Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 12 Juli 2025

Minimnya Keterwakilan Perempuan Dalam Pilkada 2018

* Oleh : Ramen Antonov Purba
- Jumat, 02 Februari 2018 14:01 WIB
575 view
Minimnya Keterwakilan Perempuan Dalam Pilkada 2018
2018 merupakan tahun politik. 171 wilayah di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak. 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. 566 paslon akan bertarung. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, dari 566 Paslon, 521 calon kepala daerah berjenis kelamin laki-laki dan 49 perempuan. Untuk wakil kepala daerah, sebanyak 520 berjenis kelamin laki-laki, sedang perempuan berjumlah 50 orang. Jika diperhatikan jumlah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, keterwakilan perempuan masih jauh dari yang disyaratkan yakni 30 persen. Kita mempertanyakan mekanisme partai politik dalam mengusung pasangan calon. Ada banyak figur perempuan yang potensial dan dapat diusung. Muncul pertanyaan, apakah partai politik takut kalah ketika mengusung calon perempuan. Apakah karena calon perempuan tidak sanggup memberikan mahar sehingga tak layak untuk didukung. Kondisi ini dapat menjadi evaluasi bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap partai politik. Pilkada bukan berbicara tentang mahar, tetapi berbicara tentang kualitas dan kemampuan.

Sesama partai politik dapat saling belajar. Karena partai politik yang berani memasang calon perempuan. Bahkan untuk calon di tingkat provinsi terdapat calon perempuan yang akan head to head, seperti di Jawa Timur (Jatim) dan Kalimantan Barat (Kalbar). Ada dua calon gubernur, Khofifah Indar Parawansa sebagai cagub Jatim dan Karolin Margaret Natasa sebagai cagub Kalimantan Barat. Partai politik yang berani mencalonkan calon perempuan tentu telah melihat bagaimana kapabilitas calon tersebut. Karena elektabilitas seorang calon akan ditentukan oleh kiprah dan kemampuannya selama ini. Jadi seharusnya ada lebih banyak lagi perempuan yang diusung, tidak seperti sekarang. Terlebih sangat banyak figur perempuan di Indonesia yang memang memiliki kapabilitas untuk menjadi seorang pemimpin. Ini harus menjadi pembelajaran bagi partai politik dimasa yang akan datang. Keterwakilan perempuan harus tinggi. Sudah saatnya perempuan diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin.

Disarankan kepada partai politik untuk memperkuat pengkaderannya terhadap figur perempuan. Sudah terbukti ketika mayoritas tanggung jawab diberikan kepada laki-laki, banyak kontraversi terjadi, salah satunya korupsi. Bukan berarti pemimpin perempuan tidak korupsi. Tetapi mayoritas demikian. Tidak hanya dilevel pemimpin daerah, ditingkat wakil rakyat dalam hal ini anggota legislatif. Ada partai politik yang sudah memiliki pola pengkaderan dengan membuat sekolah dan balai pengkaderan. Tetapi satupun partai politik yang memiliki program pengkaderan khusus untuk perempuan. Sehingga yang diusung maupun dicalonkan tetap mayoritas kandidat laki-laki. Seperti provinsi Sumatera Utara, wakil gubernur incumbent seorang perempuan dan politisi partai Hanura. Partai Hanura malah mendukung calon lain. Padahal wakil gubernur Sumatera Utara kader partai. Sejatinya partai memajukan calon tersebut untuk bertarung terlebih sudah pernah menjadi pemimpin diperiode ini.

Kita berharap dimasa yang akan datang pendidikan politik kader semakin signifikan. Proses kaderisasi berjalan baik, sehingga pencalonan paslon tidak lagi asal ambil dan tarik menarik bahkan tawar menawar berlandaskan kepentingan. Perempuan jangan hanya dijadikan sebagai pemilih, tetapi juga dijadikan sebagai pilihan menjadi pemimpin. Dengan demikian, lumbung pemimpin semakin banyak pilihannya. Ketika partai politik ingin mencalonkan, tidak lagi kering calon karena banyak figur khususnya perempuan yang dapat menjadi pilihan. Kita yakin kemampuan perempuan tidak kalah dari laki-laki, jika dipersiapkan dengan cara dan strategi yang baik dan benar.

POLITIK UANG
Pilkada merupakan proses menghasilkan pimpinan. Pimpinan daerah harapan pastilah pimpinan yang memang mampu memimpin. Bukan menjadi pemimpin karena keuangan. Sumatera Utara sendiri beberapa periode belakangan memiliki kualitas pemimpin mengecewakan. Baru sesaat memimpin sudah dilengserkan karena korupsi. Kita tentu tidak ingin kualitas pemimpin demikian. Partai politik jelas dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun. Bawaslu dan aparat penegak hukum harus mengawal aturan tersebut. Jika memang benar ditemukan penyimpangan atau dilakukannya politik uang dalam proses pencalonan, maka calon yang diusung lebih baik digugurkan keikutsertaannya dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Kita berharap Bawaslu dan aparat penegak hukum segera membongkar kebusukan praktik mahar politik. Bahkan jika ada penyelenggara yang terlibat harus dinonaktifkan dan diberikan sanksi berat. Karena jika dibiarkan bisa saja menjadi batu sandungan kedepan. Bukan hal baru penyelenggara juga terlibat dalam permainan-permainan kotor partai politik.

Tak lama lagi masyarakat akan menghadapi godaan politik uang. Bukan hanya penyelenggara atau pihak tertentu saja yang menjadi sasaran. Bukan hal baru jelang pemilihan masyarakat didatangi oknum-oknum tertentu dan ditawari dengan nominal-nominal tertentu. Tetapi masyarakat harus berani tegas untuk menolak politik uang tersebut. Jika perlu seperti yang dikatakan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu. Terima uangnya jangan pilih orangnya. Masyarakat harus cerdas dan jangan terkecoh dengan rayuan gombal para tim sukses calon kepala daerah. Masyarakat harus memilih berdasarkan kemampuan dan kualitas si paslon. Pilihlah pemimpin yang sudah teruji dan jelas apa prestasi yang sudah dibuatnya. Jangan gara-gara diberi uang atau bahan pokok, kita menjadi buta dan mau saja diarahkan dalam menentukan pilihan.

Hati-hati memberikan pilihan karena masa depan daerah kita ada ditangan kita sendiri. Banyak yang dapat dilihat pemimpin berbicara lain sebelum pemilihan dan setelah pemilihan. Sebelum pemilihan paslon berkata akan melakukan ini dan akan memberikan itu. Setelah terpilih mereka mengatakan tidak ada berbicara demikian dan apa yang dikatakan bukan demikian maksudnya. Oleh sebab itu, marilah menjadi pemilih cerdas dan menjadi pemilih yang tegas menolak politik uang. Jangan jual hak suara kita dengan kesenangan sesaat. Ada yang lebih penting dan berharga dari kenikmatan sesaat tersebut. Pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan hal terpenting. Mari songsong Pilkada 2018 tanpa politik uang. Kita juga berharap kedepan akan bermunculan figur-figur perempuan yang tangguh dalam memimpin.[Penulis Tenaga Pengajar di Politeknik Unggul LP3M Medan. Pemerhati Masalah Sosial, Politik, dan Kemasyarakatan]. (l)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru