Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 18 Agustus 2025

Mutual legal assistance in criminal matter Harapan atas Mandeknya RUU Perampasan Asset

Redaksi - Rabu, 18 Januari 2023 11:34 WIB
595 view
Mutual legal assistance in criminal matter Harapan atas Mandeknya RUU Perampasan Asset

Oleh:

Ibnu Kholik

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Baca Juga:

E-Mail: ibnukholik@students.usu.ac.id

Baca Juga:

Mutual Legal Asistance atau MLA adalah suatu perjanjian yang bertumpu pada permintaan bantuan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan didepan sidang pengadilan dan lain-lain dari Negara Diminta dengan Negara Peminta.

Upaya pengembalian aset negara yang dicuri (stolenassetrecovery) melalui tindak pidana korupsi cenderung tidak mudah untuk dilakukan. Para pelaku tindak pidana korupsi memiliki akses yang luar biasa luas dan sulit dijangkau dalam menyembunyikan maupun melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsinya. Permasalahan menjadi semakin sulit untuk upaya recoverydikarenakan tempat penyembunyian (safe haven) hasil kejahatan tersebut dapat melampaui lintas batas wilayah negara dimana tindak pidana korupsi itu sendiri dilakukan.Bagi negara-negara berkembang, untuk menembus berbagai permasalahan pengembalian aset yang menyentuh ketentuan-ketentuan hukum negara-negara besar akan terasa amat sulit, apalagi negara-negara berkembang tersebut tidak memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan negara tempat aset curian disimpan. Belum lagi kemampuan teknologi negara berkembang yang sangat terbatas.

Politik hukum pemberantasan korupsi harus pula berorientasi kepada pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat disamping upaya represif dan preventif. Karena Asset atau harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi adalah aset negara yang semestinya dipergunakan untuk pembangunan nasional serta kemakmuran bangsa Indonesia. Sehingga harus dikembalikan dan upaya pengembaliannya diperlukan hukum yang tegas yang mengatur pengembalian aset tindak pidana korupsi dari pelaku,yang dialihkan ke Negara lain. Asa untuk menggapai pengembalian asset itu, mulanya Nampak terang ketika November 2010 RUU Perampasan asset rampung di bahas antar kementrian, hingga berproses pada RUU Perampasan asset masuk sebagai RUU Prolegnas jangka menengah pada tahun 2015, namun setelah itu ceritanya seperti hilang sampai sekarang.Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (mutual legal assistance in criminal matter), menjadi solusi yang ada dapatkah menjadi harapan untuk mengejar dan merampas kembali hasil kejahatan koruptor yang dilarikan keluar negeri

Tujuan utama para pelaku tindak pidana dengan motif ekonomi Termasuk Tindak Pidana korupsi adalah untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Secara logika, harta kekayaan bagi pelaku Trindak pidana korupsi merupakan darah yang menghidupi tindak pidana, sehingga cara yang paling efektif untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan terhadap tindak pidana dengan motif ekonomi adalah dengan membunuh kehidupan dari kejahatan dengan cara merampas hasil dan intrumen tindak pidana tersebut. Argumen ini tentunya tidak mengecilkan arti dari hukuman pidana badan terhadap para pelaku tindak pidana. Namun, harus diakui bahwa sekedar menjatuhkan pidana badan terbukti tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana.

Mengingat korupsi merupakan kejahatan transnasional dan kemudahan pelakutindak pidana korupsi untuk menyembunyikan dan melarikan harta tindak pidana korupsi keluar negeri, kerjasama internasional dalam pelaksanaan program pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi merupakan suatu kebutuhan yang mendasar. Untuk dapat mengakses aset negara yang dilarikan keluar negeri diperlukan adanya yurisdiksi ekstra teritorial oleh pengadilan untuk memperoleh aset tersebut. Salah satu bentuk kerjasama internasional dalammemberantas tindak pidana adalah Bantuan Timbal Bali dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance/MLA), yang kemudian telah di undangkan menjadi Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (mutual legal assistance in criminal matter) yang ruang lingkup kerjasamanya meliputi tahap penyelidikan,penyidikan,pemeriksaan di muka persidangan hingga pelaksanaan putusan pengadilan. Hal ini sudah bareng tentu berbeda dengan perjanjian ekstradisi yang lebih fokus kepada upaya menangkap seorang tersangka atau terdakwa yang berada pada yuridiksi negara lain.Undang-undang tentang bantuan timbal balik ini,dianggap sebagai komplementer dari undang-undang ekstradisi dalam menghadapi kejahatan transnasional.Hal ini dikarenakan permintaan penyerahan pelaku kejahatan (ekstradisi) tidak serta merta merupakan permintaan pengembalian aset hasil kejahatan yang dibawa pelaku kejahatan yang bersangkutan Kedua bentuk perjanjian tersebut harus saling melengkapi dan bukan dilihat secara terpisah. Peraturan MLA ini dibuat dengan tujuan untu kmemberikan dasar hukum bagi Pemerintah RI dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing.

Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki beberapa perjanjian kerjasama MLA Bilateral dengan beberapa negara diantaranya Australia (diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 1999),yang telah berhasil mengembalikan sebagian aset Hendra Rahardja di Australia sebesar Rp3,89 milyar Rupiah, China (diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun 2006), dan juga Korea Selatan, Hong Kong, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, Iran, Swiss, dan Rusia.Sementara itu, MLA Multilateral terangkum pada MLA regional Asia Tenggara yang sudah ditandatangani hampir semua negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.MLA yang diwujudkan melalui UU No. 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana). Terakhir telah disahkan UU No. 5 Tahun 2020 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss dimana Undang Undang ini disahkan tanggal 5 Agustus 2020 yang lalu.

Dengan telah ditandatanganinya beberapa UU MLA tersebut harapannya aset hasil kejahatan yang ada di luar negeri bisa ditarik pulang ke Indonesia. Lebih lebih sebelumnya Presiden Jokowi pernah menyatakan adanya dana tak kurang dari 11 ribu triliun yangbisa dikembalikan ke Indonesia.(*)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru