Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 15 Juni 2025

8 Tuntutan di Peringatan Hari Perempuan Sedunia

- Minggu, 11 Maret 2018 14:43 WIB
551 view
8 Tuntutan di Peringatan Hari Perempuan Sedunia
SIB/CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
HARI PEREMPUAN : Parade Juang Perempuan Indonesia menyatakan akan menggelar aksi bersama memeringati Terbaik Ada di Dapur, Apa Saja? Hari Perempuan Sedunia (8 Maret) dan menyampaikan delapan tuntutan.
Memeringati Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret, Parade Juang Perempuan Indonesia mengagendakan sebuah aksi bersama. Dalam aksi tersebut, mereka menyuarakan 8 tuntutan dengan harapan suara mereka akan didengar para wakil rakyat, presiden juga masyarakat.

"Kami mengambil tema 'Perempuan Indonesia Bergerak Bersama: Hentikan Diskriminasi, Kekerasan, Intoleransi, dan Pemiskinan'. Kenapa? Ada persoalan nyata, terus berlangsung dan belum ada perhatian. Ada kebijakan yang tidak pro kesetaraan," kata Mutiara Ika, mewakili Parade Juang Perempuan Indonesia saat konferensi pers di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/3).

Ika berkata, akan ada lebih banyak organisasi dan komunitas yang bergabung dalam aksi tersebut, termasuk di antaranya Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).

"Kita akan longmarch dari patung kuda kemudian berhenti di KPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Aksi berakhir di istana dan berlanjut ke acara Kamisan. Kita akan bergabung dengan aksi Kamisan," jelasnya. 

Selain menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang dirasa janggal dan abai terhadap kaum marjinal, organisasi maupun komunitas juga menyoroti hak-hak buruh perempuan yang hingga kini perwujudannya masih terbilang miris. Ajeng dari Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri menuturkan buruh perempuan rentan kekerasan dan dirampas hak-haknya.

Menurutnya, persoalan ruang laktasi dan cuti hamil masih jadi 'pekerjaan rumah' perusahaan-perusahaan yang memiliki buruh perempuan.

"International Women's Day adalah momen tepat membangun kesadaran bahwa buruh perempuan adalah bagian dari masyarakat, punya hak dan bebas dari diskriminasi," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Advokasi Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia, Galita Nur menuturkan, pihaknya mengakui bahwa pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan terkait jam kerja, tapi pada praktiknya, hal ini jauh melampaui ketentuan.

Galita berharap momen IWD jadi wadah menyuarakan hak-hak pekerja perempuan, khususnya di bidang transportasi untuk mendapat hak cuti hamil, melahirkan dan haid. Ia bercerita, pihak perusahaan tak menyebut haid sebagai cuti melainkan izin. Para pekerja perempuan pun wajib memberikan surat dokter agar tak dianggap mangkir dari pekerjaan.

"Saya berharap cuti haid bisa diambil tanpa surat dokter. Ada yang langsung dapat (izin), ada yang harus otot-ototan dulu," tuturnya. "Ada diskriminasi di tempat kerja. Kami dianggap tidak berotot makanya dikasih pekerjaan yang mereka bilang pekerjaan perempuan. Padahal nyetir kontainer ya sama saja."

Mutiara Ika, yang juga tergabung dalam organisasi Perempuan Mahardhika, menambahkan kini pemerintah justru membuat kebijakan dan mengambil tindakan yang memangkas ruang demokrasi perempuan dan kelompok rentan atau marjinal. Salah satu kebijakan yang dirasa tidak sesuai ialah Undang Undang MD3.
Undang Undang ini dirasa memposisikan DPR sebagai lembaga yang tidak tersentuh hukum.

Adapun delapan tuntutan yang akan diusung para peserta aksi yakni, pertama, negara harus segera mencabut beragam bentuk kebijakan dan peraturan yang diskriminatif baik terhadap perempuan, kelompok rentan dan warga negara secara keseluruhan. Stop pembahasan RKUHP; Cabut UU MD3; Hapus PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Kedua, hentikan persekusi, diskriminasi, kekerasan dan pemidanaan terhadap kelompok LGBT, aliran kepercayaan, korban napza, masyarakat adat, kelompok kesenian, serta kelompok marginal lain di masyarakat.

Ketiga, pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu baik melalui mekanisme yudisial maupun nonyudisial. Memperkuat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Amandemen UU ini telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional 2015-2016 dan menolak ketentuan pelanggaran HAM berat dalam RKUHP.

Keempat, wujudkan segera UU untuk menghapus kekerasan seksual yang berpihak pada korban dan segera sahkan RUU tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG).

Kelima, segera sahkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga serta ratifikasi konvensi ILO 189.

Keenam, wujudkan fasilitas layanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi yang layak dan bebas diskriminasi pada korban napza, perempuan, kelompok difabel dan kelompok marginal lainnya.

Ketujuh, wujudkan kebebasan hak berorganisasi dan berserikat, jaminan kepastian kerja bagi buruh dan perlindungan terhadap pelaksanaan hak maternitas buruh.

Kedelapan, wujudkan politik Pemilu dan Pilkada yang bebas dari politik SARA. (CNNI/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru