Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 06 Juli 2025

Mengikis Habis Benih-benih Radikalisme di Kampus

* Oleh Ramen Antonov Purba
- Jumat, 08 Juni 2018 16:54 WIB
759 view
Mengikis Habis Benih-benih Radikalisme di Kampus
Kampus merupakan tempat menimba ilmu pengetahuan. Kampus tempat mengembangkan diri, agar unggul dan berprestasi. Banyak lulusan kampus menjadi orang berhasil, duduk di posisi baik di negeri ini. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo merupakan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM). Mengindikasikan jika dulunya kampus memang pencetak generasi unggul. Kampus sekarang juga pencetak generasi unggul, namun ada perbedaan situasi kampus pada jaman dulu. Dulu sangat ditekankan pembangunan karakter, integritas, budi pekerti, moralitas, dan nilai-nilai luhur. Rasa cinta tanah air juga ditekankan. Sekarang sudah lebih dikembangkan lagi, tetapi makna utamanya malah hilang. Mahasiswa mengganggap hanya angin lalu. Bukan hal yang penting untuk dipatronkan didalam diri mereka.

Mata kuliah yang berhubungan dengan pembangunan karakter, integritas, budi pekerti, moralitas, dan nilai-nilai luhur jika diperiksa dari kurikulum kampus bisa jadi hanya sekian SKS. Terbanyak mata kuliah yang berhubungan dengan kecanggihan teknologi, penanganan ekonomi, sampai ke mencari hal baru sebagai inovasi pengetahuan. Tidak salah, tetapi disinilah permasalahannya. Pembelajaran terkait karakter, moral, dan kecintaan akan tanah air dan bangsa tidak seimbang dengan pembelajaran teknologi dan modernisasi. Jadi mahasiswa hanya pintar pengetahuan, tetapi karakter dan moralnya, begitupun rasa kecintaannya akan tanah air dan bangsanya tidak ada. Hal ini merupakan salah satu fakta lolosnya Radikalisme memasuki kampus. Penangkapan tiga terduga teroris di kampus Universitas Riau (Unri) menjadi bukti yang akurat. Padahal mahasiswa tersebut pasti pintar karena untuk masuk ke Universitas Riau adalah melalui seleksi yang ketat.

Maka pengelola perguruan tinggi harus lebih waspada. Kampus harus dibentengi dari nilai-nilai yang merusak kehidupan akademik. Jika memang perlu perubahan kurikulum dengan penambahan beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan pembangunan karakter, integritas, budi pekerti, moralitas, dan nilai-nilai luhur, segeralah dilakukan. Pengelola perguruan tinggi baiknya berkoordinasi dengan kepolisian, TNI, ataupun BNPT terkait  upaya yang dapat dilakukan agar perguruan tinggi tidak disusupi  oleh paham radikalisme. Kepedulian semua pihak sangat diharapkan. Jika ada hal dilakukan mahasiswa yang tidak wajar, segera dilaporkan. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jangan sampai timbul korban jiwa karena ketidakpedulian kita. Kita  mengapresiasi kinerja kepolisian yang berhasil mengungkap jaringan terorisme yang sudah masuk ke  kampus.

Mengembalikan Daya Kritis
Kembali ke perbedaan mahasiswa dulu dengan sekarang, dimana mahasiswa dulu memiliki daya kritis yang tajam. Berbeda dengan mahasiswa sekarang yang kritis namun abu-abu. Bahkan ada istilah pasukan nasi bungkus. Kritis ketika disuguhi nasi bungkus, bungkam ketika tak ada tawaran nasi bungkus.  Paradigma ini haruslah diubah. Kalangan kampus khususnya mahasiswa harus mengembalikan daya kritisnya seperti dulu. Memang militan dalam menyikapi kondisi yang tidak sesuai dan tidak berpihak kepada rakyat. Mengkritisinya dengan melakukan aksi yang baik. Bukan melakukan aksi terorisme dengan bom bunuh diri. Mahasiswa merupakan generasi emas bangsa yang dititipkan untuk menimba ilmu di kampus-kampus yang ada di Indonesia. Sesuai dengan pilihan masing-masing. Mahasiswa harus menyadari jika dirinya memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan. Tentu dengan  cara  elegan, bukan sebaliknya terinfeksi virus radikalisme yang  melegalkan cara kekerasan untuk mengkritisi hal yang tak tepat. 

Sebagai generasi emas bangsa dan juga  agen perubahan, mahasiswa sejatinya tak mudah  disusupi paham radikalisme. Mahasiswa harus membentengi diri dengan pengetahuan. Bukan belajar dari media sosial. Media sosial hanya membuat daya kritis menjadi tumpul. Media sosial hanya media yang secara bebas dipergunakan oleh siapa saja yang bisa jadi tidak jelas. Ada yang  sengaja menginformasikan  berita untuk memantik emosi. Padahal berita yang diberikan sudah diubah sehingga tak jelas kebenarannya. Pemupukan virus radikalisme dilakukan melalui media sosial. Mahasiswa harus memahami jika di media sosial yang berlaku ialah konfirmasi dan legitimasi, bukan konversasi dan diskusi. Kita tidak akan bisa menanyakan kebenaran sebuah berita, jika si penyebar berita juga tidak jelas identitasnya. Idealnya mahasiswa kembali menggali pengetahuan melalui  media yang jelas, sehingga daya kritisnya juga dapat dipertanggungjawabkan dan berguna bagi banyak orang. 

Kekompakan Untuk Maju
Kekompakan identik dengan persatuan. Ibarat sapu lidi, jika hanya sebatang ketika dipukulkan maka efeknya kurang terasa. Jika satu ikatan dipukulkan, tentu akan menimbulkan efek yang luar biasa. Demikian juga ketika menghadapi aksi teror dan paham radikalisme. Kita semua harus bersatu agar pelaku aksi teror juga gentar sebelum melakukan aksi terornya. Persatuan yang kokoh juga dapat mempersempit gerak dari para pelaku teror. Mahasiswa juga menjadi bagian dari persatuan tersebut. Mahasiswa harus sadar jika pemikiran radikal hanya menghabiskan energi di tengah dunia yang bergerak cepat dengan model pembangunan berbasis inovasi. Segeralah berubah bagi yang telah terkontaminasi paham radikalisme. Bagi mahasiswa yang lain, bentengilah diri anda dari paham-paham yang menyesatkan. Ingat masa depan anda masih panjang. Manfaatkan masa muda untuk meraih ilmu pengetahuan untuk masa depan yang baik.

Dengan sinergi seluruh elemen bangsa, kita harapkan aksi teror tidak terjadi lagi di negeri ini. Benih-benih yang segera berkembang juga harus ditindak secepatnya agar jangan sampai tumbuh. Rasa cinta tanah air dan bangsa harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Harus diingat bagaimana para pejuang yang rela berkorban demi kemerdekaan bangsa dan negara ini. Jangan sia-siakan perjuangan mereka dengan menjadi musuh dan memusuhi bangsa dan negara sendiri. Indonesia akan lebih baik jika persatuan seluruh elemen bangsa kokoh dan kuat. Untuk Indonesia yang lebih baik dan bebas terorisme. Untuk mahasiswa Indonesia yang hebat dan giat berinovasi. (Penulis Pemerhati Masalah Sosial, Politik, dan Kemasyarakatan. Pengajar di Politeknik Unggul LP3M Medan/h)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru