Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 07 Juli 2025

Gereja dan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

* Oleh Pdt Ro Sininta Hutabarat MTh (Sekretaris Jenderal GKPI
Redaksi - Selasa, 08 Desember 2020 14:25 WIB
879 view
Gereja dan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Foto : Dok /Pdt Ro Sininta Hutabarat MTh
Pdt Ro Sininta Hutabarat MTh 
Pilkada juga merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kabupaten /kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Wali Kota berasaskan; langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pilkada diadakan untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pilkada, pemerintahan yang aspiratif dapat memperoleh kepercayaan rakyat untuk memimpin kembali. Atau sebaliknya, apabila rakyat tidak percaya maka pemerintahan akan berakhir dan diganti. Pilkada juga sebagai sarana pemimpin politik dalam memperoleh legitimasi. Pada dasarnya, pemberian suara adalah mandat yang diberikan rakyat kepada pemimpin yang dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin yang terpilih akan mendapatkan legitimasi (keabsahan) dari rakyat.

Pesta demokrasi ini akan berlangsung di 270 daerah pada 9 Desember 2020. Berbeda dari sebelumnya, Pilkada serentak 2020 diselenggarakan di tengah pandemi virus corona.

Pilkada di tengah pandemi virus corona bukan tugas yang mudah, karena harus mengawasi tahapan yang juga sekaligus harus menerapkan protokol kesehatan. Ini adalah sesuatu pekerjaan yang sulit dan penuh risiko, sekaligus tantangan bagi penyelenggara dalam mengawal tahapan di tengah pandemi corona.

Gereja dan PILKADA
Sikap etis politis orang Kristen dalam konteks Indonesia harus berfungsi secara kritis sebagai bagian dari melaksanakan amanat "suara kenabian". Bahkan kewajiban untuk tunduk kepada pemerintah adalah dengan catatan, yakni "bila tidak bertentangan dengan iman" Pada dimensi ini, gereja harus hadir bukan sebagai subjek dalam politik praktis melainkan sebagai yang mendampingi warganya (umat). Melalui kehadiran gereja (orang) akan sangat menentukan perkembangan serta kesejahteraan suatu bangsa.

Kehadiran gereja sebagai salah satu cara menyampaikan kebenaran kepada para penguasa/pemerintah dalam menjalankan tugasnya dengan benar. Karena negara merupakan suatu bidang kehidupan dimana Gereja dapat memperjuangkan terwujudnya tanda-tanda kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus seperti keadilan, kebenaran, damai sejahtera dan sebagainya.

Memahami tentang Ajaran Dua Kerajaan (ADK) oleh Martin Luther yang menerangkan kepada kita untuk merealisasikan tanggung-jawabnya seperti yang dimaksudkan dalam hal ini (Gereja dan Negara) bahwa kita memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara kerajaan Allah ( 1 Yoh. 3:16) dan lalu kita diutus ke dunia sehingga kita menjadi warga negara Indonesia. Oleh karena itu, kita disuruh Allah untuk berdoa demi kebaikan Indonesia (1 Tim. 2:1-2, Yes. 2:27).Sebagai orang Kristen kita harus menjadi garam dan terang di tengah - tengah masyarakat dan negara kita. Dengan sikap dan ketaatan kita kepada pemerintah sebagai warga negara yang baik merupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan.Ketaatan kita kepada pemerintah adalah dalam rangka ketaatan kita kepada Allah (Kis. 5:29).

Sebagai orang beriman percaya bahwa pemerintah suatu negara dipakai Allah sebagai wakil-Nya di dunia untuk menata kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan oleh penulis surat Roma 13:1-7. Oleh sebab itu dikatakan bahwa kepedulian terhadap kehidupan bersama negarawi merupakan tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan oleh orang Kristen/gereja. Alkitab memperlihatkan bahwa Tuhan sangat prihatin dengan keadaan yang mengenaskan di sekitarnya (Markus 6:33, 34). Maka diperlukan peran etika dan moral kristen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini kita memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara kerajaan Allah ( 1 Yoh. 3:16) dan lalu kita diutus ke dunia Indonesia sehingga kita menjadi warga negara Indonesia. Oleh karena itu, kita disuruh Allah untuk berdoa demi kebaikan Indonesia (1 Tim. 2:1-2, Yes. 2:27).

Sebagai orang Kristen kita harus menjadi garam dan terang di tengah - tengah masyarakat dan negara kita. Dengan sikap dan ketaatan kita kepada pemerintah sebagai warga negara yang baik merupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan. Ketaatan kita kepada pemerintah adalah dalam rangka ketaatan kita kepada Allah (Kis. 5:29).

Harapan kita kiranya motivasi dalam pelakasanaan PILKADA serentak ini tidak sekedar menjadi peralihan kekuasaan saja.

Diharapkan melalui Pilkada ini akan semakin memberi perubahan menuju hari esok yang lebih baik bagi seluruh ciptaan. Terlebih kalkulasi terhadap proses dalam upaya mengurangi risiko penularan dan penyebaran Covid-19. Pesannya adalah jangan sampai negara kita ini terjebak dengan tuntutan rutinitas prosedur lantas mengenyampingkan atau mengorbankan kualitas demokrasi (keselamatan- kemanusiaan-kesejahteraan) masyarakat luas (Nasional- Provinsi-Kabupaten-Kecamatan-Desa) di tengah situasi krusial saat ini.

Berdasarkan hal ini jugalah Gereja tidak bisa manarik diri atau diam terhadap proses politik "The church has to be prophetic, speaking for God. The church has to herald the ethical values that enrich a nation. The church has to be bold and forthright, constructive and innovative. The church has to be salt and light in what is so often a corrupt environment, to bring light and health".

Dengan dilaksanakannya Pilkada serentak ini juga kiranya didasarkan pada cita dan harapan yang telah disebutkan sebelumnya yakni kita harus selalu mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, kepentingan golongan atau kepentingan partai. Dalam prinsip itu langsung terimplikasi, tidak boleh ikut korupsi (waktu, uang, tenaga) demi kesejahteraan masyarakat (keselamatan-kemanusiaan dalam tanggap terhadap situasi yang krusial seperti saat ini) dan tidak memakai kesempatan yang ada untuk memperkaya diri.

Akhir kata pemerintah harus benar-benar melakukan kalkulasi secara matang dampak penyelenggaraan Pilkada serentak di tengah Pandemik virus yang hingga kini masih menghantui Indonesia. Pertimbangan utama adalah keselamatan penyelenggara sekaligus keselamatan publik. Kualitas dari Pilkada itu sendiri juga harus menjadi faktor yang tidak boleh dikesampingkan. (d)

Sumber
: Hariansib Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru