Jakarta (SIB) -Mantan Ketua Pengadilan Negeri Medan, Marsudin Nainggolan, pernah mengatakan ke Hadi Setiawan, orang kepercayaan penyuap hakim PN Medan, Tamin Sukardi, agar berhati-hati. Saat itu, Marsudin dimintai tolong untuk membantu perkara pengusaha Tamin.
Marsudin mengaku bertemu dengan Hadi pada 25 Agustus 2018 sebelum putusan perkara Tamin. Mereka bertemu di Hotel JW Marriott Medan membahas perkara Tamin.
"Jadi dia cerita, cerita setengah ngomel. Dia bilang 'teman saya itu Pak, dia itu dituntut hukuman padahal dia itu hanya sebagai kuasa menerima hasil penjualan tanah'. Jadi gini, dia nggak meminta sesuatu spesifik tapi seperti ngomel, kecewa gitulah, terus saya bilang itu kewenangan majelis, gimana fakta menurut majelislah," ujar Marsudi saat bersaksi di persidangan Tamin dan Hadi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (17/1).
Setelah mendengar pernyataan Hadi, Marsudin meminta Hadi berhati-hati dan menjaga sikap. Marsudin mengaku mendengar informasi dirinya dalam pantauan KPK.
"Apakah Saudara beri pesan ke Hadi?" tanya jaksa.
"Saya bilang, 'Pak hati-hati Pak, ini dipantau KPK.' Dia bilang saya kan nggak ada transaksi apa-apa, lalu saya bilang baguslah, dia bilang hanya membantu teman bisnis," ujar Marsudin.
Ingin TAMIN Dibebaskan
Sementara itu, Wahyu Prasetyo Wibowo, eks Wakil Ketua PN Medan yang juga ketua majelis hakim perkara pengusaha Tamin Sukardi, mengatakan hakim ad hoc Merry Purba berpendapat agar Tamin divonis bebas. Pendapat ini diutarakan dalam musyawarah hakim menjelang pembacaan putusan.
"Ibu Merry mengatakan segala pertimbangan beliau. Dia katakan bahwa ada putusan perdata, maka terdakwa harus bebas. Kemudian kami berikan Pak Sontan (hakim anggota), Sontan bilang ini terbukti dengan segala pertimbangan beliau. Terus saya juga bilang kalau gini ini terbukti," ujar Wahyu saat menjadi saksi dalam persidangan yang sama.
"Lalu saya bilang Bu Merry gimana? Saya ingatkan, Bu, ini perkara pidana, bukan perdata, kenapa orang yang nggak ada di struktur diberi kuasa, faktanya posisi dominan pemegang saham anak-anak terdakwa. Beliau katakan beliau tetap dengan pendirian," sambungnya.
Wahyu mengaku menaruh rasa curiga terhadap putusan Merry yang mendesak agar Tamin bebas. Namun dia meminta Merry membuat pertimbangan alasan menyatakan bebas.
"Saya bilang oke, tapi Ibu buat dissenting opinion, dan ibu harus bertanggung jawab dengan putusan. Persoalan berapa hukumannya, saya yang pikirkan dengan Pak Sinton karena Ibu menilai bebas," jelas Wahyu.
"Putusan bebas Ibu Merry memang jadi pertanyaan buat saya, tapi saya nggak pertanyakan, karena takut menyinggung yang bersangkutan, dari pemahaman saya itu (putusan) nggak lazim," katanya.
Namun pada akhirnya Wahyu tetap memutuskan Tamin bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Tamin divonis 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dengan uang pengganti Rp 120 miliar.
Dalam kasus ini, Tamin didakwa memberikan suap sebesar SGD 280 ribu atau sekitar Rp 2,9 miliar kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba. Uang tersebut dimaksud untuk mempengaruhi putusan atas nama Tamin sendiri.
Sedangkan Merry sudah menjalani persidangan. Dia didakwa menerima SGD 150 ribu atau sekitar Rp 1,5 miliar yang berasal dari Tamin. (detikcom/l)