Pesan yang kuat disampaikan sekelompok perempuan asal Bangladesh di London. Mereka adalah korban penyiraman air keras yang berhasil selamat dan menunjukkan keberanian mereka dengan melenggang di panggung titian sebuah peragaan busana.
Delapan perempuan penyintas tersebut, dilansir Huffington Post, diterbangkan langsung Bangladesh untuk menjadi model dalam peragaan busana di The Old Truman Brewery, London (10/10).
Di sana mereka menunjukkan luka akibat kekerasan yang dialami tak menyurutkan langkah untuk melenggang bak model profesional berbalut pakaian khas Bangladesh di atas panggung.
Mereka tampil dengan pakaian yang didesain oleh mantan model dan duta PBB Bibi Russell.
Russell, yang pernah mengenyam pendidikan mode di London, menampilkan karya yang sudah dikenal menjadi ciri khasnya; pakaian khas Bangladesh seperti kurta yang dibuat bertumpuk, lungi dan sari. Kesemuanya dirancang dengan dominasi warna merah dan oranye.
Sebagai aksesori, para model juga memakai perhiasan berbentuk bunga di kepala. Ada juga anting-anting berbentuk capung, bintang, dan bunga-bunga.
Dilansir The Pool, mantan model yang pernah berjalan untuk Yves Saint Laurent, Karl Lagerfeld, dan Giorgio Armani itu memang terinspirasi dari salah satu desa di Bangladesh yang pernah dikunjunginya.
Ia menyatakan tak ada yang lebih pantas dari delapan model dadakan itu untuk memamerkan karya-karyanya di panggung.
Mereka tampil layaknya model yang telah berpengalaman, berlenggak-lenggok dengan percaya diri diiringi alunan musik populer dunia. Mereka seolah tak peduli dengan ketidaksempurnaan fisik.
Bahkan, menurut ulasan Refinery29, para penonton yang hadir pun ikut menari bersama para model menjelang pertunjukan berakhir.
Melihat kepercayaan diri mereka, tak ada yang menyangka bahwa sebelumnya para perempuan itu belum pernah bepergian ke luar desa tempat tinggal mereka, apalagi terbang hingga ke Inggris.
Para korban yang selamat dari serangan air keras ini dibawa oleh ActionAid, lembaga amal dunia yang bertujuan memberikan dukungan kepada wanita dan anak-anak kurang beruntung.
ActionAid membawa para korban ke bawah lampu sorot panggung mode untuk menyadarkan masyarakat bahwa masih banyak kekerasan yang berakibat buruk bagi masa depan para perempuan dan anak-anak.
Di Bangladesh, kekerasan yang dilakukan dengan menyiramkan air keras ke wajah perempuan memang masih kerap terjadi. Berdasarkan data ActionAid, 70 persen dari korban penyiraman air keras ialah para perempuan. Lalu 80 persen kasus yang tercatat ternyata terjadi di rumah korban dan dilakukan oleh orang terdekat.
Menurut ulasan Cosmopolitan, banyak korban yang mengalami penyiraman saat masih remaja. Salah seorang model itu bahkan disiram air keras saat masih berusia 16 tahun oleh seorang lelaki yang berusaha menikahinya. Ada juga yang disiram saat dirinya masih bayi.
Namun, suara-suara kelompok seperti ActionAid akhirnya mulai didengar oleh pemerintah. Pada 2002, setelah banyak melakukan kampanye, pemerintah setempat pun menanggapi serius masalah ini. Pemerintah mulai mengatur legalitas dan mengontrol penjualan dan impor air keras di Bangladesh.
Setelah itu, kasus penyiraman air keras pun mulai menurun, dari yang tadinya sejumlah 400 kasus bisa turun hingga 100 kasus per tahunnya.
"Saya ingin memberi contoh bagaimana melanjutkan hidup dengan pikiran positif dan meminta orang lain untuk mengenali--tak merasa kasihan--apa yang kami lakukan dan berdiri demi solidaritas," cerita Nurun Nahar, salah satu pejuang yang disiram air keras oleh suaminya karena dirinya tak mau diajak berkunjung ke rumah istri barunya.
Sementara Sonali (15), perempuan termuda dalam rombongan penyintas ini, berharap kegiatan tersebut bisa membuat lebih banyak orang yang bersedia membantu pemulihan para penyintas itu.
(Beritagar.id/l)