Pada tanggal 6 Mei 2018, sejumlah baliho bergambar peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur dipasang oleh petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) di sejumlah titik di Kota Surabaya.
Salah satunya di Jalan Jemursari, petugas menggunakan peralatan seadanya memasang baliho bergambar pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elistianto Dardak dan pasangan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Guntur Soekarno. Pertama mereka menurunkan dua baliho dari kendaraan bak terbuka, kemudian memasang di trotoar jalan yang memang sudah menjadi tempat alat peraga kampanye.
Selain baliho, petugas juga memasang spanduk serta alat peraga lainnya sebagai wujud sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan Pilgub Jatim 2018.
APK yang terdiri atas baliho, umbul-umbul dan spanduk yang dipasang di titik-titik yang telah ditentukan ini sesuai dengan Surat Keputusan KPU No. 18 /PL.03.3-Kpt/35/Prov/II/2018 tentang Titik Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pilakda Jatim 2018.
Di Jatim, pelaksanaan hari-H pencoblosan pada tanggal 27 Juni 2018 untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim periode 2019 s.d. 2024 yang diikuti dua pasangan calon, yakni pasangan Khofifah Indar Parawansa/Emil Dardak dengan nomor urut 1 dan Gus Ipul/Puti Guntur Soekarno nomor urut 2.
Pasangan nomor 1 merupakan calon dari koalisi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan NasDem, sedangkan pasangan nomor 2 adalah calon dari gabungan PKB, PDI Perjuangan, PKS dan Gerindra.
Berdasarkan catatan KPU Provinsi Jatim, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Jatim 2018 mencapai 30.155.719 pemilih yang terdiri atas pemilih perempuannya sebanyak 15.315.352 orang dan pemilih laki-laki mencapai 14.540.367 orang.
Jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang digunakan sebanyak 67.650 TPS di 38 kabupaten/kota se-Jatim. Adapun target partisipasi politik mencapai 77,5 persen atau lebih besar dari jumlah pemilih pada pilkada tahun 2015 sebanyak 64,01 persen.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan kesiapan Pilkada Jatim, termasuk 18 pilkada kabupaten/kota yang digelar serentak di Jatim, sekaligus telah berkomitmen melaksanakan dan menyukseskannya dengan aman dan damai.
"Amannya Jatim sangat berimbas pada pembangunan dan perdagangan yang tidak hanya di Jatim, tetapi juga daerah lain di Indonesia. Pilkada serentak aman juga mendukung stabilitas nasional. Jadi, apa pun partai calon kepala daerah, hanya untuk Jatim yang damai," ujarnya.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu juga menyampaikan bahwa pihaknya bersama Forkopimda Jatim dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jatim dengan sungguh-sungguh memerangi hoaks atau berita bohong.
Sama seperti Gubernur, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan bahwa komitmennya untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan pilkada, mulai pra, hari-H, hingga pasca.
"Polda sudah siap membantu penyelenggaraan pilkada di Jatim agar berjalan sukses dan lancar, termasuk daerah terpencil pun, seperti Pulau Sepeken sampai Pulau Malasembu, Sumenep sudah siap," ucapnya.
Sampai saat ini, kata dia, di Jatim relatif aman, termasuk dalam pelaksanaan debat pertama dan kedua yang berjalan baik serta terkendali.
Jenderal Polri bintang dua itu juga meminta khusus kepada Kapolres dan Kapolresta untuk merangkul semua pihak guna terciptanya keamanan selama pilkada, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Begitu pula yang disampaikan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Arief Rahman yang mengaku siap membantu Polri untuk mengamankan jalannya proses pesta demokrasi di Jatim.
Jenderal TNI bintang dua itu juga telah menginstruksikan kepada para prajurit di lapangan, mulai dari tingkat komandan kodim, koramil, korem, hingga staf intelijen untuk mengawasi kegiatan di masing-masing wilayah. "Kalau ada indikasi laporan yang mengarah pada perpecahan, akan ditindaklanjuti. Saya menegaskan dalam rangka pilkada serentak, segenap anggota wajib netral. Bagi masyarakat jika mengetahui ada anggota TNI yang tidak netral, segera laporkan dan pasti ditindaklanjuti," katanya.
Selain Pilgub Jatim, di provinsi ini digelar di 18 pilkada tingkat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Tulungagung.
Berikutnya, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan ditambah lima kota yakni Kota Probolinggo, Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun dan Kota Mojokerto.
TANGKAL POLITIK UANG
Kedua pasangan calon, Gus Ipul/Puti dan Khofifah/Emil sama-sama telah berkomitmen dan menyatakan tidak melakukan politik uang serta melakukan politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) pada Pilgub Jatim 2018.
Cagub Jatim Khofifah Indar Parawansa mengingatkan supaya pihak tidak menggunakan politik uang, termasuk isu SARA, karena bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Pendampingnya, Emil Dardak meminta warga Jatim agar tidak pernah menggadaikan hati nuraninya dengan memilih uang saat menentukan pilihannya karena sama dengan menggadaikan serta meremehkan perjuangan para pejuang bangsa.
Cagub Jatim Gus Ipul menyampaikan politik uang dalam pilkada jelas tidak diperkenankan dan tidak akan mengampuni keberadaan politik uang karena tidak mendidik dan bertentangan dengan ketentuan.
Begitu pula yang disampaikan pasangannya, Cawagub Puti Guntur yang menyatakan anti terhadap politik uang dan politisasi SARA dan menilai untuk bisa menjadikan Jatim lebih maju maka isu-isu tersebut harus dihilangkan.
Di mata pengamat politik asal lembaga survei Indo Barometer M. Qodari, praktik politik uang dalam Pilgub Jatim sulit dilakukan karena wilayahnya yang luas meski tidak menampik hal tersebut tetap mungkin dilakukan.
Menurut dia, pada dasarnya politik uang dapat terjadi di mana saja. Akan tetapi, terdapat persoalan yang menentukan seperti luas wilayah yang memengaruhi praktik tersebut.
"Wilayah kecil jalur distribusi mudah. Pemilih besar dan wilayah luas menjadikan 'serangan fajar' menjadi rumit. Harus mendistribusikan berapa banyak uang untuk memengruhi pemilih," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer tersebut.
Hal senada disampaikan Menteri Dalam Negeri RI Tjahjo Kumolo saat melakukan kunjungan kerjanya di Surabaya yang disebutnya bahwa praktik menggunakan politik uang sama dengan merendahkan martabat rakyat.
Ia menekankan bahwa sekarang telah terjadi degradasi semangat nasionalisme, antara lain, dengan maraknya isu terkait dengan SARA, menurunnya solidaritas dan gotong royong mencerminkan perilaku kehidupan yang telah jauh dari semangat nasionalisme.
"Jangan mudah terpengaruh dan semua pihak bergerak menyuarakan pilkada damai, menjaga persatuan dan kesatuan, serta tidak mudah terprovokasi oleh berbagai isu SARA," katanya.
PERAN PEMERINTAH
Di sisi lain, peran pemerintah dalam kesuksesan pilkada sangat besar sehingga terwujudnya pesta demokrasi yang berkualitas. Mendagri menegaskan bahwa suksesnya pilkada serentak pada tahun 2018 dan Pemilu 2019 harus didukung seluruh pemangku kepentingan serta diperlukannya persamaan dan pemahaman persepsi.
Pemerintah juga memberikan bantuan dan fasilitas, yaitu penugasan personel pada sekretariat PPK, panwaslu kecamatan dan PPS, penyediaan sarana ruangan sekretariat PPK, panwaslu kecamatan dan PPS, pelaksanaan sosialisasi, pelaksanaan pendidikan politik, kelancaran transportasi pengiriman logistik, pemantauan kelancaran penyelenggaraan pilkada dan pemilu serta kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pilkada dan pemilu.
Selain itu, kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pilkada dan pemilu, yaitu penyediaan data kependudukan, fasilitas kampanye, distribusi dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, serta memberikan perlindungan hukum dan keamanan pada pemantau pemilu.
Mendagri juga memaparkan bahwa terwujudnya pilkada yang berintegritas maka harus dilakukan berbagai hal, seperti menjaga sportivitas, kepercayaan kepada para calon pemimpin serta pemimpin yang berkualitas, amanah, antikorupsi, mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memajukan daerah.
Pasangan calon harus bersikap "fair play" dan tidak melakukan politik uang serta menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, kata Mendagri. (Ant/q)