pemerintah berlaku sama untuk semua warga negara dan ormas sehingga tidak ada diskriminasi dalam ketentuan a quo.

Kendati demikian, Pemerintah mengingatkan bahwa diperlukan pemenuhan moral yang harus sesuai untuk menjaga keutuhan negara dan bangsa, sehingga pemerintah merasa wajib menjaga aktivitas ormas pada koridor hukum yang berlaku dalam bentuk pembatasan.

"Pembatasan yang dimaksudkan hanyalah tertentu dalam menjalankan hak dan kebebasan setiap warga negara harus taat pada ketetapan untuk menjaga hak orang lain," ujar Tjahjo.

Terkait dengan pengaturan eksistensi ormas, Tjahjo menyampaikan penilaian Pemerintah bahwa hal tersebut bukanlah suatu bentuk diskriminasi.

Menurut Pemerintah, tiap pasal dalam Perppu Ormas tidak bersifat disriminatif karena di dalamnya tidak membeda-bedakan orang berdasarkan jenis kelamin, agama, pendidikan, politik, bahasa, dan lainnya.

"Sifat demikian tidak terdapat dalam Perppu tersebut," kata Tjahjo.

Sementara terkait dengan materi yang dimohonkan para Pemohon mengenai hak kebebasan berkumpul merupakan hak asasi manusia, Pemerintah menyampaikan bahwa ormas merupakan potensi masyarakat kolektif yang harus dikelola.

"Untuk itu, negara berkewajiban mengakui keberadaannya, mulai dari tata kelola, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART), serta kontribusi ormas yang harus berakar pada nilai-nilai Pancasila," ujarnya, menegaskan.

KEADAAN MENDESAK
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian Hukum dan HAM, jumlah ormas yang terdata di Indonesia hingga 6 Juli 2017 adalah 344.039.

Kementerian Dalam Negeri mendata setidaknya terdapat 370 ormas tidak berbadan hukum, tapi dalam bentuk surat keterangan terdaftar. Sementara Kementerian Luar Negeri mencatat terdapat 71 ormas yang didirikan oleh warga negara asing.

Dari seluruh ormas yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 321.482 ormas berbentuk yayasan dan perkumpulan.

Pesatnya perkembangan ormas di Indonesia dinilai Pemerintah tidak dibarengi dengan pengaturan yang komprehensif, sehingga seringkali menyebabkan permasalahan, baik dari segi legalitas, akuntabilitas, fasilitas pelayanan, pemberdayaan hingga masalah dalam penegakan hukum.

Selain itu Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan masih dianggap kurang memadai, terutama dalam hal definisi tentang ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.

Sementara itu prosedur pengenaan sanksi terhadap ormas yang dinyatakan melanggar Pancasila dan UUD 1945 juga dipandang masih belum efisien dan efektif.
Kekosongan hukum seperti ini dianggap Pemerintah tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang melalui prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang lama.

"Sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu dipastikan untuk dapat diselesaikan," papar Tjahjo.

Menurut Pemerintah, situasi ormas yang ada pada saat ini telah secara terbuka melakukan tindakan yang sifatnya ingin mengganti landasan konstitusional UUD 1945 dan Pancasila dengan yang lainnya.

Tindakan ormas itulah yang memaksa Pemerintah untuk mengatur hal tersebut melalui Perppu.

"Pemerintah melakukan pengawasan terhadap ormas yang nyata bertentangan dengan Pancasila, dan hal itu diputuskan berdasarkan pertimbangan penuh. Jadi, ketika terjadi pencabutan ormas, hal ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap Pancasila," kata Tjahjo. (Ant/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru