Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Peranan Pengawasan Dalam Reformasi Birokrasi, Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih

* Oleh Dr Maju Siregar MM
- Senin, 25 September 2017 16:46 WIB
1.662 view
Peranan Pengawasan Dalam Reformasi Birokrasi, Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih
Birokrasi memang diharapkan berperan besar dalam pelaksanaan seluruh rencana negara yang telah diputuskan dalam kebijakan publik. Namun dalam praktek pemerintahan, peran birokrasi seringkali diragukan untuk dapat menghidupkan dan mendinamisasikan proses demokratisasi.

Adanya perubahan paradigma yang berpusat pada rakyat dan sejalan dengan perubahan paradigma dari UU No. 5 tahun 1974 yang menggunakan "The structural efficiency model", menuju UU No. 22 Tahun 1999 dan selanjutnya diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan  "The local democracy model". Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Semangat otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya memandirikan Pemerintah Daerah dalam menjalankan dan menyelenggarakan tugas pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di daerah. Untuk itu Pemerintah Daerah haruslah selalu tanggap dalam merespon serta menyikapi kebutuhan dan keinginan masyarakatnya. Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan lebih murah.

Perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, sejalan dengan tingkat kehidupan yang semakin baik, telah meningkatkan kesadarannya akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin kritis dan berani untuk mengajukan keinginan, tuntutan dan aspirasinya, serta melakukan kontrol atas kinerja pemerintah. Masyarakat  semakin berani menuntut birokrasi publik untuk mengubah posisi dan perannya (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Kebiasaan suka mengatur dan memerintah mesti diubah menjadi suka melayani. Dari yang lebih suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong, semuanya menuju ke fleksibelitas, kolaboratis, dialogis dan menjadikan cara-cara kerja yang realistik pragmatis.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, aparat birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, efesien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif, adaptif dan sekaligus  dapat membangun "kualitas manusia" dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri.

Untuk mencapai kondisi pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang diharapkan dapat mengubah mind set atau perubahan perilaku semua komponen bangsa melalui pembinaan dan evaluasi yang berkesinambungan terhadap kinerja seluruh aparatur pemerintahan. Sejalan dengan apa yang diupayakan pemerintah melalui Reformasi Birokrasi, seharusnya diikuti dengan respon positif semua pihak atas kondisi objektif lembaga atau organisasi birokrasi dalam strategi penataan kelembagaan.

Keberadaan pengawasan di lingkungan organisasi publik pada awalnya ditekankan pada rule based auditing. Orientasi audit ini ditekankan pada kejadian-kejadian masa lampau dengan perhatian utama pada terjadi tidaknya penyimpangan. Pada tahapan ini auditor berperan sebagai watchdog. Tahapan berikutnya pengawasan diperankan sebagai expert atau konsultan. Dalam peran sebagai konsultan, pengawasan mulai berorientasi pada identifikasi kelemahan-kelemahan operasional maupun manajerial yang pada akhirnya konsultan memberikan sejumlah usul perbaikan sebagaimana layaknya seorang expert atau konsultan. Pada tahapan terakhir pengawasan harus mampu memastikan bahwa usul-usul perbaikan yang diajukan dapat terlaksana atau dalam hal ini auditor harus mampu berperan sebagai katalisator atau quality assurer.

Pengawasan bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sarana untuk meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Di dalamnya termasuk unsur pencegahan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Kegiatan pengawasan tidak hanya dilakukan dalam tahap pelaksanaan, artinya aspek pengawasan telah masuk tatkala proyek-proyek pembangunan masih dalam tahap perencanaan. Pelaksanaan pengawasan belum berlangsung optimal karena: 1) Banyak dan tersebarnya objek pemeriksaan, 2) Keterbatasan aparat yang memiliki kemampuan SDM yang handal di bidang pengawasan dan 3) Belum berjalannya secara baik pengawasan melekat setiap tingkat pimpinan kepada bawahan.  Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian pengawasan yang berfokus pada penguatan pengawasan, terutama pada kewenangan dan upaya-upaya penguatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah dirumuskan dalam grand design reformasi birokrasi.

Kuantitas dan kualitas pengawasan sangat ditentukan oleh aparat yang melakukan pengawasan.  Jika kualitas aparat pengawas kurang baik maka audit yang dilakukan bisa tidak menyeluruh. Selain itu, adanya mutasi pegawai inspektorat (yang sudah mendapatkan pelatihan teknis pengawasan) ke SKPD lain sebagai akibat kebijakan kepegawaian daerah dan minimnya anggaran dari kebutuhan ideal menjadi penyebab terbatasnya obyek yang harus diaudit. Kondisi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah harus lebih maksimal dalam memberikan perhatian, baik dari sumberdaya personil, keuangan dan sarana.

Pengawasan yang optimal dapat dilakukan melalui penerapan SPIP (Sistem Pengendalian Inter Pemerntahan) yang optimal.  Penerapan SPIP yang optimal membutuhkan kemampuan yang handal dari setiap unit satuan kerjanya. Kemudian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan masih rendah, dan belum terdapat Standard Operating Procedures (SOP) yang baku dalam pelaksanaan pengawasan. Berdasarkan pendekatan manajemen deskriptif, fungsi pengawasan terhadap penggunaan sumber daya publik menjadi hal yang sangat strategis. Bila penyelenggaraan pemerintahan ingin berjalan efektif dan efisien, maka pengawasan harus mendapatkan perhatian yang cukup dari sisi sumber daya.

Untuk itu, perlu dilakukan pembentukan satgas SPIP, yang diharapkan dapat melakukan perbaikan pada area-area yang masih dianggap lemah. Peningkatan kualitas aparatur SPIP melalui pengiriman diklat SPIP ke BPKP (melalui alokasi anggaran masing-masing SKPD) menjadi faktor prioritas yang harus dilaksanakan.

Untuk menjaga integritas aparatur harus dilakukan penandatanganan pakta integritas antara pimpinan SKPD dengan BPK maupun BPKP. Penandatanganan pakta integritas ini diharapkan mampu menjadi penuntun aparatur dalam menjalankan tugas sesuai dengan tupoksi dan sumpah jabatan.

Auditor eksternal menyandang fungsi atestasi terhadap akuntabilitas pemerintah, artinya memberikan pendapat terhadap kelayakan suatu pertanggungjawaban pemerintah (attestation function). Sedangkan internal auditor berfungsi 'menilai kualitas' (quality assurance) yang membantu pemerintahan dalam penyelenggaraan menajemen pemerintahan untuk menjamin tercapainya efisiensi dan efektivitas serta memenuhi syarat penggunaan anggaran negara yang hemat dan cermat. Jadi fungsi keduanya tidak saling menggantikan tapi saling melengkapi. Fungsi pengawasan eksternal kepada pemerintahan dilakukan oleh Ombudsman. Fungsi Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik merupakan salah satu upaya perwujudan good governance melalui tiga unsur pokok yaitu akuntabilitas publik, kepastian hukum dan transparansi publik. Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Pengawasan pemerintahan agar dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dapat dilakukan melalui pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal pemerintah secara keseluruhan merupakan tanggung jawab kepala daerah, sedangkan pengawasan secara eksternal dapat dilakukan melalui Ombudsman.
Dalam pelaksanaan pengawasan pemerintahan yang baik masih ditemukan beberapa masalah di antaranya dokumen renstra yang belum menjadi sumber rujukan, kuantitas dan kualitas aparat pengawas (auditor) yang masih kurang, kebijakan kepegawaian yang kurang mendukung, minimnya  anggaran dari kebutuhan ideal, belum terdapatnya SOP dan belum terakomodirnya program penataan dan penyempurnaan pengawasan dalam anggaran.

Untuk itu, perlu komitmen yang kuat dan keteladanan pimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Selain itu perlu penambahan dana yang memadai bagi Inspektorat agar dapat meningkatkan kualitas aparatur tentang SPIP melalui diklat SPIP bagi APIP dan peningkatan kualitas aparatur tentang SPIP di setiap SKPD sehingga dapat membantu Inspektorat dan mencegah terjadinya tindak maladministrasi dan fraud (penyimpangan) dalam penyelenggaraan pemerintahan. (Penulis adalah Auditor Madya di Inspektorat Provinsi Sumatera Utara/h)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru