Guna mencegah penyebaran virus corona, maka pemerintah mengimbau masyarakat untuk menerapkan social distancing dan work from home (WFH). Aktivitas WFH ini ternyata bagi para ibu bekerja, menuai berbagai kendala. Karena ibu dituntut fokus terhadap pekerjaan yang harus diselesaikan dan juga mengurus anak dan suami di rumah.
Kendala saat bekerja dari rumah pun dirasakan oleh ibu bernama Okky Irmanita. Okky menceritakan bahwa anaknya menjadi lebih manja di masa-masa sekarang ini, saat dia berada di rumah.
"Ternyata anak-anak itu demanding ada ibunya di rumah. Jadi aku kalau misalnya ada meeting yang bener-bener nggak bisa diganggu, aku memilih untuk tidak membuka pintu kamar. Karena aku mondar-mandir dan anakku lihat pasti dia minta digendong dulu, minta main dulu, minta nyusuin dulu. Jadi sebenarnya jauh lebih menantang ketika ibu bekerja itu ada di rumah bersama dengan bayinya," kata Okky, Rabu (8/4).
Wanita yang bekerja sebagai konsultan ini mengatakan, meski saat WFH dia dibantu pengasuh, anaknya tetap menginginkan keberadaannya, terutama saat ingin tidur. Dia juga yang harus turun tangan menidurkan sang anak.
"Di sisi lain, orang yang ada di rumah atau caregivernya menganggap 'Oh ibunya ada di rumah', yang artinya ibu bersama anaknya. Sebenarnya itu agak mengganggu ya karena meskipun jiwa kita ada di rumah, kita butuh benar-benar fokus, berpikir dan ada inspirasi buat mengetik dan bekerja. Jadi, duduk di laptop itu doesnt means kita sudah langsung mengimplementasikan pikiran ke karya, bikin PPT dokumen dan lain-lain. Masa-masa dan momen yang harusnya kita brainstorming, cari informasi sana-sini, cari inspirasi itu jadi lebih mepet karena orang di rumah secara manusiawi kali ya menganggap 'ah ada ibunya ini'," tutur Okky.
Kendala WFH juga dirasakan Zahra, ibu empat anak yang sehari-harinya bekerja di sebuah lembaga konsultan politik. Dia mengaku mengalami emosi yang naik turun jika bekerja dari rumah.
"Pasti sama kayak ibu-ibu yang lain, ada naik turunya emosi ya kayak misalnya stres, ada juga bersyukurnya, ada juga marah-marahnya, sedihnya juga ada itu kan udah pasti roller coaster banget naik turun. Dan ya memang harus begitu nggak ada pilihan lain lagi cuman harus dihadapi aja dan dikerjain," katanya.
Kondisi emosional Zahra naik turun terutama ketika tiga dari empat anaknya yang sudah sekolah sudah mulai mendapat tugas dari guru. Seperti diketahui bersama, seluruh anak-anak sekolah saat ini belajar dari rumah sesuai aturan dari pemerintah.
"Setiap hari itu kan ada tugas, yang sekolah anakku kan ada tiga. Itu lumayannyalah mereka dikasih tugas terus harus setor setiap harinya kan dan ada tugas video call seputar hafalan Al Quran dan membaca Al Quran. Dan juga ada kelas online pakai zoom," ucapnya.
Curhatan yang sama juga dialami oleh ibu bekerja lainnya, Finny Auliany yang berprofesi sebagai marketing dan event koordinator. Ia merasa bekerja dari rumah malah membuat waktunya melakukan pekerjaan lebih lama ketimbang di kantor.
"Nggak enaknya ya malah kerjaan jadi makin banyak menurut aku. Kalau di rumah itu malam pun masih ngebahas masalah kerjaan," katanya.
Selain itu dia juga merasa kurang fokus karena kerap terdistraksi kegiatan dua anaknya. Finny merupakan ibu dua anak yang masing-masing berusia enam tahun dan 1,5 tahun.
"Aku jadi nggak fokus karena setiap aku kerja depan laptop anakku gangguin," ujarnya.
Karena pada siang hari dia harus bekerja sambil mengurus anak-anaknya, pekerjaan Finny pun belum rampung. Wanita 35 tahun ini mau tak mau harus melanjutkan bekerja di malam hari. Anaknya yang tak paham bahwa ibunya berada di rumah untuk bekerja bukan libur, juga kerap protes karena sang ibu sibuk dengan pekerjaannya.
"Anakku itu kalau malam aku masih kerja, dia bilang mama kerja melulu, mainnya sama aku kapan. Ya memang walaupun kerja di rumah itu harus bisa membagi waktunya juga biar bisa main bersama anak," pungkas Finny. (Wolipop/d)