Jakarta (SIB) -Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menegaskan pihaknya siap memberikan keterangan berdasarkan data dan fakta di persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Bawaslu, tidak akan memberikan keterangan hanya berdasarkan opini atau asumsi.
"Kami mempersiapkan diri memberikan keterangan di MK baik untuk pilpres, termasuk juga pileg maupun DPD. Kita berikan keterangan berdasarkan data, bukan opini," ujar Abhan di Jakarta, Rabu (29/5).
Abhan mengatakan, pihaknya akan memberikan keterangan sesuai fungsi dan kewenangan Bawaslu dalam proses tahapan Pemilu serentak 2019. Keterangan tersebut terkait data-data pengawasan, data penanganan pelanggaran dan sengketa serta upaya pencegahan Bawaslu agar pemilu berlangsung sesuai aturan berlaku. "Kemudian juga melihat dari dalil pemohon (gugatan Prabowo-Sandi), apa yang menjadi kewenangan kami, kami siapkan," tandas Abhan.
Posisi Bawaslu, kata Abhan, merupakan pihak yang memberikan keterangan sesuai undangan dari majelis hakim MK. Rencananya, Bawaslu akan memberikan keterangan tertulis sebelum digelar sidang pendahuluan pada 14 Juni 2019 mendatang. "Persoalan nanti menyampaikan secara verbal di sidang, tunggu panggilan dari MK. Pada prinsipnya, kami siap menyampaikan keterangan secara tertulis maupun secara verbal di sidang MK," ungkap Abhan.
Abhan mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kembali mengungkit sejumlah kasus dugaan pelanggaran pemilu yang sudah ditangani Bawaslu dalam gugatan ke MK. Bawaslu, kata Abhan menghormati hal tersebut dan menyerahkan penanganan dan penilaiannya kepada MK. "Kita harus menghargai (gugatan Prabowo-Sandi), nanti MK memeriksanya seperti apa, bukti-buktinya apa, kita lihat dari pemohon," kata Abhan.
Abhan menegaskan bahwa Bawaslu menangani dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu berdasarkan fungsi dan kewenangannya. Dalam hal ini, jelas ada perbedaan antara Bawaslu dan MK terkait obyek dan mekanisme sengketa pemilu. "Tentukan beda penanganan di Bawaslu dan MK. Di kami kan, persoalan pelanggaran administratif pemilu. Memang di dalam penanganan administratif pemilu, ada pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif)," tutur Abhan.
Menurut Abhan, pihaknya tidak bisa menindaklanjuti laporan Badan Pemenangan Nasional (BPN) soal dugaan pelanggaran administrasi yang bersifat TSM karena bukti-buktinya kurang untuk memastikan dugaan pelanggarannya bersifat TSM. Bawaslu, kata dia, sudah mendefinisikan pelanggaran TSM dalam peraturan Bawaslu yang bisa saja berbeda dengan padangan MK soal pelanggaran TSM ini. "Kami punya pandangan begitu. Terstruktur itu dilakukan oleh aparatur, penyelenggara bisa, pemerintah juga. Sistematisnya itu adalah secara terencana yang matang dan masif itu kami menentukan persebarannya (pelanggaran) itu minimal di 50 (persen) provinsi yang ada," pungkas Abhan. (SP/h)