Jakarta (SIB)
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara mengungkapkan tiga masalah krusial terkait tunjangan profesi.
Salah satunya tentang gosip bahwa tenaga pendidik harus menyetorkan dana untuk mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).
"Pemerintah mengeluarkan statemen-statemen meresahkan berkaitan dengan TPG. Sementara ada tiga masalah penting berkaitan dengan TPG," kata Dudung, Rabu (7/1).
Masalah pertama, mengapa TPG antara guru, dosen dan guru di Kemenag tidak sama waktu pencairannya?
Ada yang cair bulanan. Ada pula yang triwulan. Bahkan ada yang setahun hilang entah ke mana?
"Jadi guru dan dosen di bawah Kemendikbud serta Kemenag berbeda pencairannya. Saran saya, perbaiki dulu sistem pencairan TPG dengan efektif. Usahakan tepat bulan, tepat jumlah," tegas Dudung.
Kedua, ada sejumlah gosip para guru harus 'setor' kepada pejabat tertentu (negeri atau pun yayasan) agar TPG cair.
Menurut Dudung, ini salah satu praktik urusan administrasi yang sudah jadul dan harus ditiadakan.
"Konon katanya adalah sejumlah oknum pengepul dana TPG dan disetor ke atas. Bila tidak maka dipersulit. Benarkah?," ungkapnya.
Ketiga, pemerintah harus bersyukur dengan adanya TPG yang diterima para guru.
Mengapa? Bila tanpa TPG maka pemerintah dianggap mengeksploitasi guru karena gajinya sangat kecil.
Guru, kata Dudung, cenderung lebih aman dan jauh dari gaduh karena ada TPG. Bila tidak maka negeri ini akan mengalami kemunduran.
"Para guru akan 'lemah syahwat' dalam bekerja. Adanya TPG pemerintah diuntungkan, para guru lebih semangat bekerja," ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan, ketika Bank Dunia menyebutkan TPG belum memberikan dampak terhadap peningkatan output kompetensi peserta didik, ini masalah lain.
Tugas pemerintah untuk memberdayakan para guru. Tidak ada kaitannya dengan TPG. TPG hanya berkaitan dengan martabat guru, memanusiakan guru. Amanah undang-undang.
"Bila guru tidak mendapatkan TPG, itu sama dengan sistem kerja paksa zaman kolonialisme, tenaga kerja murah!," serunya.
Dudung lantas mengingatkan pemerintah, dengan adanya TPG saja anak didik terbaik tidak mau jadi guru.
Sayang sekali yang mau jadi guru adalah anak didik kelas prestasi menengah ke bawah dan identik dari pinggiran.
Apalagi bila tidak ada TPG, Dudung memastikan profesi guru hanya pelarian daripada kerja jadi tukang pengepul sampah atau rongsokan.
"Mengusik TPG adalah melucu garing tingkat tinggi. TPG adalah amanah undang-undang agar guru tidak terhina karena miskin. Hakikatnya tidak ada kaitan dengan peningkatan kompetensi guru," pungkasnya. (jpnn/d)
Sumber
: Hariansib edisi cetak