Jumat, 25 April 2025

Sempat ‘Hilang' di Peta, Kini Pulau Curiak di Kalsel Kian Mendunia

Redaksi - Minggu, 28 Februari 2021 11:58 WIB
423 view
Sempat ‘Hilang' di Peta, Kini Pulau Curiak di Kalsel Kian Mendunia
(ANTARA FOTO/Fadlansyah)
Seekor anak Bekantan (Nasalis larvatus) duduk di salah satu pohon di kawasan hutan bakau Kalimantan. 
Pulau Curiak adalah salah satu pulau kecil berada di kawasan delta Sungai Barito yang terletak di Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Jarak tempuh pulau ini dari kota Banjarmasin, ibukota Kalsel kurang lebih 18 kilometer, tepatnya di sekitar Jembatan Barito.
Pulau Curiak awalnya hanya sebuah pulau kecil yang tidak terurus dan bahkan tak ada di peta, karena luasnya hanya sekitar 2,7 hektare saja.

Kini luasan pulau menjadi 3,9 hektare setelah diadakan penanaman pohon rambai. Namun sejak kawasan pulau ini dijadikan Stasiun Riset Bekantan oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) pada Juni 2018, sekarang pulau ini mendunia namanya di mata wisatawan minat khusus.

Founder SBI Amalia Rezeki mengatakan di sekitar kawasan Pulau Curiak dibangun pusat penelitian yang diberi nama Camp Research Tim Roberts.

Nama 'Tim Roberts' didedikasikan kepada Prof Tim Roberts yang merupakan guru besar di Universitas New Castle, Australia.
Dia adalah salah satu profesor yang turut membantu mendirikan Stasiun Riset Bekantan dan ekosistem lahan basah ini bersama Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr Sutarto Hadi.

"Di samping itu, Prof Tim Roberts adalah juga pembimbing penelitian desertasi program doktoral saya," sebut dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP ULM itu di Banjarmasin, Jumat (19/2).

Untuk mencapai Pulau Curiak dapat ditempuh dengan dua cara. Yang pertama, bisa lewat darat melalui jalan trans Kalimantan menuju Jembatan Barito, dengan jarak tempuh sekitar 30 menit.

Kemudian diteruskan dengan menggunakan perahu motor - atau dalam bahasa Banjar masyarakat menyebutnya "kelotok", selama 10 menit hingga sampai di Camp Research Tim Roberts.

Yang kedua, lewat susur sungai dari kawasan Siring Taman Maskot Bekantan di Banjarmasin jarak tempuh dengan kelotok sekitar satu jam.

Hanya saja melalui jalur susur sungai ini, wisatawan bisa menikmati pesona kearifan lokal masyarakat sungai dari Sungai Martapura, Sungai Andai, Sungai Alalak dan Sungai Barito.

Ongkos sewa kelotok antara Rp450 ribu sampai Rp600 ribu tergantung rute dan jumlah penumpang.

Surga aneka flora dan fauna
Keanekaragaman flora dan fauna kawasan Pulau Curiak memiliki daya tarik tersendiri, sehingga banyak mengundang wisatawan baik lokal maupun manca negara.

Karena itu, tak heran jika sering terlihat wisatawan mancanegara berkunjung ke pulau kecil ini dengan perahu kecil mengelilingi pulau sambil mengamati perilaku satwa bekantan dan satwa liar lainnya khas lahan basah.

Amalia Rezeki mengatakan wisatawan yang memiliki hobi mengamati burung, maka Pulau Curiak adalah surganya.
Jika musim migrasi burung, ratusan burung air akan terlihat bergerombol di sekitar pantai Pulau Curiak mulai jenis burung kuntul (Egretta garzetta), dara laut (Sternula albifrons) dan jenis burung air lainnya.

Di pulau ini pula bermukim burung elang brontok (Spizaetus cirrhatus), salah satu burung yang dilindungi dan merupakan top predator di kawasan tersebut.

Untuk mengamati burung dan satwa liar lainnya, bisa menggunakan jasa kelotok kecil milik Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan (KNPL) Anjir Muara.

Karena dengan kelotok kecil ini wisatawan bisa melakukan susur sungai kecil di sekitar pulau atau merangsek masuk dalam sela-sela pohon rambai untuk mendekati objek foto atau sekadar menikmati sensasi hutan mangrove rambai.

Nelayan ikan tawar
Di samping menyajikan pesona alamnya, kawasan Pulau Curiak yang bentang alamnya diliputi hutan mangrove rambai adalah sebuah kawasan yang memiliki potensi perikanan air tawar.

Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan tradisional yang mengais rejeki dari berkah Sungai Barito.
Kehidupan para nelayan yang unik ini menyajikan pemandangan tersendiri. Mereka mencari ikan biasanya tengah malam dan kemudian paginya berkumpul di muara Anjir tepat di depan Pulau Curiak.

Kawasan Pulau Curiak juga dijadikan sebagai kawasan Mangrove Rambai Center. Terdapat tempat pembibitan pohon mangrove rambai, rumah mangrove dan arboretum mangrove.

"Ini merupakan pertama dan mungkin satu-satunya di dunia. Di tempat ini para mahasiswa dan peneliti bisa mempelajari tentang mangrove reparian yang vegetasinya didominasi pohon rambai (sonneratia caseolaris)," tutur Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki.
Bagi para pengunjung yang hobi berswafoto, terdapat beberapa spot foto seperti di Arboretum Mangrove, Gazebo Mangrove dan gerbang Camp Research Tim Roberts.

Bisa juga berdiri di hamparan hutan pohon rambai, hasil dari program restorasi mangrove rambai di kawasan Mangrove Rambai Center. Di sini juga terdapat menara pantau sederhana untuk monitoring kawasan.
Satu lagi pengalaman positif yang berkesan bagi wisatawan yaitu pengunjung bisa berdonasi tanaman rambai dan sekaligus melakukan penanaman pohon tersebut.

"Tentunya siap-siap berbasah-basahan dan bermain lumpur. Tapi jangan khawatir, karena kami menyiapkan peralatannya untuk terjun ke lumpur menanam pohon. Untuk setiap pohon rambai, pengunjung dikenakan donasi Rp50 ribu," jelas Amel.
Camat Anjir Muara Jaya Hidayatullah mengaku bangga wilayahnya terdapat destinasi wisata yang tidak saja dikenal secara nasional, akan tetapi juga internasional.

"Ke depan kami ingin berkolaborasi membangun desa wisata untuk melengkapi destinasi wisata yang berbasiskan kearifan lokal serta bentang alam dari hutan mangrove rambai yang tersisa," katanya. (CNNI/f)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru